Mungkin aku harus menyimpan ponselku ini agak jauh dariku, dan aku akan memerhatikannya sambil mencoba menghitung mundur, seperti bom waktu. Dari angka lima puluh rasanya cukup. Aku mulai...
Lima puluh, empat puluh sembilan, empat puluh delapan, empat puluh tujuh, empat puluh enam, empat puluh lima, empat puluh empat, empat puluh tiga, empat puluh... Tolonglah jangan sampai dia mengingkari janjinya.
'Aku akan meneleponmu jam sembilan malam' itu yang dia katakan padaku. Setelah seminggu tidak bicara, kenapa dia tiba-tiba berkata seperti itu? Padahal aku juga tidak menginginkan dia bicara seperti itu.
Untuk mencairkan suasana di depan gerbang tadi aku rasa cukup dengan mengatakan 'hay' atau 'halo' tapi kenapa dia memilih, dan tiba-tiba pula mengucapkan 'Aku akan meneleponmu jam sembilan malam'? Kenapa? Ada apa?
Tidak. Tidak. Tidak. Aku harus berhenti berpikiran jelek seperti ini. Coba dengar, seorang pemuda berjanji akan menelepon seorang gadis, dan jarak antara si pemuda dan si gadis tidak diketahui. Si gadis sedang ada di rumah, di sebuah ruangan sedang berbaring di kamarnya, tidak ada alasan yang cukup membuat si gadis tidak menerima sebuah panggilan di ponselnya. Sedangkan si pemuda, entah ada di mana, di dalam ruangan kah, atau di luar ruangan kah? Tidak ada yang tahu, ada badaikah, atau ada taufan kah di tempat si pemuda? Juga tidak ada yang tahu. Tampak banyak sekali alasan kenapa dia tidak bisa menelepon si gadis.
Badai? Taufan? Aaah... Kenapa ponsel jelek ini masih belum berdering? Tolonglah, tak bisakah kau berdering? Memang sulit ya? Dasar benda sial, lihat saja aku akan membantingmu ke lantai, biar kamu tahu rasa!
Empat puluh dua, empat puluh satu, empat puluh... Barangkali aku harus menyelesaikan hitunganku dulu. Tiga puluh sembilan, tiga puluh delapan, tiga puluh tujuh...
Aku tidak akan curang Tuhan. Aku berjanji akan menyelesaikan hitunganku, walaupun nanti tepat dihitungan dua puluh dia memanggilku. Aku akan tetap menyelesaikan hitungan ini, dan aku berjanji akan sebentar mengabaikannya.
Tiga puluh enam, tiga puluh lima, tiga puluh empat....
Seorang pemuda yang selama satu minggu tidak bicara dengan seorang gadis, tiba-tiba ingin bicara lewat ponsel, mungkin sedang merencanakan sesuatu. Mungkin saja dia pura-pura akan meneleponku. Namun, yang sebenarnya malah dia akan memberikan kejutan dengan langsung datang ke rumahku. Bisa jadi. Aku harus menghapus kesenduan di wajahku ini.
Laki-laki kadang tidak suka mendapati seorang wanita dalam kondisi sedih. Cengeng. Walau menurutku sebenarnya mereka sangat senang menghadapi wanita yang suka merajuk, manja dalam kelemahannya, dan cenderung malah tidak menyukai wanita yang tegar serta berani.