Bermain adalah fitrah setiap manusia. Tidak ada satu manusia di dunia yang tidak melewati aktifitas bermain. Bahkan seorang nabi pun tetap bermain. Bermain merupakan kegiatan lintas budaya. Dibelahan dunia manapun tidak ada yang tidak mengenal bermain. Dunia anak adalah dunia bermain, bermain merupakan kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak dan bermanfaat untuk pertumbuhan dan berkonstribusi positif pada perkembangan kognitif, afektif, psikomotorik, dan kreativitas anak.
Bermain juga merupakan hal yang esensial bagi kesehatan anak-anak, meningkatkan afiliasi dengan teman sebaya, mengurangi tekanan dan wahana jelajah imajinasi anak. Setiap kegiatan bermain dapat menjadi sumber belajar, karena pada dasarnya bermain adalah proses experiental learning yang memberikan keleluasan pada pelakunya untuk mengalami dan merasakan secara langsung kegiatan yang dilakukan. Kebebasan yang terarah dalam bermain dapat mendukung daya imajinasi dan kreativitas anak serta dapat meningkatkan bakat dan kemampuaan anak.
Amstrong penulis ‘the best school’ asal America menyatakan bahwa bermain adalah proses yang terus berubah (dinamis) dan bersifat indrawi, interaktif, kreatif, dan imajinatif. melalui bermain anak belajar untuk bermasyarakat, berinteraksi dengan teman lainnya, belajar dalam bentuk hubungan sosial, belajar berkomunikasi dan cara menghadapi serta memecahkan masalah yang muncul dalam hubungan tersebut. Dalam bermain anak juga belajar memahami standar moral, tentang nilai-nilai yang baik dan buruk. Sehingga kejujuran, sportif, toleran, empati, dan senang bekerja sama terinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari anak yang pada akhirnya akan membentuk jiwa anak yang berkarakter baik. Bermain juga mendukung kebutuhan emosional, karena dalam bermain rasa senang, cemas dan takut kalah bercampur menjadi satu dan anak mengatasi emosi ini dengan cara yang konstruktif. Bermain juga memiliki peran penting dalam mengembangkan keterampilan-keterampilan yang berhubungan dengan basic life skill  seperti, keterampilan berkomunikasi, bernegosiasi, dan bekerja sama.
Herbert Spencer dalam Tadkirotun (2008) menyatakan bahwa anak bermain karena mereka mempunya energi berlebihan. Energi ini mendorong mereka melakukan aktivitas sehingga mereka terbebas dari perasaan tertekan. Dengan bermain kepribadian anak yang meliputi kemampuan kognitif, kapasitas sosial, dan fisiknya dapat berkembang secara optimal. Karena dalam bermain semua anggota badannya bergerak sehingga kematangan koordinasi antar anggota tubuh berkembang secara optimal. Maka, melalui berbagai permainan kelebihan energi yang dimiliki anak, dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran, baik bersifat formal maupun informal. Pembelajaran melalui permainan dapat mengoptimalkan kemampuan anak dalam membangun pengetahuannya tanpa rasa tertekan.
Piaget dalam Diana, menyatakan bahwa permainan sebagai suatu media yang meningkatkan perkembangan kognitif anak-anak. Permainan memungkinkan anak-anak mempraktikkan kompetensi-kompetensi dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dengan cara santai dan menyenangkan. Permainan dalam pembelajaran juga dapat menjadi penawar kebosanan. Vygotsky psikolog asal Rusia, menyatakan bahwa permainan adalah suatu setting yang sangat bagus bagi perkembangan kognitif anak. Terutama pada kegiatan bermain anak kecil yang penuh khayalan dan imajinasi. Ketika seorang anak bermain dengan sapu yang dianggap sebagai kuda dan mengendarainya, dalam imajinasi anak kegiatan imajiner tersebut seolah-olah nyata. Maka guru atau orang tua harus mendorong permainan imajiner semacam itu, karena meningkatkan kognitif anak, khususnya pemikiran kreatif.
Pepen (2004) mengemukakan beberapa alasan kenapa permainan dibutuhkan sebagai media pembelajaran yaitu,
1). Anak-anak membutuhkan pengalaman yang kaya, bermakna, dan menarik.
2). Otak anak senang pada sesuatu yang baru dan hal baru yang menentang dan menarik.
3). Rangsangan otak sensori multimedia penting dalam pembelajaran. Makin banyak
indra yang terlibat dalam satu aktivitas, makin besar pula kemungkinan siswa untuk belajar.
4). Permainan ( games) menyenangkan bagi anak.
Dari berbagai pandangan tentang bermain, tidak ada salahnya lembaga pendidikan formal ( guru) dapat memanfaatkannya sebagai salah satu metode pembelajaran di dalam atau di luar kelas. Bermain dalam pembelajaran dapat dilakukan guru dengan cara memberikan kebebasan kepada siswa dengan aturan yang telah ditentukan. Bermain dapat dijadikan sebagai kegiatan pembukaan, inti ataupun pengayaan (reinforcement). Namun harus diperhatikan dalam penggunaan media permainannya, media digunakan sebagai alat bantu pembelajaran untuk mempermudah anak memperoleh pengetahuan, jangan sampai penggunaan media dalam permainan malah membingungkan dan mempersulit anak dalam belajar. Dalam bermain pasti ada belajar. Belajarlah melalui bermain tetapi jangan main-main dalam belajar. Wallahu’alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H