Setiap Kapal Membutuhkan Kaptennya. Kalimat tersebut mungkin terdengar klise, namun praktek kepemimpinan yang kuat membutuhkan figur pemimpin yang memiliki mentalitas seorang kapten di sebuah kapal.Â
Banyak organisasi atau perusahaan kini dihuni oleh pemimpin yang bermental penumpang, ia ingin dilayani, ingin santai, ingin segera sampai tujuan. Ia enggan berurusan dengan hal teknis, apalagi jika harus turun tangan mengecek "mesin organisasi". Apakah mesinnya masih dalam keadaan baik atau sudah harus diperbaharui. Yang ia tahu cuma ketika kapal bergerak, maka kapal itu harus merapat ke tujuan. Apa yang terjadi ditengah laut, bukan urusannya. Itu semua urusan masing-masing orang yang ada di dalam kepal.
"Bagaimana, sudah dikunjugi kliennya? terus kapan dealnya?"
"Kamu kan tahu caranya, udah kamu aja yang kesana?"
Sedikit ucapan para pemimpin yang mentalitasnya penumpang, gak mau capek, gak mau ribet, tapi mau hasil.
Dan ketika berhasil, dia mau dianggap itu adalah keberhasilan dirinya yang sukses memecut produktivitas timnya.
Konsep kepemimpinan telah berubah secara signifikan terlebih dengan peralihan generasi saat ini. Disadari atau tidak, generasi Z yang menjadi tim kita memiliki karakteristik yang kritis, mereka tidak segan-segan menyampaikan feedback mengenai cara kepemimpinan kita. Mereka butuh figur pemimpin yang terbuka, dan menerima masukan. Generasi ingin pemimpin mereka sedekat mungkin dengan mereka, bisa diajak diskusi, main games, atau bahkan tiktokan bareng.
Pemimpin modern harus mampu memainkan banyak peran, peran sebagai teman, sahabat, kakak, dan pemimpin tim.
Jika hanya bisa memainkan peran sebagai "pemimpin", jalinan emosional tidak akan terbangun, dampaknya adalah hubungan yang terjadi bersifat transaksional.
Leaders must be willing to put the ship's performance ahead of their egos, which for some is harder than others.
Setidaknya ada 3 aspek yang pemimpin perlu miliki untuk membawa kapalnya melaju dengan baik:
1. Kestabilan Emosi
Memiliki seorang pemimpin yang suasana hatinya berubah setiap hari akan menimbulkan ketidakstabilan dan demoralisasi. Team mengharapkan pemimpin yang mampu membawa kapal dengan tenang, tidak peduli seberapa badai lautan. Team harus dapat mengandalkan pemimpin mereka, mengetahui bahwa mereka dapat meminta bantuan pemimpin mereka.