Aku paling benci kalo denger kata bego, apalagi kalo ada orang yang ngatain aku bego. Tapi, semenjak ada Raka dalam kehidupanku, aku harus rela dicap bego oleh teman-temanku. Gimana enggak, baru dua bulan jadian, Raka udah mulai ingin menguasai hidupku. Aku merasa diteror, aku merasa duniaku berubah, hidupku udah nggak kayak dulu lagi. Setiap detik ponselku berdering dan aku harus siap menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sama setiap harinya..” cinta lagi ngapain?”, “ cinta lagi dimana?”, “ cinta pergi sama siapa?” Duuh.. pertanyaannya bikin aku gila..I’m going to be crazy because of him.. Gimana enggak, Setiap hari Raka hapal jadwal kegiatanku, kenapa juga dia mesti nanya lagi aku lagi ngapain, aku lagi dimana? Semua pertanyaannya jadi kedengaran basi banget.
Itu semua belum seberapa. Ada satu sikapnya yang bikin aku mati berdiri. Raka tuh childish banget. Sikapnya kekanak-kanakan. Kalo sms nya telat dikit aja di reply, wah…dia bakal nelponin aku sampai dia tahu kenapa sms nya gak dibalas. Padahal kan aku lagi dikantor, dan lagi sibuk dengan kerjaan yang menggunung dimeja kerjaku. Raka nggak akan perduli dengan kesibukanku. Kapanpun dia butuh aku, aku harus ada untuknya. Seringkali aku sengaja tak mengangkat telpon darinya. Bukan karena jenuh atau apa. Seringkali Raka menelpon pada jam kantor, dan aku tengah sibuk-sibuknya menyelesaikan pekerjaanku. Dan Raka nggak pernah bisa sebentar kalo udah ngomong ditelpon. Terkadang hingga hitungan jam. Aku kan nggak enak dengan teman kantor yang laen. Perusahaan membayarku untuk bekerja bukan untuk ngobrol pada saat jam kerja. Dan Raka nggak pernah mau ambil perduli dengan semua itu. Setiap kali aku berusaha membahas masalah ini dengannya, ia hanya terus-terusan memberiku janji untuk berubah dan nggak akan bersikap seperti itu lagi. Tapi, kenyataannya, Raka hanya bisa berjanji tanpa bisa memenuhi janjinya.
Bukan sekali dua kali kami bertengkar, tiada hari tanpa pertengkaran. Dan yang paling menggelikan setiap kali bertengkar selalu karena masalah yang sama, masalah telpon. Kalau sudah begitu bukan berarti masalahnya selesai. Pertengkaran hanya menimbulkan masalah baru yang jauh lebih ironis. Selama masa perang dingin (aku menyebutnya begitu setiap kali kami bertengkar ), aku lebih suka menyendiri. Tak ku acuhkan telpon dan sms dari Raka. Aku bener-bener ingin tenang dulu dan nggak ingin membuat keputusan yang salah ditengah-tengah emosi yang memuncak. Dan aku selalu memberitahu Raka kalau aku ingin menenangkan diri dan sedang tak ingin diganggu. Tapi, bukannya ketenangan yang aku dapatkan melainkan depresi yang kian memuncak. Bayangkan saja, ditengah-tengah permintaan ku untuk cooling down, Raka justru menerorku dengan sms-sms bernada cengeng, yang bilang kalo aku nggak sayang lagi ke dia, bilang kalo mo bunuh diri aja, bilang kalo dia sama sekali ga berguna dalam hidup aku karena selama ini gak bisa bikin aku bahagia, bisanya cuma nambah-nambahin masalah dalam hidup aku aja..(Nah, itu nyadar..kenapa gak insyaf-insyaf ya? ), gimana aku gak jadi gila coba? Rasanya ne kepala mo meledak saking emosinya. Kepalaku bagaikan ditanami bom waktu yang siap untuk meledak kapan saja. Rasanya tu gregetan banget.
Mungkin hubungan ini sebuah kesalahan. Aku nggak berpikir panjang ketika memutuskan untuk menjalin hubungan jarak jauh dengan Raka. Aku hanya mengikuti kata hatiku saja kalo hubungan ini pasti kan berhasil. Dan aku pikir Raka pun begitu. Hubungan ini dimulai tanpa komitmen yang membahas secara mendetail hubungan jarak jauh yang akan kami jalani. Aku dan Raka hanya dua orang yang saling cinta dan berjanji untuk saling setia. Aku berasumsi bahwa Raka pun orang yang berpikir secara dewasa dalam menjalani sebuah hubungan. Aku ingin Raka bisa menyeimbangkan antara hubungan percintaan dan kehidupan pribadinya, termasuk kariernya. Aku seneng ada orang yang begitu perhatian dan menyayangi aku. Tapi, aku merasa terganggu ketika orang tersebut mulai menomor satukan aku dalam kehidupannya. Raka tak memperdulikan hal lain dalam hidupnya. Hanya aku yang ada dalam ingatannya sepanjang hari. Jujur, aku pun menyayanginya. Sudah beberapa kali aku memutuskan untuk melupakannya, tapi tak pernah berhasil. Aku menyayangi Raka. Sayangnya Raka tak pernah menyadari semua itu.
Raka selalu bersembunyi dibalik kata cinta setiap melakukan kesalahan. Dia berdalih melakukan semua itu karena dia begitu mencintaiku. Dia bahkan pernah mengaku menelpon ku setiap menit bukan karena ia kangen padaku, melainkan karena ia ingin tahu aku ada dimana, Raka mencurigaiku.. sungguh terlalu. Raka tak pernah memberikan kepercayaan padaku. Sungguh aku merasa hubungan ini adalah sebuah kesia-siaan. Hubungan tanpa kepercayaan didalamnya adalah sebuah omong kosong. Padahal aku memberikan kepercayaan penuh pada Raka.
Ketika kelelahan melanda ku karena beban pekerjaan yang begitu menguras seluruh energiku, biasanya masalah antara aku dan Raka kian meruncing. Di saat aku benar-benar ingin beristirahat, Raka justru menuntut perhatian penuh dariku. Aku bukannya tak memberinya perhatian, telepon darinya tetap kujawab meski tubuhku luar biasa lelahnya. Eh, begitu tahu keadaanku bukannya cepat-cepat menyudahi pembicaraan dan membiarkan aku segera beristirahat, Raka malah menahanku hingga setengah jam lamanya. Begitu aku ingin menyudahi pembicaraan eh, si Raka malah ngambek..dia bilang aku udah gak sayang lagi sama dia, gimana nggak sebel coba? Jelas aja aku jadi emosi. Kenapa sih dia nggak bisa ngertiin aku? Aku cuma butuh sedikit aja pengertian dari Raka.
Hari ini aku sudah memantapkan hati untuk mengakhiri semuanya. Semua kisah bodoh ini. Aku dan Raka sudah sepakat untuk bertemu tepat jam 1 siang ini. Telah ku kumpulkan tekad sedari kemaren untk menyudahi semua ini. Meski jujur ku akui kalo aku masih sayang padanya. Raka sebenarnya pria yg baik..dia sangat sayang padaku. Kesalahannya hanya satu, dia tidak pernah percaya kalo aku sayang padanya. Kecurigaan – kecurigaannya membuat ku gila. Andainya dia mau berubah demi aku. Jujur, ada kecewa yang tersimpan jauh di relung hati terdalam.
“ Hai sayang..kamu dah lama nunggu?” Raka berdiri tepat dihadapan ku. Mendaratkan sebuah kecupan dan membawa tubuh ku kedalam pelukannya. Hangat. Pelukannya masih seperti yang dulu. Pelukan yang selalu aku rindukan.
“ nggak kok aku baru aja nyampe..”. Kutatap wajahnya. Ada cinta yang begitu besar disana. Ada harapan – harapan indah tersirat disana. Apakah aku benar – benar harus membunuh semua itu? Mendadak ada ragu dalam hati ku.
“ trus kenapa mendadak bengong? kamu mo ngomongin apaan seh..katanya penting. aku bela – belain ninggalin kerjaan aku supaya bisa ketemu kamu sayang..”
“ nggak ada apa – apa kok sayang..aku cuma kangen aja sama kamu..kita kan dah lama banget ga ketemu..” Aku menenggelamkan diri dalam pelukannya. Menikmati hangat dan wangi tubuhnya.
Mungkin Agnes monica benar, cinta tak ada logika. Raka memang punya kekurangan, tapi dia juga punya kelebihan. Dia baik dan amat sayang padaku. No body’s perfect..tak ada manusia yang sempurna. Begitu pun Raka. Kesalahan terbesar Raka adalah dia teramat menyayangiku. Kesalahan yang indah bukan? Aku hanya butuh waktu untuk belajar memahami nya.
Pekanbaru, 05 Juni 2009
Cerita ku untuk mu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H