Mohon tunggu...
DW
DW Mohon Tunggu... Freelancer - Melihat, Mendengar, Merasa dan Mencoba

Setiap Waktu adalah Proses Belajar, Semua Orang adalah Guru, Setiap Tempat adalah Sekolah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kembangkan Mentalitas Entrepreneur

8 September 2024   11:25 Diperbarui: 8 September 2024   11:38 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://infobanknews.com/

Mengutip headline Infobank tanggal 3 september 2024, dengan headline berjudul; 46.240 Pekerja Kena PHK, Terbanyak dari Industri Ini. 

Sebuah narasi berita yang berisi "Tren pemutusan hubungan kerja (PHK) melonjak dalam beberapa bulan belakangan. Tercatat, selama periode Januari-Agustus 2024, total 46.240 pegawai menjadi korban PHK."
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan "Sebanyak 46.240 pegawai terdampak PHK berasal dari berbagai industri. Dominasi datang dari manufaktur tekstil dan produk tekstil (TPT). Terbanyak dari manufaktur tekstil. Masih di industri pengolahan ya. Industri pengolahan itu tekstil garmen dan alas kaki," 

Banyak penyebab mengapa gelombang PHK ini semakin besar terlebih pasca-pandemi Covid19, beberapa pengusaha mengatakan karena beban operasional perusahaan yang membengkak tidak berbanding dengan penjualan. Ditambah dengan daya beli masyarakat yang belum juga membaik, bahkan bisa dikatakan daya beli masyarakat saat ini begitu selektif. Masyarakat membeli produk-produk yang benar-benar dibutuhkan.

Terlepas fenomena yang terjadi, dan alasan dibaliknya, namun kondisi ini haruslah membuat kita lebih alert, bahwa pekerjaan apapun yang kita sedang kerjakan saat ini, tidak akan menjadi 'sandaran' kehidupan kita selamanya. Akan ada masanya kita harus melepaskannya atau dipaksa melepaskan. Ketika hal itu datang, seberapa siap dan kuat diri kita?
fundamental inilah yang harus dibangun, bukan lagi meratapi nasib dan meminta keadilan. Suka atau tidak, nasib kita ditentukan oleh diri kita sendiri. 

Jadikan Pengalaman dan Ilmu selama bekerja sebagai Aset.

Sumber: DW
Sumber: DW

Beberapa minggu lalu, saya dan beberapa sahabat trainer berkesempatan mengisi program MPP (Masa Persiapan Pensiun) sebuah perusahaan. Pesertanya adalah pegawai senior dengan masa kerja rata-rata 25 tahun sd 30 tahun. Bisa dikatakan setengah kehidupan peserta dihabiskan di perusahaan. Kami sebagai konsultan diminta membekali peserta dengan Mindset Entrepreneurship, dan meembantu peserta untuk bersiap memasuki babak baru dalam kehidupan mereka. 

Satu hal yang mendasari saya mengajak teman-teman pembaca untuk mulai membangun mentalitas entrepreneur adalah kenyataan, bahwa suatu hari nanti, sehebat dan setinggi apapun jabatan kita, akan ada waktunya kita akan tergantikan, bisa jadi karena usia yang harus pensiun, maupun regulasi perusahaan yang menganggap kita sudah tidak produktif.
Semua hal itu pasti, dan tidak bisa kita hindari.

"Saya tidak mempersiapkan diri dengan baik selagi muda dengan bekal wirausaha, sehingga pas mau masuk pensiun saya begitu khawatir dengan kondisi saya nanti"

"Saya bekerja 30 tahun, dan tidak ada bekal finansial yang cukup, bagaimana biaya kuliah anak-anak saya?"

Beberapa keresahan yang kami dapat dari peserta MPP tersebut. 

Dengan waktu bekerja 30 tahun bahkan lebih, bisa dipahami akan ada perubahan aktivitas yang mereka rasakan, kebiasaan berangkat kerja dan berinteraksi dengan rekan kerja tiba-tiba hilang dan mereka menjadi pribadi yang memiliki waktu "full" untuk dirinya. Dan itu membuat mereka justru kebingungan.

Ketika pra-training, kami berikan kuisioner kepada peserta, kurang lebih seperti ini; "Apa bisnis/ profesi yang akan anda lakukan setelah pensiun dengan bekal kepintaran dan pengalaman anda di perusahaan?"

Menariknya rata-rata jawaban peserta adalah masuk ke usaha sektor rill, seperti ternak bebek, usaha kost-kost an, coffee shop, bakery, rental mobil, cuci steam, dll. 

Usaha-usaha yang disebut di atas baik dan prospeknya cukup bagus, hanya saja tidak mencerminkan bekal pengalaman dan expertise peserta selama puluhan tahun bekerja di perusahaan. Tidak ada yang menjawab menjadi konsultan, advisor, atau membangun usaha sejenis dengan perusahaannya. Jika menjalankan bisnis yang dikuasai akan lebih percaya diri dibandingkan terjun ke bisnis yang sama sekali belum tahu petanya.

Portofolio pengalaman itu adalah asset atau dalam bahasa lain disebut Intellectual Property.
Pengalaman dan pengetahuan kita akan suatu bidang membuat kita memiliki value, dan itu bernilai mahal. 

Menjadikan pengalaman dan ilmu selama bekerja sebagai aset berarti menganggap segala yang dipelajari sebagai investasi jangka panjang yang dapat terus memberikan nilai. Ini membantu individu tetap relevan, adaptif, dan selalu siap menghadapi tantangan baru.

Jangan Hanya Bekerja, tetapi Belajar.

Jika hanya bekerja, dan merasa nyaman dengan rutinitas yang sama setiap hari, maka itu adalah jebakan kehidupan yang membuat kita menjadi "lumpuh". Mindset kita tidak akan berkembang, jaringan kita pun akan terbatas, kita menjadi pribadi yang enggan dengan hal-hal baru.

Maknai kesempatan bekerja sebagai kesempatan belajar, karena ujian sesungguhnya ketika kita harus berdiri di atas kaki kita sendiri. Selagi masih bekerja belajar memupuk jiwa seorang bisnisman, bangun jaringan sebanyak-banyaknya, belajar investasi, berani mengambil risiko, sehingga mental kita menjadi kuat. Yang paling tahu diri kita adalah kita sendiri, jangan berharap pada perusahaan.

Banyak pelatihan yang gratis yang bisa diikuti baik offline ataupun online, kembangkan diri anda, jangan terjebak dengan kenyamanan yang anda akan mudah saat ini, dimana kemudahan itu akan menyulitkan anda di masa depan. Waktu itu berlalu sangat cepat, tidak terasa masa kerja anda sudah 5, 10 bahkan 20 tahun. Rasanya seperti kemarin kan?

Kebutuhan hidup 5 tahun dari sekarang akan melejit, biaya sekolah akan membengkak, kebutuhan akan teknologi semakin demanding, suka atau tidak biaya kedepan itulah yang harus kita perhitungkan, bukan hanya hari ini.

PHK Bukan Akhir dari Kehidupan.

Jangan memposisikan diri sebagai korban dari kondisi, jadikan kondisi yang terjadi sebagai jalan Allah mengajak anda melakukan perbaikan hidup. Meskipun sudah tidak bekerja, bukan berarti tidak memiliki harga diri. Bangun jaringan dengan teman-teman yang se-frekuensi dengan anda, diskusi dan cari ide bisnis yang bisa dilakukan.

Tantang diri anda melakukan hal-hal baru, misal berjualan langsung atau online, memasarkan produk-produk yang memiliki daya beli yang tinggi. Kondisi saat ini memang akan menguras hati dan pikiran, tapi hanya dengan cara itu kita bisa melewatinya. Jangan terus menerus meratapi nasib, ingat Allah membenci umatnya yang lemah dan berputus asa.

Saya memulai bisnis ketika selesai dari perusahaan dengan masuk ke bisnis catering, mencari klien yang membutuhkan cemilan untuk sarapan, makan siang dan snack. Mudah? tidak sama sekali. Tapi itu harga yang harus saya tebus karena terlalu terlena dengan kenyamana selama menjadi karyawan. Ketika bisnis catering mampu menghidupi dapur, baru saya membangun bisnis yang sejalan dengan pengalaman dan keterampilan yang saya miliki. Saya membangun jaringan trainer untuk membantu perusahaan-perusahaan yang membutuhkan program pengembangan SDM.

Yuk teman-teman, kita resapi dan tanamkan dalam hati, bahwa Anda adalah orang yang paling bertanggung jawab atas hidup anda, atas kehidupan istri dan anak-anak anda. Maka jangan lemah, bangit dan segera susun prioritas anda.


PHK bukanlah akhir dari kehidupan atau karier seseorang. Ini adalah bagian dari perjalanan yang mungkin penuh dengan tantangan, namun juga kesempatan. Dengan mindset yang positif, tindakan proaktif, dan fokus pada pengembangan diri, PHK bisa menjadi pintu menuju peluang yang lebih baik dan kehidupan yang lebih memuaskan.

Sebuah Catatan diri,

Dedy Wijaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun