Mohon tunggu...
Dede Rudiansah
Dede Rudiansah Mohon Tunggu... Editor - Reporter | Editor | Edukator

Rumah bagi para pembaca, perenung, pencinta kopi, dan para pemimpi yang sempat ingin hidup abadi.

Selanjutnya

Tutup

Book

Resensi Api Tauhid, Runtuhnya Khilafah dan Awal Derita di Palestina

9 November 2023   12:15 Diperbarui: 9 November 2023   12:52 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun ini, tepat 99 tahun silam, sebuah ideologi besar terhapus dari muka bumi. Sebuah pemerintahan monarki dengan kekuasaan hampir 1/3 dunia yang berkuasa 600 tahun lebih, akhirnya tumbang. Ideologi khilafah yang dianut Kesultanan Turki Utsamani pada tanggal 3 Maret 1924 melalui revolusi ‘Kaum Muda Turki’ resmi dihapus dan diganti dengan ideologi demokrasi sekuler. 

Revolusi yang terjadi di Kesultanan Turki tentu menghadapi berbagai pergolakan. Kaum revolusi dalam visinya seakan terbagi ke dalam dua kubu, pertama nasionalis-orientalis yang menginginkan perubahan konsep pemerintahan sampai keakar-akarnya, dan kedua ulama-agamawan yang menginginkan perubahan dan perbaikan tanpa mengubah atau mengganti fondasi pemerintahan. Tokoh sentral yang menjadi wajah di kedua kelompok tersebut adalah Musthafa Kemal Attaturk (nasionalis-orientalis), dan Badiuzzaman Said Nursi (ulama-agamawan).

Badiuzzaman Said Nursi, atau dalam bahasa Indonesianya ‘Sang Keajaiban Zaman’ Said Nursi menjadi tokoh utama dalam novel sejarah Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy dan akan banyak dibahas dalam resensi ini.

  • Identitas Buku

Judul Buku: API TAUHID Cahaya Keagungan Cinta Sang Mujaddid; Pengarang: Habiburrahman El Shirazy(Kang Abik); Penerbit: Republika; Jenis Buku: Novel Sejarah; Tahun Terbit: September 2017; Cetakan: Ke-15; Tebal Buku: 587 halaman.

  • Singkat Cerita

Berkisah tentang seorang pemuda bernama Fahmi yang sedang dirundung galau akan hidup rumah tangganya. Sebagai upaya menenangkan hati, Fahmi yang sedang menempuh studi di Madinah itu kemudian bertekad mengkhatamkan Quran dengan jumlah khatam yang tak biasa. Melihat sikap yang ditunjukkan Fahmi, beberapa kawan pun akhirnya menasehatinya agar jangan larut dan berlebihan dalam menghadapi masalah. 

Salah satu kawannya bernama Hamza pun lalu mengajak Fahmi untuk bisa menemaninya pulang kampung, ke Turki. Ziarah ke ibu kota kekhilafahan Utsmani dulu sekaligus menghirup udara baru, melepas sejenak problema kehidupan. 

Dari agenda inilah Fahmi kemudian mengenal sosok ulama besar Turki, Badiuzzaman Said Nursi dan sepak terjangnya dalam membela tanah air di masa perang dunia pertama. Dari sosok Badiuzzaman, Fahmi akhirnya mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang selama ini terus menghantuinya.

Novel Api Tauhid merupakan novel yang menurut Taufik Kasturi, Ph.D sebagai novel sejarah ‘pembangun jiwa’. Bagaimana tidak melalui 500 halaman lebih ini Kang Abik mampu menghadirkan kisah heroik dengan balutan kisah romansa yang cukup menggambarkan sosok ulama besar Badiuzzaman Said Nursi. Sosok yang memperjuangkan prinsip keislaman Turki dengan asas cinta terhadap tanah air.

Intisari dari novel ini pada dasarnya terletak pada kisah Badiuzzaman, namun Kang Abik kemudian menghadirkan tokoh lain, yaitu Fahmi sebagai tokoh rekaan yang banyak belajar dari kehidupan ‘Sang Keajaiban Zaman’.

prinsipalem.com
prinsipalem.com

Oleh karena itu, secara garis besar novel ini berisikan 2 kisah, kisah Sang ulama Badiuzzaman dan kisah Fahmi. Formula penceritaan yang disusun oleh Kang Abik dalam memadukan kedua kisah ini adalah dengan menggunakan formula ‘cerita di dalam cerita’.

Fahmi dan Hamza merupakan tokoh rekaan yang membuat kisah sejarah Badiuzzaman bergulir. Fahmi digambarkan sebagai tokoh pembelajar yang amat penasaran dengan kehidupan Badiuzzaman. Sedangkan Hamza dibuat sebagai tokoh yang banyak menjelaskan dan menjadi narator atas sepak terjang Badiuzzaman di masa perjuangan. Melalui tokoh Hamza-lah, Kang Abik seolah-olah hadir menjadi ‘dalang’ dan menuturkan sejarah ulama besar Badiuzzaman Said Nursi kepada para pembacanya.

Selain formula ‘cerita di dalam cerita’, penceritaan dalam novel ini pun semakin kaya karena konsep traveling. Melalui penggambarannya kita sebagai pembaca seolah-olah hadir di sudut-sudut kota Istanbul. Masuk ke dalam lorong masjid Aya Sofia, ikut bertadabur di musium Jalaluddin Rumi, dan ikut merasakan betapa pahitnya kopi khas Turki di kedai kopi Tahmis Kahvesi. Semua ini membuktikan bahwa Api Tauhid disusun berdasarkan riset fakta yang sangat luar biasa.

  • Runtuhnya Khilafah dan Awal Mula Derita di Palestina

Sebagai novel sejarah Api Tauhid menghadirkan tokoh ulama Badiuzzaman Said Nursi yang hidup di tengah-tengah revolusi Turki. Ia harus beberapa kali menghadapi pergolakan dan bertentangan dengan pemerintah karena memegang prinsip keislaman dan menginginkan Turki menjadi negeri adidaya kembali. Dalam perjuangannya, Badiuzzaman bahkan tak jarang mesti keluar masuk penjara dan pengasingan.

Pemerintahan absolut yang segala sesuatunya harus berdasar pada titah sultan, pada akhirnya membuat rakyat jemu. Selama 30 tahun lembaga perwakilan dibekukan, selama itu pula rakyat memupuk ketidaksukaan kepada sultan. Menjawab keresahan rakyat, lahirlah dua kelompok yang menginginkan perubahan. 

Kelompok nasionalis dan kelompok agamis. Kedua kelompok ini menginginkan kemajuan Turki dengan cara yang berbeda. Kelompok nasionalis menginginkan perubahan dalam setiap segi pemerintahan, konsep pemerintahan, dan jika bisa sampai ke akar-akarnya. Sementara kelompok kedua menginginkan perubahan dan perbaikan tanpa merubah atau mengganti fondasi pemerintahan.

Walau demikian, kedua kelompok ini menyepakati bahwa pemerintahan yang berkuasa saat itu amatlah korup. Konon setiap kebijakan yang keluar pun seringnya adalah kebijakan yang menyepelekan masalah/persoalan rakyat. Oleh karenanya, maka tak heran sebuah pemerintahan dengan luas kekuasaan hampir separuh dunia itu akhirnya goyah.

Keterpurukan Turki semakin menjadi ketika ia ikut andil dalam perang dunia pertama. Sebuah negara yang sedang tidak stabil ada dalam amukan perang. Maka hasilnya akan mudah ditebak, Kesultanan Turki Utsmani pada akhirnya kalah, tumbang bersama Kekaisaran Jerman, Bulgaria, dan Austria-Hungaria.

Dari peristiwa inilah Badiuzzaman menyaksikan beberapa daerah pemerintah Turki Utsmani terpecah belah hingga yang tersisa hanyalah daerah Turki. Sebagian dari mereka memerdekakan diri, dan sebagiannya lagi menjadi rampasan perang. Julukan Turki sebagai ‘The Sick Man’ (orang sakit) pun menjadi julukan yang amat memalukan. Semua itu mencapai klimaks ketika kelompok nasionalis membuat revolusi dan menuduh bahwa biang keladi dari kemerosotan Turki adalah khilafah.

dakwah.id
dakwah.id

Mustafa Kemal sebagai pemimpin kelompok nasionalis kemudian merebut paksa pemerintahan, mengusir sultan, dan pada tanggal 3 Maret 1924 mendeklarasikan bahwa ideologi khilafah di tanah Turki dihapuskan. Tepat pada tanggal itulah imperium yang berkuasa lebih dari 600 tahun resmi berakhir.

Dalam Api Tauhid, kita dapat memandang kondisi Turki melalui mata Badiuzzaman. Betapa sedihnya, betapa terpukulnya hati ketika menyaksikan Islam dalam simbol Turki Utsmani tercerai berai. Bahkan daerah Palestina yang terus bergolak sampai saat ini pun diceritakan pemicu awalnya adalah karena kebokbrokan Kesultanan Turki Utsmani. 

Turki dalam komando Mustafa Kemal, yang kemudian mendapat gelar Attaturk seketika diubah menjadi negara sekuler yang memisahkan kehidupan bernegara dengan agama. Setelah perubahan sistem kenegaraan, Mustafa menerbitkan pula peraturan-peraturan yang cukup ‘berani’. Misalnya peraturan penggunaan huruf Arab ditiadakan, setiap mengumandangkan adzan harus menggunakan bahasa Turki, tempat-tempat ibadah besar dialihfungsikan menjadi museum, simbol agama harus ditiadakan, sampai dengan larangan penggunaan niqab serta jilbab.

  • Simpulan

Kegetiran, ketegangan, dan terbangunnya kembali jiwa adalah sedikit dampak yang akan dirasakan ketika membaca novel sejarah Api Tauhid ini.

Kang Abik melalui Api Tauhid-nya seakan-akan mengumandangkan kembali apa yang pernah disampaikan Bung Karno, ‘JASMERAH’ jangan sekali-kali melupakan sejarah. Sejarah adalah sumber belajar dan cerminan dalam mengambil sikap di masa yang akan datang.

Membaca novel sejarah Api Tauhid juga akan mengingatkan kita sedikit banyaknya pada Bumi Manusia. Dengan konsep yang sama ‘novel sejarah’ Kang Abik dan Pram berhasil menghidupkan kembali api semangat yang berkobar pada masa silam.

Sebagai tambahan, masa di mana Badiuzzaman Said Nursi hidup adalah sama dengan masa hidupnya Syaikh Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdatul Ulama), dan KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah). Melalui kedua tokoh ulama-agamawan ini tentunya kita bisa merasakan perkembangan Islam di Indonesia. Akan sangat luar biasa jika di luar sana ada seorang novelis atau pengarang yang mampu menyusun kisah heroik keduanya ke dalam medium novel dengan kobaran semangat islam dan cinta tanah air layaknya Api Tauhid.

  • Epilog

Di antara yang paling penting yang telah aku pelajari dan aku dapatkan dari kehidupan sosial manusia sepanjang hidup adalah bahwa yang paling layak untuk dicintai adalah cinta itu sendiri, dan yang paling layak dimusuhi adalah permusuhan itu sendiri. Faktor-faktor yang melahirkan cinta adalah keimanan, keislaman, dan kemanusiaan serta berbagai mata rantai nurani yang kokoh dan benteng maknawi yang tangguh”.-Badiuzzaman Said Nursi (Api Tauhid, Halaman 372).***

Penulis: Dede Rudiansah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun