Surade merupakan sebuah kecamatan yang terletak di bagian selatan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Secara geografis, Surade berbatasan langsung dengan Samudra Hindia di sebelah selatan, menjadikannya salah satu wilayah strategis dalam pengembangan sektor perikanan dan pariwisata. Tidak hanya dikenal dengan pesona alam Pantai Ujung Genteng, tetapi Surade juga memiliki peran penting dalam sejarah Kabupaten Sukabumi, baik dari aspek sosial maupun ekonomi. Dengan keindahan alam yang masih asri dan budaya lokal yang kental, Surade menjadi pusat kehidupan masyarakat di pesisir selatan Sukabumi.
Sejarah Surade
Surade, sebuah kecamatan yang terletak di pesisir selatan Kabupaten Sukabumi, tidak hanya menarik perhatian karena keindahan alamnya, tetapi juga karena kekayaan sejarah yang melekat di dalamnya. Menyusuri jejak awal sejarah Surade membawa kita pada masa di mana wilayah ini menjadi bagian dari peradaban kuno masyarakat Sunda. Wilayah Sukabumi, termasuk Surade, dulunya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran, sebuah kerajaan besar yang pernah berjaya di tanah Pasundan.
Nama "Surade" sendiri mengandung banyak interpretasi dari masyarakat lokal. Beberapa menyebut bahwa kata "Surade" berasal dari gabungan kata "Surya" (matahari) dan "Ade" (besar), yang menggambarkan wilayah ini sebagai tempat yang diterangi oleh sinar matahari yang kuat, simbol harapan dan kelangsungan hidup. Namun, ada juga legenda setempat yang mengisahkan bahwa nama Surade berasal dari seorang tokoh masyarakat bernama Raden Ade, yang dianggap sebagai pendiri desa ini. Raden Ade, menurut cerita rakyat, adalah seorang bangsawan keturunan Pajajaran yang berperan besar dalam membangun komunitas masyarakat di pesisir selatan ini, menjadikannya pusat perdagangan dan pertanian di kawasan tersebut.
Pada masa awalnya, masyarakat Surade hidup dalam harmoni dengan alam, terutama karena posisi geografisnya yang diapit oleh perbukitan dan laut. Kehidupan mereka sangat bergantung pada sektor pertanian dan perikanan. Sistem pertanian tradisional yang diterapkan, seperti huma (ladang berpindah), mencerminkan kearifan lokal yang sangat erat dengan prinsip menjaga keseimbangan alam. Selain itu, perikanan juga menjadi sumber utama kehidupan bagi masyarakat pesisir. Mereka memanfaatkan perairan Samudra Hindia yang kaya untuk mencari ikan dan komoditas laut lainnya, yang kemudian diperdagangkan dengan wilayah-wilayah tetangga.
Komunitas masyarakat awal Surade juga dikenal kuat dalam menjalin hubungan sosial melalui sistem gotong royong dan adat istiadat yang hingga kini masih bertahan. Mereka menggelar berbagai upacara adat untuk merayakan panen atau mengucap syukur kepada dewa-dewa yang dipercaya mengatur alam semesta. Salah satu tradisi yang masih diingat oleh para sesepuh adalah Sedekah Laut, sebuah ritual persembahan kepada laut untuk meminta keselamatan dan rezeki melimpah.
Surade juga dikenal sebagai salah satu jalur perdagangan yang penting pada masa kerajaan Sunda, terutama karena letaknya yang strategis di dekat pesisir selatan. Para pedagang dari wilayah pedalaman Sukabumi hingga Banten sering menggunakan jalur laut untuk bertransaksi dengan daerah-daerah di pesisir selatan Jawa atau bahkan dengan para pedagang dari Pulau Sumatra. Hal ini membuat Surade tidak hanya dikenal sebagai daerah agraris, tetapi juga memiliki peran penting dalam lalu lintas perdagangan antarwilayah.
Selain kehidupan agraris dan perdagangan, Surade juga menyimpan banyak situs sejarah yang terkait dengan masa kejayaan Pajajaran. Beberapa peninggalan, seperti batu-batu besar yang dianggap sebagai situs pemujaan leluhur, masih ditemukan di beberapa desa di Surade. Situs-situs ini sering dikunjungi oleh para peziarah yang ingin menghormati leluhur mereka atau sekadar mencari berkah dari kekuatan spiritual yang dipercaya masih ada di wilayah tersebut.
Dengan demikian, sejarah awal Surade bukanlah sekadar kisah sebuah desa kecil di pesisir, tetapi merupakan bagian dari perjalanan panjang peradaban masyarakat Sunda yang kaya akan budaya, tradisi, dan kepercayaan. Wilayah ini telah memainkan peran penting dalam sejarah lokal, baik sebagai pusat kehidupan masyarakat agraris, jalur perdagangan penting, maupun sebagai bagian dari Kerajaan Pajajaran yang berpengaruh di Jawa Barat.
Pengaruh Sejarah Kolonial.
Pada masa kolonial Belanda, Surade tidak lepas dari pengaruh pemerintahan kolonial yang mendirikan beberapa infrastruktur penting di wilayah ini. Surade menjadi salah satu titik yang digunakan untuk jalur distribusi hasil bumi dari wilayah pedalaman Sukabumi menuju pesisir selatan. Selain itu, kebijakan tanam paksa (cultuurstelsel) yang diterapkan Belanda juga mempengaruhi ekonomi lokal, terutama dalam sektor perkebunan. Namun, meskipun ada tekanan kolonial, masyarakat Surade tetap mempertahankan budaya Sunda, seperti upacara adat dan kesenian tradisional.
Perkembangan Ekonomi dan Sosial
Setelah masa kemerdekaan, Surade mengalami perkembangan yang signifikan, terutama dalam sektor ekonomi. Dengan posisinya yang dekat dengan pantai, sektor perikanan menjadi penggerak utama ekonomi lokal. Selain itu, pembangunan infrastruktur jalan yang menghubungkan Surade dengan wilayah lain di Sukabumi semakin memperkuat peran Surade sebagai pusat perdagangan. Di bidang pendidikan, pemerintah setempat mulai mendirikan sekolah-sekolah untuk memberikan akses pendidikan kepada generasi muda. Seiring berjalannya waktu, desa-desa di Surade berkembang menjadi lebih modern, namun tetap mempertahankan kearifan lokal.