Seandainya, ini pertandingan Liga 1, saya pasti akan menyelingi aktivitas menontonnya dengan merebus air, menyeduh teh hangat, atau malah makan malam. Kenapa begitu?
Karena, permainan direct football hanya akan enak dilihat kalau kualitas teknik dasar pemain bagus. Akurasi tendangan, pemosisian pemain, dan pergerakan dalam mengisi ruang kosong mencapai titik kesinkronan.
Kalau tiga hal itu tidak sinkron, pemandangannya menjadi buruk. Kalau penonton saja tidak senang, apalagi pelatih?
Inilah yang kemudian saya harap dievaluasi. Sekali lagi, saya tidak menuntut akurasi operan yang diperbaiki, tetapi lebih ke kemampuan pemain dalam mengisi ruang gerak.
Baca juga: "Ketika Timnas Indonesia Menjadi Korea Selatan 0.5"
Kalau pemain bisa mencari ruang gerak yang tepat untuk menerima bola yang mungkin akan sedikit asal-asalan, kemungkinan untuk direbut oleh lawan akan sedikit.
Mungkin, saya ingin memberi contoh lewat proses gol Witan. Alasan kuat dari keberhasilan kerja sama antara Witan dengan Asnawi dikarenakan dua pemain ini bisa mengisi ruang gerak dengan tepat.
Witan bisa mencari ruang kosong, dan Asnawi juga bergerak ke ruang yang kosong. Bolanya pun sebenarnya mengarah ke ruang kosong, terutama yang dilakukan Witan ke Asnawi.
Ketika pergerakan dan pemosisian sudah tepat, tingkat akurasi operannya pun akan terlihat lebih baik. Dan sejauh ini, Indonesia memang lebih tepat kalau bermain dengan sistem operan bola pendek.
Kalaupun harus melakukan operan bola panjang, harus memastikan terlebih dahulu, bahwa ada indikasi dari pemain tertentu yang bergerak ke ruang kosong. Ini seperti pergerakan Irfan Jaya yang sempat dilayani Evan Dimas.