Walaupun, saya jarang melakukan blogwalking di Kompasiana, saya masih pernah berkesempatan untuk membaca artikel-artikel dari ketiganya. Bahkan, saya merasa beruntung, bahwa ketiga nominee ini cenderung sudah pernah saya baca dan saya ikuti rentetan tulisannya minimal dalam kurun waktu sebulan--sebelum mereka kini dinominasikan.
Ketika saya menulis ini, saya harus kembali mengunjungi laman akunnya untuk membaca artikel-artikel mereka, terutama yang terbaru. Ini perlu saya lakukan, agar pengamatan sederhana saya masih cukup otentik.
Dari tiga nama itu, Luna Septalisa yang paling lama saya ikuti rentetan tulisannya. Dari yang awalnya saya tahu dia menulis puisi--seingat saya, sampai kemudian dia rajin menulis opini terkait lingkungan, lifestyle, hingga finansial.
Kemudian, Kazena Krista yang sempat cukup rutin saya baca artikel-artikelnya dalam waktu tertentu. Kazena juga mirip Luna yang cukup rajin menulis karya fiksi.
Namun, keduanya cenderung punya tendensi yang berbeda dalam melahirkan anak-anak fiksinya. Perbedaan keduanya juga terlihat di tulisan nonfiksi.
Cara bertutur Kazena cenderung kekinian, meski masih kurang seluwes kompasianer lain, misalnya Syarifah Lestari atau Yana Haudy. Dua kompasianer yang se-pengamatan dangkal saya, sudah sangat berpengalaman di dunia menulis kreatif.
Tentu, sebenarnya, masih banyak juga yang bisa dijadikan rujukan tentang gaya menulis nonfiksi yang luwes. Terutama, yang diracik oleh perempuan kompasianer.