Mohon tunggu...
Kang Deden A.H
Kang Deden A.H Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis buku Best Seller, Di Balik Runtuhnya Turki Utsmani, Jejak Kekhalifahan Turki Utsmani di Nusantara, Revolusi Sosial Muhammad, Bergembira di Jalan Dakwah, Meniti Jalan Takwa, Mata Air Kepemimpinan Rasulullah. Pengajar. Pengasuh Pesantren Mahasiswi Asma Amanina.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pengenalan Awal Nusantara

28 Februari 2021   14:25 Diperbarui: 2 Maret 2021   08:32 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak diragukan lagi bahwa beberapa wilayah di Nusantara mulai dikenal dalam sejarah karena adanya aktivitas perdagangan jalur laut yang terhubung dengan wilayah timur (Cina) dan barat (India). Menariknya wilayah Nusantara itu tidak dikenalkan oleh sumber-sumber lokal Nusantara, tetapi justru melalui sumber Cina, India, bahkan Yunani. Dalam sumber Cina dari abad ke-3 untuk pertama kalinya disebutkan wilayah Ko-Ying yang diidentifikasi terletak di Nusantara bagian barat (pulau Sumatera). Tetapi, nampaknya informasi tentang wilayah Ko-Ying tidak didapatkan secara langsung oleh orang-orang Cina, melainkan melalui orang-orang Funan.[1] Minat Cina terhadap Funan menyebabkan mereka, secara tidak langsung, mengenal juga daerah-daerah lain di Asia Tenggara, mungkin melalui para pedagang di Funan.

Namun dalam kajian W.P. Groeneveldt tidak disebutkan sama sekali tentang wilayah Ko-Ying ini. Kemungkinan dia tidak menganggap berita tentang Ko-Ying sebagai sebuah sumber yang cukup penting. Saya menyimpulkan demikian karena Groeneveldt telah melakukan kajian yang sangat serius dan mendalam mengenai persoalan Nusantara dalam catatan Tionghoa yang kemudian dia bukukan dengan judul Historical Notes on Indonesia & Malaya Compiled from Chinese Sources. Dalam kajian itu dia menerjemahkan Sejarah Dinasti yang terdiri dari 900 jilid, Yingya Shenglan, Xingcha Shenglan, Hai Yu, Dong Xi Yang Kao, Fo Guo Ji, Taiping Huanyu Ji, dan Bencao Gangmu. Selain itu dia juga banyak sekali membaca sumber-sumber Cina yang tidak diterjemahkannya. Pada intinya, sekali lagi, dia telah melakukan kajian yang sangat serius dan mendalam tentang gambaran Nusantara dalam catatan Cina, tetapi dari sekian banyak kajiannya tidak sedikit pun dia menyinggung masalah Ko-Ying.

Groeneveldt hanya menyebutkan tentang catatan perjalanan seorang bhiksu (pendeta Budha) yang bernama Faxian. Dalam catatannya diceritakan bahwa dia melakukan peralanan ke India melalui jalur darat untuk mencari ajaran Budha pada awal tahun 400 Masehi. Tetapi dalam perjalanan pulangnya dia memilih jalur laut dengan menumpang sebuah kapal barang besar dari Sri Langka yang membawa sekitar 200 orang. Di tengah perjalanan, dia sempat singgah di sebuah negeri yang disebut Ya-va-di. Kedatangannya di Ya-va-di terjadi pada tahun 414. Menurut penuturan Faxian di negeri itu banyak terdapat para heretic (penyembah berhala) dan brahman (penganut Hindu), tetapi sedikit sekali penganut Budha. Setelah tinggal selama lima bulan di negeri itu, Faxian kembali melanjutkan perjalanannya ke Cina.[2]

Nama Ya-va-di kemungkinan adalah kependekan dari Yava Dwipa yang digunakan oleh orang-orang India untuk menyebut Jawa. Nama ini juga dituliskan oleh Ptolemaeus dengan Jabadiu, meskipun kemungkinan besar dia mendapatkan informasi tentang nama itu juga dari India. Dari berbagai perincian yang disampaikan tentang Ya-va-di, Yava Dwipa atau Jabadiu, semuanya merujuk pada wilayah Jawa.

Demikian penjelasan singkat mengenai kemunculan awal wilayah di Nusantara dalam catatan Cina. Sedangkan dalam sumber India catatan-catatan tentang Nusantara di antaranya terdapat pada kitab Ramayana yang ditulis oleh Kiskindha Kanda. Dalam kitab itu disebutkan nama Suvarnadvipa yang pada abad selanjutnya dikenal sebagai Sumatera.[3] Dongeng-dongeng Jataka juga melukiskan pelayaran-pelayaran menuju Suvannabhumi, yang berarti "Negeri Emas". Levi menafsirkan Suvannabhumi ini terletak di sebelah timur teluk Benggala.[4] Sebutan "Negeri Emas" ini nampaknya sesuai dengan penyebutan wilayah Chryse yang terdapat dalam teks Yunani, Peripulus of The Erythrean Sea.[5] Dalam teks itu disebutkan bahwa Chryse merupakan wilayah yang menghasilkan banyak sekali emas. Sehingga, dapat disimpulkan dari sumber-sumber tersebut bahwa Sumatera yang terletak di sebelah timur teluk Benggala telah dikenal sebagai penghasil emas yang besar.

Demikianlah sumber-sumber asing memberikan catatan awal mengenai wilayah Nusantara. Meskipun tidak terlampau banyak, sumber-sumber tersebut cukup memiliki peran penting dalam memberikan gambaran awal tentang budaya, kondisi dan kekayaan Nusantara. Selanjutnya tugas para sejarawan untuk mengumpulkan lebih banyak puzzle sejarah agar jati diri Nusantara semakin terlihat lebih jelas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun