Sebagai seorang orang tua dan penggemar sepak bola tentu saja saya tidak bisa tenang akan hal ini. Rasanya marah, sedih,dan jengkel saja mendengar pernyataan-pernyataan beliau pemangku kebijakan disana yang tidak ada tata kata. Bukannya menghormati mereka yang sedang berduka, para stakeholder tersebut seakan-akan lebih mengkhawatirkan akan adanya sanksi FIFA yang bisa menutup kesempatan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun 2023 nanti. Selain itu, ketua PSSI, Iwan Bule, memberikan tanggapan akan desakan mundur yang dtujukan untuknya. Iwan Bule (05/10/2022) seperti dilansir Narasi Newsroom, menyatakan bahwa Tragedi Kanjuruhan sepenuhnya adalah tanggung jawab panpel laga antara Arema vs Persebaya. Tentu saja, hal ini tidaklah mengagetkan dan menuai intrik. Rasanya sia-sia, yang kita bisa adalah fokus memberikan simpati dan empati baik dalam bentuk moril dan materiil kepada keluarga yang ditinggalkan. Untuk kedepan, jangan sampai kejadian ini terjadi, bahkan di belahan dunia manapun.
Pikiran saya tidak tenang. Ditambah, hati saya kesal, sedih, dan marah bercampur menjadi satu. Mungkin tidak seburuk apa yang dialami oleh mereka yang kehilangan atau mereka yang merasakan malapetaka tersebut. Â Ada ketakutan tersendiri dalam diri ini, pikir saya, nanti anak saya akan bertumbuh besar. Nanti, beberapa dari pembaca mungkin juga akan segera menjadi orang tua. Nanti kita harus merelakan anak kita melakukan hal yang mereka sukai, bisa saja sepak bola, konser, penyampaian suara, atau hal lain yang mengundang banyak massa. Tentu kita tidak mau ada keributan yang terjadi. Tapi, kalaupun ada, kita sebagai warga sipil mempunyai hak untuk mendapatkan penanganan keributan yang tepat oleh aparat terkait. Tidak seperti yang terjadi di Kanjuruhan, Malang.
Selain itu, banyak anak-anak bangsa yang bercita-cita sebagai pemain sepak bola. Banyak yang nanti mungkin suka sepak bola dan menjadi supporternya. Banyak yang bercita-cita sebagai dokter dan mungkin menjadi dokter suatu klub sepak bola. Banyak pula anak-anak yang bercita-cita jadi polisi atau tentara. Jika bukan semua itu, paling tidak, kita yang akan menjadi orang tua. Dari kejadian ini, mari kita jadikan batu lompatan agar mereka-mereka nanti terbekali dengan sikap yang baik. Sehingga tragedi seperti ini tidak akan terjadi lagi.
Yang terhormat Ketum PSSI dan jajarannya, Direktur PT. Liga Indonesia Baru sebagai operator liga, aparat pengamanan, dan seluruh panpel sepak bola, mari kita sambut perubahan agar sepak bola di negeri ini lebih bermartabat kedepannya. Walaupun, revolusi itu mungkin mengorbankan jabatan dan keuntungan komersil. Saya rasa itu semua tidak sebanding dengan ratusan nyawa yang hilang di Kanjuruhan, Malang.Â
Kenapa harus usut tuntas?
Mungkin ini belum terjadi di keluarga kita tapi ini terjadi pada sebuah kegiatan yang dekat dengan kita. Ini terjadi pada kegiatan yang kita anggap positif dan aman-aman saja. Maka dari itu, sebelum terlambat, mari kita kawal kejadian ini agar segera ditemukan siapa yang harus bertanggung jawab dan segera dilakukan perbaikan besar-besaran setelahnya. Kita mau bahwa sepak bola adalah salah satu sumber dari lahirnya pemimpin, sahabat, kepedulian, sportifitas, kebanggaan dan hiburan. Mari kita ciptakan lingkungan ramah seperti tadi untuk masa depan anak-anak bangsa. Â Kalau ditanya, apakah kita rela jika kelak menjadi korban seperti kejadian semacam ini? Jawabannya tentu satu dan tidak bisa ditawar, tidak.
Maka dari itu, kalau tidak dimulai sekarang kapan lagi. Sebagai generasi penerus bangsa kita harus lebih vokal dan menuntut. Kalau bukan kita siapa lagi. Tidak perlu untuk suka sepak bola untuk mengawal tragedi ini agar dilakukan pembenahan konkret karena kejadian ini bisa terjadi kepada kita semua. Kita semua yang kelak akan menjadi orang tua dan mempunyai anak yang berbeda-beda kemauannya.
Terakhir, sekali lagi, turut berbela sungkawa kepada semua korban yang ditinggalkan. Selain nyawa yang gugur, banyak juga cita-cita manusia yang juga ikut dikubur. Banyak orang tua yang karena kejadian ini benci akan sepak bola. Maaf, kita belum bisa menjadi negara yang memberikan perlindungan yang baik bagi rakyatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H