Mohon tunggu...
Dede Nurul Hidayat
Dede Nurul Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Biasa

Gens Una Sumus (Kita Semua Keluarga)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jangan Baper Ketika Ditanya "Kapan Nikah?

29 Maret 2021   23:50 Diperbarui: 30 Maret 2021   08:54 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.



Benarkah menikah suatu kewajiban yang jika tidak dilaksanakan akan membuat malu keluarga?

Malam ini, saya mencoba untuk mulai menulis kembali. Setelah beberapa hari ini saya disibukan dengan kegiatan di dunia nyata (sebenarnya sih lagi males nulis aja).

Tengah malam, saya mendapat pesan singkat dari gebetan salah satu teman kontak saya untuk memberikan saran dan kritik atas tulisan yang dibuatnya. 

Mendapat pesan singkat dari orang yang saya suka (maksud saya suka membaca dan menulis), membuat gairah menulis saya kembali bangkit lagi. 

Oke, kesampingkan hal tersebut. Yang membuat saya tertarik ingin menuangkan opini pribadi saya lebih kepada tema tulisan yang diangkatnya (suerrr deh, ini benar-benar karena tema tulisannya bukan karena orangnya. Lagian dia juga sudah punya pacar hikz..hikz.. bercanda aja gaez).

Tema tulisan yang diangkat oleh doi, doi ?? (sudah-sudah fokus!!) yaitu tentang kegundahan hati ketika dihadapkan oleh sebuah pertanyaan "kapan menikah?". 

Nah, kebetulan hal-hal yang berbau nikah-nikah tersebut sudah sering saya jumpai bahkan sudah bosan dibahas ketika saya sedang mengenyam bangku perkuliahan. Bahkan saking bosannya berbicara teori, hingga saya lupa sampai saat ini belum mempraktekannya, oke next..

Disini saya tidak akan berbicara dalil-dalil agama untuk membela kaum jomblo (belum menikah), karena percuma juga para netizen atau teman-teman lucknut yang sering berkeliaran di sekitar kita mulutnya tidak akan bisa dibungkam hanya dengan dalil-dalil belaka. Karena mereka tidak mengerti perasaan kaum jomblo ketika ditanya "kapan menikah?".

Saya akan mencoba menceritakan pengalaman saya, ketika dihadapkan oleh pertanyaan tersebut se-ringan mungkin dan mudah-mudahan bisa difahami oleh para penggosip, yang kerjaannya suka ikut campur urusan pribadi orang bahkan orang yang tidak dikenalnya sekalipun. Mereka ini adalah barisan orang-orang barbar, bahkan lebih barbar dari dari fans garis keras Leslar.

Setiap momen hari raya adalah situasi yang sangat krusial bagi kaum jomblo (belum menikah). Karena pada momen tersebut, seluruh sanak saudara atau kerabat baik yang dekat maupun yang jauh semuanya pada ngumpul. Hal yang paling menakutkan ketika seluruh sanak saudara berkumpul adalah munculnya pertanyaan "Kapan Menikah?".

Pertanyaan yang sebagian orang anggap terlalu mencampuri urusan pribadi, yang jawabannya lebih sulit dibandingkan dengan pertanyaan CPNS bahkan bisa menimbulkan keretakan dalam hubungan persaudaraan, padahal sebenarnya hal tersebut biasa saja dan tidak perlu merasa terusik sama sekali.

Bertemu dengan sanak saudara maupun teman yang sudah lama tidak saling tegur sapa, seringkali selalu memulai dengan pertanyaan kapan menikah? Kapan lulus? Kapan bekerja? Sekarang kok gemukan ya, dan sebagainya. Seolah pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi suatu kewajiban yang membuat orang penasaran dan harus disampaikan. Hanya saja, beberapa orang tidak memaknainya secara bijak dan terlalu baperan. Sepertinya mereka harus belajar supaya tidak baperan dari pemimpin negeri tetangga. Ya, pemimpin negeri tetangga tersebut selalu menutup mata dan telinganya dari kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh rakyatnya. Dan ketika tidak bisa menjawab pertanyan dari wartawan gunakanlah jurus langkah kaki seribu. Itulah pemimpin negeri tetangga, untungnya bukan pemimpin negeri kita.

Jangan baperan ketika ditanya kapan menikah. Bisa jadi itu adalah bentuk rasa kepedulian mereka terhadap kita. Dengan bertanya kapan nikah, itu sudah merupakan bukti bahwa mereka ikut senang dan bersuka cita apabila kita menikah.
Tapi kan menikah itu urusan kita, itu pilihan kita mau kapanpun menikah, kenapa mereka yang repot?

Iya kamu yang menikah, kamu yang menjalaninya. Tapi kamu hidup di dunia ini tidak sendiri, kamu tidak tiba-tiba muncul dari batu kan?. Ada peran besar dari kedua orangtuamu atas keberadaan kamu di dunia ini. Mereka jelas selalu punya peran yang besar pada hidupmu dan tentu saja mereka berhak punya urusan padamu, termasuk kerabat dan saudara-saudaramu. Mereka yang pertama kali bersuka cita, mereka yang akan membantumu untuk memperlancar pelaksanaan acara resepsimu. Percayalah mereka tidak ada niat untuk mempermalukanmu dengan bertanya kapan menikah, mereka akan selalu mendukungmu terhadap hal-hal yang baik dan bahkan mendo'akanmu.

Tunggu...tunggu... katanya ingin membela kaum jomblo atau yang tidak ingin nikah muda, kok sekarang malah memojokannya ?

Nah kan, baru di nasehatin begitu saja sudah baper. Yaudah sekarang saya benar-benar belain kaum jomblo atau yang tidak ingin "segera" menikah. Kenapa saya kasih tanda kutip pada kata segera, supaya membedakan dari Takwil Felix Siauw "Putuskan dan segerakanlah menikah, sekarang juga, karena menikah itu enak".

Beberapa minggu ke belakang saya pernah memposting sebuah foto pernikahan teman saya pada sebuah media sosial. Saya sudah menduga postingan tersebut akan membuat ponsel saya tidak akan berhenti berbunyi untuk beberapa saat. Dan terbukti beberapa menit setelah foto tersebut di share, banyak muncul respon maupun komentar yang masuk ke ponsel saya. Kebanyakan yang berkomentar adalah teman saya yang sudah lebih dulu menikah, ada juga beberapa teman saya yang bahkan dia pun juga belum menikah ikut berkomentar (orang kaya gini, mungkin tidak punya cermin di rumahnya). 

Percakapan daring antara saya dan beberapa teman saya (yang sudah menikah), menghasilkan kesimpulan bahwa "menikah itu enak, bebas melakukan apa saja dengan pasangan, bahkan bergulat di ranjang pun tak segan dilakukan hampir setiap malam, katanya".

Mungkin mereka mengira kita para bujangan (Kita?) akan mudah tergiur dengan iming-iming adegan ranjang. Saya berharap mendapat wejangan bagaimana cara membina rumah tangga yang baik dan benar, bagaimana menjalankan hak dan kewajiban antar pasangan, bagaimana cara menyelesaikan berbagai macam persoalan. Tapi mereka malah memberikan pemikiran-pemikiran mengenai kenikmatan-kenikmatan di dalam kamar (dasar teman lucknut).

Saya faham masalah seksual itu penting, tapi ada yang jauh lebih penting dari itu. Menikah itu tujuannya bukan untuk melegalkan hubungan seks, menikah juga bukan hanya sekedar hubungan seks. Tapi, menikah bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan).

Tapi kan kalo sudah siap kenapa mesti di lama-lama?

Siap dalam arti apa? apakah siap materi? Tahu hak dan kewajiban antar suami-isteri? Dalam membangun sebuah keluarga, perlu persiapan secara materi, mental maupun medis. Dan kedepannya harus tahu bagaimana cara mendidik anak, membaur dengan kultur keluarga yang baru, menciptakan suasana keluarga yang rukun dan harmonis.

 Lalu, bagaiman kalo semuanya sudah terpenuhi?

Kalo semua persiapan tersebut sudah terpenuhi, ayo! segera datang ke Kantor Urusan Agama atau Catatan Sipil (bagi non muslim). Tapi ingat, jangan lupa bawa pasangan yang masih lajang, bukan suami atau isteri orang. Kalo sampe khilaf malah bawa pasangan orang, jangan kaget kalo tidak sampai ke pelaminan, melainkan malah rumah tahanan yang akan menjadi tempat melanjutkan kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun