Mohon tunggu...
dedeewae
dedeewae Mohon Tunggu... Atlet - common man

b positif thingking

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Babak Baru Pendidikan Kita

12 November 2019   20:54 Diperbarui: 20 November 2019   09:33 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar tidak harus di dalam kelas (dokpri)

Menurut Wikipedia Sekolah adalah lembaga untuk para siswa pengajaran siswa/murid di bawah pengawasan guru. Dalam sistem dimana siswa mengalami kemajuan melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar di sekolah dansbagian besar negara mewajibkan ini pada anak-anak usia sekolah.Dalam aktifitas ini kita lazim menyebutnya bersekolah. 

 Sayangnya masih banyak ketidak beresan dinegara ini entah itu keterpurukan ekonomi, ancaman disintegrasi, korupsi, bahkan kejahatan dan kriminal yang dipersalahkan atau menjadi kambing hitam adalah pendidikan kita. Sungguh ironi ya, sistem pendidikan kita seolah tidak ada benarnya

Lantas mampukah mentri pilihan Presiden menjawabanya?? Adalah seorang anak muda yang memegang tampuk pimpinan pendidikan dinegara ini dimana 45,3 juta jiwa pelajar plus 7 juta jiwa mahasiswa (2018) dinaunginya. Dan setiap tahu sekitar 2 juta jiwa anak setara Sekolah Menengah Atas justru tidak melanjutkan kuliah. Makin runyam lagi, pengangguran terdidik, khususnya jebolan Diploma 3 dan Sarjana itu, menghuni pengangguran terbesar Indonesia. Angkanya mendekati 900 ribu jiwa.

Celakanya lagi, Indonesia akan mengalami puncak bonus demografi pada 2030. Dimana populasi usia produktif bangsa kita dapat mencapai 100 juta jiwa. Usia usia produktif ini berada pada rentang 15-34 tahun. Usia yang di stempel dan diharapkan menjadi energi daya ungkit dalam menggenjot pembangunan, hal itu jika mereka semua memiliki daya saing kuat. Indeks daya saing Indonesia pada tahun 2018 berdasarkan paparan Global Competensi Indeks  bernilai 4.0, berada pada rangking 45 dari 140 negara.(redaksi ayo bandung.com)

Dan kali ini matematika data itu semua bisa berubah menjadi lebih baik manakala ada sebuah gerakan yang disebut pendidikan yang efektif, efisien, serta ternikmati dan terakses dengan baik untuk para calon penghuni usia produktif nanti.

Nadiem Makariem yang merupakan pemilik startup gojek didapuk menjadi  mentri pendidikan baru. Tentunya Beliau merasa tertantang dengan fenomena data itu. Atau malah mungkin makin pusing melihatnya, tetapi yang pasti, tongkat komando pendidikan tertinggi dipegangnya. Maka mau tidak mau harus menyelesaikan permasalahan pendidikan kit ini. Meskipum dalam sebuah wawancara, pendidikan kita dalam 20 hingga 30 tahun ini praktis tidak berubah banyak.

Kali ini sang Bos Gojek Nadiem Makariem menyandang berpredikat menteri Pendidikan Indonesiajilid 2 kepemimpinan presiden jokowi,  hanya diberi waktu 5 tahun saja, kawan-kawan. Dan, jangan lupa pula para suksesor sebelumnya adalah profesor ahli pendidikan dan teknokrat sejati. Sayangnya mereka juga tidak optimal.

Menurut saya, Nadiem haruslah terlebih dahulu mengubah mindset, kultur, budaya, kebiasaan jika ingin menerapkan revolusi pendidikan apalagi mengaitkannya dengan teknologi. Teknologi hanyalah merupakan alat pemicu. Sebagai alat bantu dan penentu tetaplah manusia.

Revolusi pendidikan yang berbasis teknologi bukanlah mengoyomatisasi teknologi pendidikan agar serba canggih, tapi hakikatnya adalah pembentukan kultur, ekosistem baru, dan terus menciptakan inovasi aplikatif bagi user dan stoke holder.

Bukan perkara mudah merubah budaya dan ekosistem pendidikan yang baik dinegara kita toh dari dulu setiap ganti mentri tentu ganti system pendidikan bahkan yang dulu tidak sering ganti mentripun juga belum dianggap berhasil.

Lantas bagaimana pendidikan itu seharusnya. Kita tidak pernah tahu dari arah mana yang benar, mungkin sudah waktunya kita berpikir out of the box agar apa yang kita lakukan juga diluar kebiasaan itu.  Kita butuh extra ordinary kebijakan. 

Mungkin sudah waktunya  para kaum muda yang lebih gesit, fleksibel, lincah, orisinalitas ide, kecepatan tindakan kita berikan dorongan yang lebih untuk memajukanya.

Memberi ruang, waktu, kesempatan, serta mensupport adalah  tindakan terbaik saat ini. Toh mau tidak mau kita juga harus menerimanya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun