Mohon tunggu...
Dede Rudiansah
Dede Rudiansah Mohon Tunggu... Editor - Reporter | Editor | Edukator

Rumah bagi para pembaca, perenung, pencinta kopi, dan para pemimpi yang sempat ingin hidup abadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah Sunda Cirebon Bagian 1: Bertemu Rasulullah dan Berdirinya Pedukuhan Cirebon

11 November 2023   16:38 Diperbarui: 12 November 2023   22:51 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam linimasa sejarah klasik Indonesia, kita mengetahui bahwa Tarumanegara merupakan kerajaan tertua kedua setelah Kutai Kartanegara. Ia menjadi kerajaan pertama di tanah parahiyangan, sekaligus pertama di pulau Jawa.

Seperti kerajaan Kutai Kartanegara, kerajaan Tarumanegara pun seiring berjalannya waktu harus tergerus ditelan zaman. Ia lenyap dari panggung sejarah Nusantara. Walau demikian, justru dari puing-puing Tarumanegara inilah kemudian lahir dua kerajaan, yang konon jadi rahim bagi kerajaan-kerajaan besar di pulau Jawa. Dua kerajaan penguasa tanah parahiyangan, Sunda dan Galuh.

Dari kerajaan Sunda inilah uraian artikel akan bermula. Tepatnya setelah Sunda berkembang menjadi Pajajaran Pakuwan dengan rajanya yang mahsyur dikenal dengan sebutan Prabu Siliwangi. Masa-masa di saat pengaruh Islam mulai muncul di Nusantara.

Artikel ini sendiri merupakan rangkuman atas babad berjudul Babad Tanah Sunda Babad Cirebon yang disusun oleh P.S. Sulendraningrat. Dengan spesifik merangkum bab 1 sampai dengan bab 9. Kisah akan berfokus pada kejadian minggatnya dua putra Prabu Siliwangi, yaitu Pangeran Walangsungsang dan Putri Rarasantang, sampai dengan pendirian pedukuhan baru oleh keduanya. Berikut merupakan kisahnya.

  • Minggatnya Dua Putra Raja Pajajaran

Di satu malam, Pangeran Walangsungsang, putra dari Prabu Siliwangi dari istrinya Subang Larang bermimpi bertemu dengan Rasulullah. Bermula dari kejadian tersebut Pangeran Walangsungsang berniat untuk mulai mempelajari Islam.

Mengetahui niat putranya, Prabu Siliwangi sontak terkejut. Ia lalu melarang dan menentang keinginan Pangeran Walangsungsang. Namun, Sang Pangeran tetap bersikukuh, hingga pada akhirnya Sang Prabu pun terpaksa mengusirnya dari keraton.

Putri Rarasantang, adik dari Pangeran Walangsungsang berduka atas kejadian yang menimpa sang kakak. Ia selalu merindukannya. Pada akhirnya Putri Rarasantang pun bertekad untuk bisa menyusul sang kakak. Ia kemudian minggat dari keraton Pajajaran. Meninggalkan seluruh kerabat istana, termasuk sosok paling dicintainya, Sang Ibunda, Subang Larang.

Kepergian dua putra raja ini jelas membawa duka mendalam bagi kerajaan Pajajaran, lebih lagi duka bagi Prabu Siliwangi dan Subang Larang, selaku orang tuanya. Namun demikian, karena tekad sudah kadung ditunjukkan oleh kedua putranya, mereka pun tidak bisa berbuat banyak, selain merelakan dan berharap keselamatan atas kepergian mereka.

Setelah melewati rimba belantara, singkat cerita Pangeran Walangsungsang akhirnya tiba di gunung Marapi. Ia kemudian berguru kepada seorang pendeta/guru di sana. Ia lalu menikahi putri sang guru, Nyi Indangayu namanya.

Tak lama kemudian, berkat panduan semesta, Putri Rarasantang yang tengah mengejar sang kakak pun akhirnya berhasil menyusul dan tiba di gunung Marapi.

  • Jalan Panjang Para Penuntut Ilmu

Suatu ketika, Pangeran Walangsungsang, Putri Rarasantang, dan Nyi Indangayu mendapatkan petunjuk dari sang guru. Mereka diminta agar bisa belajar Islam ke Sang Nanggo, di gunung Ciangkup. Karena nasihat guru adalah sabda semesta, dengan penuh kerelaan mereka pun akhirnya pergi, memulai perjalanan baru.

Sesampainya di gunung Ciangkup mereka lalu berguru kepada Sang Nanggo. Oleh Sang Nanggo, ketiganya diminta untuk menemui Sang Naga di gunung Kumbang. Pergilah mereka ke gunung kumbang.

Sesampainya di gunung Kumbang mereka lalu berguru kepada Sang Naga. Oleh Sang Naga, ketiganya kembali diminta untuk menemui Sang Bangu di gunung Cangak. Pergilah mereka ke gunung Cangak.

Sesampainya di gunung Cangak mereka lalu berguru kepada Sang Bangu. Oleh Sang Bangu, ketiganya kembali diminta untuk menemui Sang Nurjati di gunung Jati. Sebagaimana sifat para pencari ilmu yang terus haus akan ilmu pengetahuan mereka pun dengan penuh keinsyafan dan kerelaan kembali pergi.

Sesampainya di gunung Jati, ketiganya diterima dengan sangat baik. Mereka lalu berguru kepada Nurjati, belajar tentang agama Islam dan hidup dengan cara Islam di sana. Pangerang Walangsungsang kemudian diberi nama baru oleh Nurjati, Somadullah.

  • Membuka Pedukuhan Baru

Setelah dirasa cukup menuntut ilmu di gunung Jati. Ketiganya kemudian diminta oleh Nurjati untuk bisa membuka pedukuhan baru di sebelah timur. Karena nasihat guru adalah sabda semesta, maka kemudian pergilah mereka ke arah timur.

Sesampainya di Lemah Wungkuk mereka lalu membuka pedukuhan baru dibantu Ki Gedeng Alang-Alang, seorang penduduk di sekitaran Lemah Wungkuk. Oleh Ki Gedeng Alang-Alang, ketiganya lalu diangkat anak. Pangeran Walangsungsang atau Somadullah pun oleh Ki Gedeng Alang-Alang dianugerahi nama baru yakni Cakrabumi.

Pedukuhan baru itu terus mengalami perkembangan, makin banyak orang tinggal di sana, khususnya para nelayan. Orang-orang di sana kemudian mengembangkan olahan makanan berbahan dasar rebon yang ternyata mempunyai cita rasa unik. Pada gilirannya, daerah tersebut pun makin dikenal sebagai daerah pengolahan rebon.

Raja Galuh sebagai penguasa daerah timur tanah parahiyangan mulai mendengar geliat masyarakat di sebelah utara kerajaannya itu. Pihaknya lalu meminta pajak kepada daerah tersebut, berupa olahan rebon sebagai tanda ketundukannya.

Karena Raja Galuh merasa terasih oleh olahan rebon, olahan itu pun akhirnya diberi nama terasi. Cakrabumi menjelaskan bahwa cai rebon (cirebon) atau air dari olahan rebon itu justru bagian yang paling nikmat dari terasi. Setelah mencobanya, Raja Galuh pun menyukainya.

Daerah pengolah terasi itu kemudian mulai dikenal dengan pedukuhan Cirebon. Dimulai dari sanalah, pedukuhan Cirebon mulai diakui eksistensinya oleh kerajaan-kerajaan lain. Kuwu pertama Cirebon adalah Ki Gedeng Alang-Alang. Setelah Ki Gedeng Alang-Alang wafat, jabatan kuwu kemudian dilanjutkan oleh Cakrabumi.

Sejarah Sunda dan Cirebon bersambung ke bagian 2, Sejarah Sunda Cirebon Bagian 2: Lahirnya Para Cucu Prabu Siliwangi.***

Penulis: Dede Rudiansah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun