Beberapa orang mengatakan bermain catur hanya buang-buang waktu, tak menghasilkan uang, bahkan cenderung tak berguna. Benarkah?Â
Beberapa waktu yang lalu, jagat media dihebohkan dengan pernyataan Ustadz Abdul Somad (UAS) yang mengharamkan catur.Â
Tak ketinggalan warganet menanggapi dan mengomentari secara blak-blakan, perdebatan dan saling balas cuitan pun tak dapat dihindarkan, banyak bermunculan ulama-ulama dadakan, hingga Menteri Agama pun turun memberikan tanggapan.Â
Terlepas dari pro kontra yang dikatakan, saya tidak akan ikut-ikutan menjadi ulama dadakan, karena bukan kapasitas saya juga  memberikan sebuah tanggapan. Disini saya akan mecoba membagikan kisah tentang  catur berdasarkan pengalaman, bukan kutipan apalagi karangan.Â
Mungkin istilah tersebut cocok disematkan kepada saya, ketika saya masih menjadi mahasiswa S1 beberapa tahun silam. Catur sudah menjadi bagian dari hidup saya, bahkan teman-teman semasa kuliah dulu kebanyakan mengenal saya karena catur.Â
Pada awalnya saya bukan atlet catur, melangkahkan bidak caturnya pun masih begitu amburadul, taktik dan teori apalah itu saya pun tak begitu peduli.Â
Hingga pada suatu waktu, saya iseng bermain dengan orang yang dikenal jago di daerah saya. Kekalahan telak pun tak dapat dihindarkan, hingga saya dihajar habis-habisan 10-0 tanpa balasan.Â
Pada awal masuk kuliah, mulailah hobi main catur pun saya salurkan, hingga ikut menginisiasi pembentukan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di kampus. Tiada hari dalam hidup saya tanpa bermain catur saat itu. Saya sudah tergila-gila kepada catur. Waktu, tenaga, materi pun tak segan saya korbankan, demi mengejar cita-cita yang saya harapkan, "menjadi seorang master dan professional".Â
"Apa itu catur?"Â