Proses adaptasi ini tampak di beberapa lembaga penyelenggara pendidikan yang memang masih terdapat kesenjangan dalam pengimplementasiannya. Sebut saja beragam tantangan, seperti pada ranah kompetensi/kesiapan guru, penyesuaian sarana-prasarana sekolah, serta pembaruan pola pikir masyarakat (khususnya orang tua murid).
Salah satu contohnya terjadi di salah satu SLTP di Kota Cirebon (tempat dulu saya mengajar). Sekolah tersebut, secara formal sudah menggunakan Kurikulum Merdeka, hanya saja dalam praktiknya belum begitu tampak. Pembelajaran masih berpusat pada guru dan diferensiasi dalam pembelajaran pun belum ada.
Adapun justru yang cukup mencolok terkait perubahan dari dieterapkannya Kurikulum Merdeka hanya tampak dari adanya kegiatan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) saja. Selain itu, tampaknya hampir serupa dengan implementasi kurikulum sebelumnya, belum terlalu ada perubahan.
Semuanya membutuhkan waktu, proses, setahap demi setahap, dan tidak instan. Terlebih jika kita ingat usaha perubahan paradigma dalam pendidikan nasional ini baru berjalan kurang lebih satu tahun. Masih membutuhkan waktu dan penyesuaian dari segala sisinya.
Dalam hal ini semua pihak dan elemen pun diharap untuk bisa ikut andil dalam usaha perubahan, mulai dari guru, kepala sekolah, orang tua murid, sampai dengan masyarakat pada umumnya. Mari bersama-sama mewujudkan visi pendidikan nasional Indonesia untuk mencetak Pelajar Pancasila.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H