Mohon tunggu...
Dede Ayu Lestari
Dede Ayu Lestari Mohon Tunggu... Guru - STAI AL-ANDINA SUKABUMI

Tidak hobi menulis hanya saja senang membagikan apa yang saya punya baik dari segi keilmuan, humor atau cerita.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Apa Itu Keluarga?

6 Juni 2023   18:42 Diperbarui: 6 Juni 2023   18:53 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Marahari dengan malu menyinari pagi hari ini dengan ditutupi oleh awan yang gelap. Tidak ada hujan hanya mendung saja. Tidak ada tanda-tanda akan turunnya hujan. Hanya sebatas matahari pagi yang tertutup oleh awan yang gelap.

Pagi ini seorang anak SD kelas 6 ia sedang bersiap berangkat ke sekolah bersama kaka keduanya. Tepat pukul 6.30 ia berangkat bersama kaka keduanya menggunakan angkutan umum. Membutuhkan 40 menit untuk sampai di sekolahannya untuk waktu normal. Sesampainya disekolah ia berjalan menaiki tangga menuju kelas ia berada, yaitu lantai 2.

Hari itu adalah awal di mana ibunya tidak ada di rumah. Ia pulang dengan di jemput oleh neneknya agar ia dapat tidur di rumah neneknya sementara waktu. Saat bersamaan dengan hari dimana ibunya tidak ada dimana-mana ia akan melakukan les dan pembelajaran tambahan untuk menghadapi Ujian Nasional (UN). Selama 3 hari tidak ada yang tau dimana keberadaan ibunya, ia berusaha fokus dengan pembelajarannya tapi tetap saja teringat bagaimana keadaan ibunya.

Besok harinya, ada kabar gembira serta sedih yang datang. Ibunya ada di rumah sakit swasta ternama daerah kabupaten Cumpang. Setelah tahu kabar bahwa ibunya berada di rumah sakit, sepulang sekolah ia dijemput oleh paman dari pihak ibunya. Ketika sampai di rumah sakit ia terkejut melihat bagaimana kondisi ibunya.  banyak selang dan alat-alat lainnya yang menempel di tubuh ibunya. Satu fakta yang ia ketahui menagapa ibunya sampai bisa dirawat seperti itu, yaitu karena depresi. Ia tidak mengetahui apa penyebab ibunya depresi. Hanya itu. 

Setelah beberapa hari ibuku diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Aku heran mengapa ibuku tidak pulang ke rumah "kita", melainkan meminta aku serta kedua kakaku segera berberes pakaian dan akan menginap di rumah nenekku dengan waktu yang belum ditentukan. Saat itu aku belum memikirkan apapun. Ya benar walau umurku sudah menginjak 12 tahun tapi pemikiranku masih seperti anak umur 10 tahun bahkan kurang. Aku senang ketika akan menginap lama di rumah neneku karena jarang sekali aku diperbolehkan menginap dengan jangka waktu yang lama.

Setelah beberapa waktu aku mendengar bahwa sepupuku akan menikah di rumah "kita" tetapi, aku tidak diperbolehkan melihat bagaimana pernikahan sepupuku oleh ibuku. Aku termenung, mulai muncul pertanyaan-pertanyaan dikepalaku yang tidak tahu dari mana asal nya.

"Mengapa aku hanya boleh satu kali seminggu bertemu dengan ayahku?" atau "Mengapa kita tidak pulang ke rumah "kita" padalah sudah lama sekali kita menginap dirumah nenek?" atau "Mengapa ibuku selalu mengangis ketika sehabis sholat" dan masih banyak pertanyaan yang muncul dikepalaku. Sejak saat itu aku penasaran mengapa menjadi seperti ini. Aku mulai menguping pembicaraan kedua kakaku yang saat itu sudah memasuki bangku SMA atau menguping pembicaraan orang dewasa lainnya bahkan aku dengan sengaja pura-pura tidur dikamar neneku hanya agar aku dapat mendengar apa yang diobrolkan oleh ibuku dan neneku.

Dan betapa terkejutnya aku ketika mendengar apa yang dibicarakan oleh mereka. Rasa sakit, kesal, marah dan sedih yang aku tidak tahu dari mana berasal sangat terasa sekali di tubuhku. Ya benar aku mendengar isak tangis ibuku dipelukan nenekku, ia menceritakan betapa ia sangat menyayangi bahkan mencintai ayahku, memikirkan bagaimana nasib kedepannya aku dan kakaku. Bahkan aku mendegar sesuatu yang seharusnya tidak boleh aku dengar ketika usiaku belum cukup.

Sejak saat itu aku mulai ada rasa marah kepada ayahku. Aku yang selalu menganggap bahwa ayahku adalah cinta pertamaku, laki-laki terhebat yang pernah aku temui, tidak ada lagi laki-laki yang akan mengalahkan rasa cintanya kepada anak-anaknya. Aku menyesal telah mengetahui kabar buruk itu. Sahrusnya aku tidak berpura-pura tidur, tidak menguping pembicaraan orang dewasa. Aku menyesal sejad-jadinya. Tapi tak apa aku mengetahuinya lebih awal, aku bisa tau kapan dan apa saja yang diucapkan oleh ibuku adalah bohong. Aku tahu ibuku bohong agar aku tidak membenci dirinya atau ayahku. Aku tidak benci keduanya hanya saja aku merasa sangat kecewa dengan ayahku.

Setelah mengetahui itu aku selalu saja susah tidur. Dengan sengaja aku beberapa kali memergoki ibuku sedang menangis tanpa suara tengah malam ketika semua orang yang ada dirumah sudah didalam mimpi mereka masing-masing. Hatiku berdesir meraqsakan sakit melihat ibuku seperti itu. Tidak tahu apa yang bisa aku lakukan. Aku hanya bisa mendengar dengan sedih apa yang selalu di do'a kan oleh ibuku setiap ia mengadu kepada Allah SWT.

"Persatukanlah kembali hamba dengan suami hamba" atau "Aku tidak mau melihat anak-anakku menjadi anak yang tidak ada ayahnya saat mereka tumbuh dewasa dan akan menjadi sukses" bahkan ada do'a ibuku yang mendo'a kan kami agar kami tidak membenci ayah kami, agar kami selalu menjadi anak yang sangat menyayangi ayah kami. Pilu. itulah yang kurasakan, hatiku sangat sakit ketika mendengar do'a terakhir ayahku.

Beberapa bulan setelahnya, do'a ibuku dikabulkan. Ayahku menjemput kami kembali agar pulang ke rumah "kami". Saat itu aku melihat ibuku sangat gembira, bahkan aku meliahat ibu tidak ada hentinya tersenyum dan tertawa. Pada hari itu ayah mengajak kami semua untuk pergi berlibur walau hanya ke waterboom. Tapi aku senang melihat kedua kakaku gembira, melihat ibuku gembira dan aku melihat ayahku yang dulu sangat aku kagumi.

Selang 2 minggu setelah kami kembali ke rumah "kami" ibuku mengajak kami ber 3 untuk pergi ke rumah temannya. Ia berkata bahwa itu adalah temannya. Setiba kami disana aku heran melihat teman ibuku kaget dengat kedatangan kami. Aku kira itu wajar saja karena seperti teman yang sudah lama tidak bertemu. Aku bermain dengan anak teman ibuku yang juga seumuran denganku, dan kaka keduaku ia hanya pergi jalan-jalan dengan aank tetangga yang mungkin seumuran. Sedangkan kaka pertamaku ikut mengobrol dengan ibuku dan temannya.

Setelah urusan ibuku dan temannta selesai kami kembali pulang dan tak tau bagaimana ketika sedang berjalan menuju gang depan rumah kami melihat ayah dengan seorang anak ya mungkin umurnya masih 5-6 tahun berjalan bersama dan sedang berjalan menuju rumah teman ibuku. Ayahku kaget melihat kami berempat ada di rumah teman ibuku. Ibuku tidak mengatakan apapun. Hanya tersenyum, tapi aku tidak tahu arti semyuman ibuku. Setelah itu kami berlima pulang bersama ke rumah "kami".

BERSAMBUNG...

Nantikan lanjutan keseruan cerbung ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun