Membandingkan Novel dengan Film
Perlu diketahui, hampir 90% dialog para tokoh di film dan di novel itu persis sama, jadi berasa nonton film real. Alur ceritanya pun 80% sama, layaknya film adafted lain.
Adapun detail kejadiannya jelas lebih rinci di dalam novel. Sungguh mustahil bisa menggambarkan apa yang disampaikan di novel dengan rinci, mengingat durasi film itu biasanya 2 jam. Durasi yang singkat untuk memvisualisasikan novel dengan jumlah halaman 370 lembar lebih.
Baiklah, untuk lebih mudah menjelaskan, saya akan mengurutkan review novel kali ini ke dalam beberapa susunan poin berikut :
- Setelah mereka sepakat untuk tidak ketemuan maka kehidupan mereka pun dimulai, bagian ini sama persis seperti dalam film. Zafran mengisi kegiatan pingitannya dengan terus mendekati adiknya Arial, Dinda. Genta sibuk dengan kerjaannya. Ian dengan skripsinya. Arial dengan gebetannya Indi, persis 98% mirip dengan film.
- Setelah masa pingitan selesai, mereka lalu ketemuan di stasiun kereta jurusan Jakarta-Malang. Sampai di Malang perjalanan dilanjut dengan naik angkot. Pada saat ini, mulai diperkenalkan tokoh Mas Gembul, supir angkot, seorang mantan preman yang insaf setelah mendaki gunung Semeru, tujuan mereka.
- Setelah sampai diperbatasan, perjalanan mereka dilanjutkan dengan menaiki Jeep. Di bagian ini diperkenalkan tokoh Deniel, yang sama ingin mendaki, plus ingin jiarah ke Semeru, karena sahabatnya hilang/meninggal di sana.
- Untuk selebihnya bagian dalam novel sama persis dengan scene-scene yang ada dalam film. Namun, ada sedikit perbedaan pada ending. Di film, endingnya mereka telah berumah tangga, Zafran dengan Riani, Arial dengan Indi, Ian dengan Happy, dan Genta lagi pdkt dengan Dinda.
Adapun di novel pasangan mereka itu berbeda, Zafran dan Arial sama, pasangan Ian pun sama seperti di film, sedangkan Genta dan Dinda, mereka tidak dipasangkan, di novel pasangan Genta adalah Citra temannya Riani, sementara Dinda berpasangan dengan Daniel pendaki gunung Semeru.
Terlepas dari itu semua, banyak sekali hal yang dapat kita petik sebagai pelajaran dari novel yang satu ini. Seperti power of dream dan tekad untuk mewujudkannya, yang menjadi reminder bagi kita semua, bangsa Indonesia, bangsa besar yang mesti mempunyai mimpi.
Gantung impian itu di depan keningmu, jangan sampai menempel, biarkan mengambang 5cm di depan mu.***
Penulis : Dede Rudiansah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H