Ketika kita membicarakan film horor, sebenarnya kita sedang membicarakan tentang suatu genre/jenis film yang memiliki motivasi untuk menghasilkan emosi yang menakutkan terhadap penonton. Motivasi untuk menghasilkan rasa takut ini terus berkembang sejak era film bisu hingga saat ini. Perkembangannya dipengaruhi oleh banyak hal, baik dalam konteks zaman, kondisi sosial politik dan budaya yang tergambar dalam wujud makhluk yang menyeramkan hingga pengaruh teknologi, termasuk kehadiran teknologi suara. Saat anda menonton film horor, bayangkan apa yang terjadi jika film tersebut anda tonton tanpa suara sama sekali. Paling tidak, bayangkan anda menonton film Paranormal Activity tetapi dengan gambar hitam putih dan tanpa suara (hanya musik seperti saat anda menonton film bisu The Artist, misalnya). Tentu, ada suatu sensasi yang bagi generasi kita hilang dari film tersebut. Sensasi yang hilang tersebut adalah salah satu contoh pengaruh teknologi suara dalam film horor. Pertanyan pun timbul, Sampai sejauh mana sebenarnya pengaruh teknologi suara terhadap perkembangan film horor itu sendiri? Fase Transisi Titik awal kehadiran suara dalam film horor dapat kita lihat dari  film Hollywood Drakula yang dirilis bulan Februari 1931. Film tersebut dirilis tiga bulan sebelum Hollywood mengakhiri fase transisinya dari film bisu ke film suara dimana dipelopori oleh film The Jazz Singer yang rilis oktober 1927 . Film-film lain yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan suara dalam film horor adalah film Frankenstein (1931) dan Freaks (1932). Pada masa sebelum kehadiran suara, film horor ditekankan pada bentuk/wujud.  Kita dapat melihat hal ini dari bentuk-bentuk tokoh dan monster yang menakutkan atau ditampilkan dalam wujud  yang tidak lazim (gigi, telinga, hidung, kuku dan anggota tubuh lainnya). [caption id="attachment_195745" align="alignnone" width="400" caption="Gambar perwujudan Nosferatu, sumber : http://www.velcro-city.co.uk"][/caption] Kehadiran teknologi suara menjadikan perkembangan dalam hal eksplorasi horor semakin meluas. Bayangkan saja, pada masa film bisu, kita hanya melihat bentuk/wujud yang menyeramkan. Ketika hadirnya teknologi suara, kita dapat mendengar suara dari bentuk/wujud yang menyeramkan tersebut. Tentu, kita akan mendapat efek Uncanny yang jauh lebih besar dari generasi sebelumnya. Apa itu Uncanny? The Uncanny Konsep Uncanny sebenarnya adalah kunci penting dalam perkembangan film horor. Uncanny adalah salah satu kajian psikoanalisa yang digagas oleh Sigmund Freud. Freud mendefinisikan The Uncanny sebagai kondisi keterbatasan akal dan intelektual dalam memahami objek, bentuk, atau situasi sehingga menimbulkan perasaan yang menakutkan pada diri kita. Freud juga percaya bahwa uncanny bisa terjadi dari sesuatu dari kehidupan biasa yang familiar, kemudian menjadi asing dan meyeramkan. Dalam perkembangan film horor, uncanny diwujudkan dalam berbagai bentuk elemen dalam sinema. Sebagai contoh pemilihan scene malam ketimbang siang dalam film horor. Hal ini terjadi karena dalam situasi kegelapan, kita mendapatkan impresi (uncanny) yang jauh lebih kuat dibandingkan siang. Objek, bentuk, situasi saat malam hari menjadi rabun/tidak jelas saat malam dibandingkan saat siang hari. Ketidakjelasan itulah yang pada akhirnya menimbulkan ketakutan. [caption id="" align="alignnone" width="460" caption="Scene Malam Hari dalam Film Paranormal Activity, sumber : http://www.guardian.co.uk/"]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI