Jam di pergelangan tangan bu Ika sudah menunjukkan pukul 06.55. Bu Ika dan tim petugas upacara sudah gelisah. Anak-anak lain sudah berbaris dengan rapi, begitupun pak Yadi dan bu Ima, rekan guru di sekolah itu. Mereka menunggu kehadiran Mentari. Mentari biasanya tidak pernah kesiangan bahkan dia sering menjadi orang pertama yang datang ke sekolah. Kabar banjir bandang di sungai yang memisahkan dusun Mentari dengan Desa tempat sekolahnya berada belum sampai ke telinga warga desa. Jadi mereka masih menanti kehadiran Mentari yang akan menjadi petugas pembawa bendera Merah Putih.
Sesaat sebelum acara dimulai, dari kejauhan terlihat seorang murid berlari dan teriak. "Bu Ika...! Â Mentari gak akan datang, ada banjir bandang di Cisadae, dia gak bisa nyebrang bu, dan jembatannya hanyut". Bu Ika dan tim petugas upacara terkesiap, mereka bingung, karena yang akan membawa bendera merah putih adalah Mentari dan saat ini Mentarinya tidak hadir. Waktu terus berjalan, dan upacara harus segera dilaksanakan, terpaksa bu Ika minta bantuan anak kelas 6 yang pernah bertugas sebagai pembawa bendera. Dengan tetap semangat namun ada semburat kesedihan di wajah petugas upacara, peringatan kemerdekaan yang dilaksanakan sekolah tetap berjalan dengan sukses. Â
Seminggu kemudian. Jembatan bambu hasil gotong royong warga dusun kampung Pasalakan dan di bantu warga desa sekitarnya selesai. Warga yang akan ke desa sebelah sudah bisa menggunaknnya lagi, begitupun dengan Mentari. Hari ini Mentari berjalan dengan gontai saat sudah mencapai halaman  sekolahnya. Suasana sekolah masih sepi, hanya beberapa orang teman Mentari yang sudah datang. Tanpa sengaja Mentari melihat ke atas dan nampaklah bendera sang saka Merah Putih yang tidak baru lagi melambai-lambai seolah memanggil Mentari untuk mendekat. Tanpa menyimpan tasnya lusuhnya, Mentari langsung bersikap sempurna, melangkah perlahan  dan berjalan tegap dengan pandangan lurus kedepan seakan-akan dia sedang menjadi petugas upacara peringatan hari kemerdekaan.  Tanpa suara teman-temannya yang sudah hadir dan yang baru sampai melihat Mentari dengan perasaan haru. Tidak ada yang menegur ataupun mengganggu apa yang Mentari lakukan.
Kala Mentari tiba di depan tiang bendera, dia berhenti dan terkejut saat melihat simpul bendera yang tidak sempurna. Mentari memegang tali itu dan perasaannya bergetar.  Sesaat dia menatap ke depan dan ternyata bu Ika sudah berdiri tak jauh dari tempat Mentari berdiri. Bu Ika menganggukan  kepala seolah memberi perintah kepada Mentari untuk merapikan simpul tersebut. Seketika Mentari tersenyum dan dia paham arti tatapan dan anggukan kepala bu Ika. Dengan tenang dan penuh percaya diri, Mentari merapikan simpul itu, dia mundur dua Langkah dan memberi hormat kepada bendera Merah Putih dengan linangan airmata. Tak lama kemudian Mentari berbalik, dan kaget karena semua teman dan gurunya telah menyaksikan apa yang dia lakukan tadi. Rasa malu menyelimuti wajah Mentari, namun kemudian yang terdengar hanyalah  tepuk tangan dari seluruh murid dan guru SD yang ia cintai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H