Mohon tunggu...
Dede Rudiansah
Dede Rudiansah Mohon Tunggu... Editor - Reporter | Editor | Edukator

Rumah bagi para pembaca, perenung, pencinta kopi, dan para pemimpi yang sempat ingin hidup abadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Sunda Cirebon Bagian 2: Lahirnya Para Cucu Prabu Siliwangi

12 November 2023   02:36 Diperbarui: 12 November 2023   23:21 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di bagian 1 telah diuraikan kisah asal usul berdirinya pedukuhan Cirebon. Terangkum dalam 3 subjudul: Minggatnya Dua Putra Pajajaran; Jalan Panjang Para Penuntut Ilmu; dan Membuka Pedukuhan Baru. Bagi yang belum membaca Sejarah Sunda Cirebon Bagian 1, bisa mengeklik tautan berikut. kompasiana.com/bagian1

Artikel ini sendiri merupakan rangkuman atas babad berjudul Babad Tanah Sunda Babad Cirebon yang disusun oleh P.S. Sulendraningrat. Dengan spesifik merangkum bab 10 sampai dengan bab 15. Kisah akan berfokus pada peristiwa berhajinya Pangeran Cakrabuana dan Putri Rarasantang, hingga peristiwa lahirnya para cucu Prabu Siliwangi. Berikut merupakan kisahnya.

  • Dari Cirebon ke Masjidilharam

Seiring berjalannya waktu, pedukuhan Cirebon pun semakin maju dan mayoritas warganya telah memeluk agama Islam. Cirebon akhirnya diakui sebagai pedukuhan resmi oleh Galuh (de jure) pada tahun 1447, sedangkan Demak pada tahun 1478. Dengan demikian, menurut babad ini, Cirebon bisa dibilang sebagai kerajaan/pemerintahan Islam pertama di pulau Jawa.

Nurjati sendiri lalu mengapresiasi perjuangan murid-muridnya tersebut. Nurjati kemudian meminta Pangeran Cakrabuana dan Putri Rarasantang agar bisa mempelajari Islam lebih lanjut dan berbaiat kepada Syekh Maulana Ibrahim di Campa (sekarang Laos-Vietnam). Pergilah mereka berdua ke Campa.

Sesampainya di Campa, mereka lalu berbaiat dan berguru kepada Syekh Maulana Ibrahim. Setelah selesai mendaras ilmu bersama Syekh Maulana Ibrahim, mereka kemudian diminta oleh Sang Syekh untuk bisa menyempurnakan agamanya. Melaksanakan ibadah haji dan belajar kembali Islam ke Syekh Bayan di Makkah.

Singkat cerita, berangkatlah mereka ke Makkah. Dari Cirebon ke Campa kemudian ke Makkah, sebuah dedikasi tiada tara dari dua orang penuntut ilmu.

Sesampainya di Makkah, mereka lalu bertemu Syekh Bayan dan segera melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, Masjidilharam. Setelah itu, mereka pun memperdalam kembali ilmu keislaman mereka di bawah bimbingan langsung Syekh Bayan.

Di masa menuntut ilmu inilah Putri Rarasantang, kemudian dilamar oleh seorang Sultan Mesir yang kebetulan tengah berkunjung ke Makkah, Maulana Mahmud Syarif Abdullah namanya. Putri Rarasantang menerima pinangan tersebut dengan satu syarat bahwa melalui Sang Sultan ia harus mendapatkan seorang putra waliyullah pinunjul.

Setelah saling menyepakati, menikahlah mereka berdua, seorang Putri dari Raja Pajajaran berpasangkan Sultan dari negeri Mesir. Sebuah pernikahan yang tak biasa. Putri Rarasantang dan Pangeran Cakrabuana kemudian diboyong ke Mesir. Tinggallah mereka di negeri piramida tersebut.

  • Lahirnya Para Cucu Siliwangi 

Setelah adiknya mengandung, Pangeran Cakrabuana meminta izin untuk kembali ke Cirebon. Sultan mempersilakannya dan membekali sang ipar dengan perbekalan yang sangat cukup.

Rute perjalan yang ditempuh Pangeran Cakrabuana adalah Mesir menuju Makkah untuk berpamitan dan minta izin ke Syekh Bayan. Lalu ke Aceh untuk bertemu Sultan Aceh. Lalu ke Palembang. Kemudian ke gunung Jati dan selanjutnya ke Cirebon.

Pada tahun 1448 Putri Rarasantang yang masih tinggal di Mesir melahirkan seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Syarif Hidayatullah. Dua tahun berselang, yakni tahun 1450 ia kembali melahirkan seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Syarif Nurullah.

Hal yang sama terjadi di Cirebon, Pangeran Cakrabuana, sang kakak juga telah mempunyai seorang putri bernama Pakungwati. Sebagai tanda syukur atas karunia tersebut, Pangeran Cakrabuana lalu membuat sebuah keraton yang kemudian diberi nama sesuai dengan nama anaknya, keraton Pakungwati.

Pangeran Cakrabuana lalu tinggal dan melaksanakan pemerintahan di sana. Tak berselang lama ia kembali dianugerahi seorang putra yang kemudian diberi nama Pangeran Carbon.

Lengkaplah kini hidup dua putra Pajajaran yang dulu mesti keluar dari keraton, meninggalkan Ayah-Ibunya. Mereka kini telah berkeluarga dan masing-masing dari mereka telah dikaruniai putra-putri pinunjul. Para cucu Prabu Siliwangi dengan nafas Islam.

Sementara itu, di sisi lain dunia Islam, tepatnya di negeri Baghdad muncul percikan pertikaian di antara kerabat istana. Keturunan atau anak Sultan Baghdad bersitegang dengan Sang Sultan. Karenanya sang anak bersama para pengikutnya kemudian diusir dari istana oleh Sang Sultan.

Guru dari anak Sultan lalu menasihati mereka agar bisa menarik hikmah dan memanfaatkan kejadian tersebut untuk belajar kembali. Sang guru kemudian meminta para muridnya untuk memperbaiki akhlak serta keislaman mereka di bawah pengawasan seorang Syekh Cirebon. Seorang Syekh yang masih satu bangsa dengan mereka (Persia/Bagdad), Syekh Nurjati.

Berangkatlah rombongan musafir dari Baghdad itu ke Cirebon. Sesampainya di Cirebon mereka lalu berguru kepada Syekh Nurjati di gunung Jati. Mereka hidup bersama warga Cirebon dan ikut mengembangkan serta mendirikan beberapa perkampungan di sana.

Sejarah Sunda Cirebon bersambung ke bagian 3, Sejarah Sunda Cirebon Bagian 3: Syarif Hidayatullah dan Cirebon Merdeka.***

Penulis: Dede Rudiansah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun