Semoga hari ini senatiasa dalam lindungan Tuhan dan senantiasa terus bersyukur atas nikmat-Nya, aamiin. Jangan lupa seduh kopinya kawan-kawan untuk mengusir rasa kantuk yang hinggap, he he .... Yuuk ngopi.
Kawan-kawan semua, kita ketahui bersama bahwa setiap tahun lembaga pendidikan formal (setingkat SMA/SMK dan Universitas/Perguruan tinggi) melepaskan lulusannya.Â
Harapan besarnya adalah semua lulusan dapat diserap oleh industry. Ini adalah orientasi yang saat ini tertanam baik pada siswa/mahasiswa maupun  guru/dosen. Tidak ada yang salah karena itu adalah harapan dan cita-cita yang baik dan saya yakin semua juga harapannya sama.
Tapi apakah itu semua dapat terealisasi dengan sesuai harapan ... ?, bisa iya dan bisa juga tidak. Coba kita batasi bahasannya pada lulusan SMA/SMK saja, katakanlah distribusinya adalah (30% masuk kuliah, 30% terserap industry dan 40% yang tidak bisa kuliah dan tidak terserap industry). Kemudian yang menjadi permaslahan adalah yang 40% ini dialokasikan kemana ... ?.Â
Berwirausaha ... ? apakah sudah punya bekal ilmunya ... ?, tentu belumkan karena di SMA/SMK tidak diajarkan untuk berwirausaha tapi justru diajarkan untuk jadi tenaga industry. Jika dipaksakan untuk berwirausaha kemudian mengalami kegagalan ditahap awal usaha tentunya yang terjadi adalah down spirit. Kita tentunya tidak bisa menyalahkan sekolah, kenapa tidak mengajarkan wirausaha pada siswanya.Â
Tapi ada juga sekolah yang mengajarkan wirausaha, saya waktu di SMK sempet dapat pelajaran kewirausahaan, tapi hanya sebatas pada teori dasar yang tentunya tidak akan bisa untuk bekal siswa setelah lulus jadi seorang wirausahawan.
Kawan-kawan sambil sruput kopinya, coba kita pikirkan yang 40% ini (tidak terserap industry) mau dikemanakan ... ?. Mohon maaf tentunya ini adalah yang bisa kita istilahkan "pengangguran". Sedihkan kawan-kawan ... ?.Â
Diusia produktif malah tidak menghasilkan karya apa-apa. Apalagi kekinian kita dapat bonus demografi, dimana usia produktif mendominasi seluruh jumlah penduduk Indonesia.Â
Di Jawa Barat usia produktif nya mencapai 80% dari jumlah penduduk Jawa Barat. Mari kawan-kawan kita bersama diusia produktif ini kita memposisikan diri sebagai asset pembangunan bukan sebagai beban pembangunan.
Kita ini bangsa timur yang senantiasa menjunjung tinggi kebersamaan (gotong royong), jangan sampai kemudian budaya kebersamaan ini dikalahkan oleh jiwa indivudualisme.Â
Kawan-kawan kita tidak bisa mengandalkan atau menuntut sekolah untuk mengajarkan siswanya ilmu kewirausahaan. Kita bisa bayangkan jika ada suatu wadah yang anggotanya adalah pemuda dan didalam wadah tersebut berlangsung secara berkesinambungan pendidikan-pendidikan tentang kebersamaan, wirausaha, kepemudaan dan lainnya yang mengarah pada aktivitas positif.