Saat Ini Saja, Sajak yang Tak Mengandung Bara (untuk Mereka yang Akan di Wisuda)
Matahari terbit pagi ini, menjelma bagai Durga di sungai gangga. Mengintip di balik tirai, mengilaukan bunga dari pohon mangga yang akan berbuah di taman itu.
Dan kini, ia tepat di depan mata kita. Menyala, menjadi saksi kita berkumpul di sini.
Aku tulis sajak ini, hanya untuk menghibur hati. Sudah, keras, membara, itu di masa muda. Dan kini, masa, tinggal dua penggallah jadinya.
Aku berdiri di sini, dan kau mungkin masih sibuk dengan hatimu sendiri. Tapi sudah kawan, bantulah sejenak. Kenang, kenanglah sejenak bekas luka di punggungmu itu.
Kenanglah masa muda kita yang gemilang. Dan masa sekarang yang hampir rampung. Dan dengan lega akan kita lunaskan.
Lihatlah tahun-tahun kita penuh warna. Tahun-tahun keras membara. Tahun-tahun yang selalu bangkit. Melewatkan tahun-tahun lama yang porak poranda.
Tiba-tiba aku teringat ucapan Rendra "Sesungguhnya kita bukan debu meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu. Kita adalah kepribadian dan harga kita adalah kehormatan kita."
Tengoklah lagi ke belakang, kawan. Ke masa silam yang tak seorang pun kuasa menghapusnya.
Hari ini kita berkumpul di sini, memenuhi aturan semesta. Menunaikan puncaknya awal, memperingati purnanya pertemuan.
Ingatlah, tahun-tahun penuh warna. Ditempa oleh gelombang, ditatah ratusan badai. Kenang, kenanglah sejenak bahwa kita selalu bertekad menjadi koma.
Aku tulis sajak ini, hanya untuk menghibur hatimu. Sudah, keras, membara, itu di masa muda. Dan kini, masa tinggal dua penggallah jadinya.