Berhenti sejenak, diam dan mencoba tenang.Â
Abaikan sejenak kebisingan di kepalamu. Yang terus berteriak-teriak meragukan dirimu.Â
Tidak apa phase berjalanmu tidak sama dengan mereka, tidak apa jika pun kau tertinggal jauh di belakang.Â
Ingat, prioritasmu adalah menyembuhkan luka, bukan memperparah luka.
Ambil waktu untuk bicara dengan dirimu sendiri, telisik ke dalam relung jiwa, cari dirimu yang sebenarnya.Â
Karena sering sekali ego bersembunyi menggunakan topengmu, dan itu bukan dirimu sesungguhnya.Â
Tatap matamu sendiri dan katakan bahwa "kau berharga, kau layak untuk hidup lebih baik dari sebelumnya".Â
Katakan "nikmati setiap prosesmu, fokus pada dirimu".
Jangan abaikan lukamu, mungkin kau masih kuat melangkah, tapi seberapa jauh.Â
Sudah, duduk diam dan minta tolonglah orang lain untuk membasuh lukamu.
Nikmati kesakitan itu, keluarkan airmatamu, atau jika perlu menangislah.
Yang terpenting, lukamu tertutup rapat.
Dan ketika luka itu mengering dan sembuh, kau bisa kembali fokus melangkah.
Luka itu akan tersisa bekasnya, sebagai pengingat bahwa proses menuju perjalanan kesuksesanmu tidak mudah.
Terima kasih luka, kau ajarkan aku menjadi manusia.
Untuk bisa aku melangkah lagi, kau harus ku tutup rapat.
Semoga bermanfaat
DW
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H