Mohon tunggu...
DW
DW Mohon Tunggu... Freelancer - Melihat, Mendengar, Merasa dan Mencoba

Setiap Waktu adalah Proses Belajar, Semua Orang adalah Guru, Setiap Tempat adalah Sekolah

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Pencuri Mimpi

29 Oktober 2018   10:44 Diperbarui: 29 Oktober 2018   11:34 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahukan anda, bahwa tujuh tahun pertama kehidupan kita membentuk lebih dari 90% nilai yang kita yakini.

Nilai-nilai itu didapat dari orangtua, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, pertemanan dan lain-lain. Jika program yang kita terima pada usia tujuh tahun pertama lebih banyak negatif, maka akan mempengaruhi seluruh dimensi kehidupan kita. Inilah yang disebut dengan "golden age" bagi seorang anak. 

Segala bentuk program yang ia terima akan terekam kuat, bukan hanya menjadi memory tetapi menjadi semacam "blue-print" kehidupan. Blue-print ini akan menjadi karang yang kuat dan terus menggerogoti kepercayaan diri seseorang, berbagai penyakit mental hadir, seperti tidak mampu menerima kondisi diri, tidak merasa dirinya berharga, tidak memiliki tujuan yang jelas, dan mudah terpengaruh oleh orang lain. 

Lalu jika sudah seakut ini kondisinya apakah bisa diperbaiki? Saya sangat yakin bisa, tetapi tidak mudah. Terapi yang dilakukan bukan terapi instan, dibutuhkan kesadaran diri, dan keinginan yang berubah yang kuat. Dan yang terpenting harus dibawa keluar dari lingkungan yang negatif.

Jangan Jadi Pencuri Mimpi Anak Kita

Mengapa saya menarik menuliskan ini? Jujur menjadi orang tua adalah pekerjaan yang tidak mudah, bagaimana tidak, kita diberikan amanah dari Allah berupa anak yang lahir dari rahim sang istri, kita dituntut untuk membekali anak kita bukan hanya dengan sandang, pangan, papan saja tetapi juga kita harus membekali mereka dengan landasan ahlak yang kuat. 

Saya jauh dari kata sempurna sebagai orangtua, tetapi saya berusaha memahami apa saja yang harus dilakukan orang tua bagi anaknya, salah satu yang terpenting adalah membangun program positif dipikirannya.

Saya merasakan langsung pengalaman yang kurang baik dari cara orang tua mendidik anaknya, terlebih jika orangtuanya tidak memiliki kedewasaan mental. 

Kebanyakan orangtua yang hidup dilingkungan 'lowbat' (dalam pemahaman saya lowbat berarti kekurangan secara material, ada dilingkungan yang tidak sesuai) lebih banyak meminta anaknya untuk tidak bermimpi yang muluk-muluk.

 Mereka seolah membatasi impian sang anak. Mereka selalu menekankan bahwa orangtua mereka tidak mampu mengantarkan mereka menuju cita-cita yang sang anak inginkan. Mereka melakukan "program pembenaran" sehingga sang anak pun tidak memiliki pilihan. 

Sayangnya ketika anak sudah terdoktrin dengan kalimat negatif dari orangtua, sang anak tidak memiliki kepandaian emosi dalam memilih pergaulan, ia bergaul dengan anak yang kondisinya sama dengan dirinya (atau bahkan lebih buruk), yang seolah semakin membenarkan apa yang terprogram dikepalanya bahwa ada batasan yang ia tidak bisa lewati.

Pengaruh Eksternal

Di Peking, China, seorang guru perempuan berdiri memberi sambutan pada acara tutup tahun pelajaran. Dalam kesempatan itu ia meminta maaf pada semua murid atas sikapnya yang selalu berpandangan negatif terhadap cita-cita muridnya. Setelah berkata demikian, ia meminta komentar dari orang yang hadir. 

Seorang pemuda berusia 29 tahun berkata, "Ketika menjadi murid di sekolah ini, seorang guru memintaku menuliskan cita-cita dalam hidup ini. Saat itu aku menulis, "Aku bercita-cita ingin menjadi atlet karate nomor satu di dunia". Guru tersebut menemuiku. Ia bilang cita-citaku omong kosong. Ia memintaku menuliskan cita-cita yang lain. Yang guru itu tidak tahu adalah, kata-katanya telah membuat aku frustasi, aku tidak bisa tidur selama sebulan, mental dan fisik ku pun menjadi lemah. Berbagai penyakit mulai datang karena aku lebih memilih berdiam diri dikamar yang tertutup. Sampai ada seseorang yang menarik ku keluar dari lingkaran sesat itu, dia melatih ku dengan keras, sehingga aku bisa menjadi seperti ini sekarang.  

Selesai berkata ia menatap sang guru dalam-dalam dan berkata, Aku Bruce Lee, aku memaafkan anda dan apa yang anda ucapkan, dan jangan lagi memberikan pengaruh negatif kepada murid anda, karena ucapan anda menjadi "pencuri mimpi" kami.

Pengaruh eksternal sering kali menjadi penyebab utama tergadainya mimpi indah kita. Selain itu, pengaruh eksternal menyebabkan lahirnya berbagai penyakit, baik kejiwaan atau fisik.

Tiga Pembunuh Karakter

Sebagai orangtua atau pribadi dalam kehidupan sosial, kita harus mengenali tiga pembunuh karakter. Saya gunakan istilah "tiga pembunuh" karena ketiganya mengandung racun seperti bisa ular yang masuk dalam aluran darah kemudian mematikan, racun ini lagsung mengguncang jiwa orang, melahirkan perasaan negatif, merampas kebahagiaan dan menjauhkannya dari impian hidup.

1. Mencela ; Celaan membuat seseorang merasa menjadi korban dan menjadi racun dalam dirinya hingga ia merasa sedih. Dampak negatif dari celaan adalah hilangnya semangat menghargai orang lain. Ketika anda mencela orang lain, berarti anda telah mengirim pesan ke akalnya dan memintanya membuka file celaan yang tersimpan dimemorinya untuk mencela orang.

2. Kritikan ; Kritik yang disampaikan tanpa keinginan membangunkan kesadaran atau hanya ingin mengkritik dari sikap salahnya dapat menyebabkan orang yang dikritik merasa sendirian dan tidak berguna. Ia merasa tidak berarti dan bisa memancing dendam.

3. Membanding-bandingkan ; Ketika anda membanding-bandingkan seseorang dengan orang lain anda sedang bertindak sebagai hakim. Anda menilai orang tertentu memiliki kekurangan dibandingkan orang lain. Orang yang dijadikan objek perbandingan akan merasa rendah diri dihadapan orang lain. Perasaan rendah diri akan melahirkan rasa marah .

Sekali lagi, tidak ada niat untuk mengajari anda atau memposisikan diri bahwa saya orangtua yang sempurna, saya haya ingin berbagi agar buah hati kita atau orang lain dilingkungan kita bisa mendapatkan manfaat dari pola pikir kita. Dan adalah tugas kita memulai berpikir positif, melihat orang lain dari kacamata positif, menghargai impian anak kita dan orang lain. Karena kita tidak pernah tahu apakah kehadiran kita memberikan makna bagi mereka atau justru menjadi "PENCURI MIMPI" mereka.

Semoga bermanfaat,

Salam
DW

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun