Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kekalahan yang Dibutuhkan Bayern Munchen

20 November 2021   17:47 Diperbarui: 22 November 2021   12:04 1344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada orang yang mau kalah. Logika secara naluriahnya seperti itu.

Saya pun kalau mengikuti kompetisi, meski dengan modal tidak cukup untuk bersaing, terutama modal kualitas, tetap saja saya masih berpikir tentang kemungkinan untuk menang.

Di dalam kompetisi, menang dan kalah adalah sesuatu yang wajar. Karena, itulah yang dicari. Kalau tidak ingin ada hasil seperti itu, berarti dimasukkan saja buah perjuangannya ke pameran, parade, atau museum.

Lalu, apakah wajar jika seseorang berpikir bahwa dirinya tidak masalah kalau mengalami kekalahan?

Sebenarnya, ada dua kemungkinan dari keberadaan orang yang berpikir begitu. Kemungkinan pertama, dia adalah orang yang mudah menyerah, alias pasrah.

Kemungkinan kedua, dia punya alasan yang memang mendasari untuk terjadinya kemungkinan untuk kalah. Salah satu alasannya bisa didapat lewat cara menganalisis modal kualitas yang dimiliki.

Saya beberapa kali ikut kompetisi menulis, fiksi maupun nonfiksi. Tidak ada hasil yang memuaskan, karena modal kualitasnya memang belum sampai ke sana.

Saya pun menyadari itu selepas menyertakan karya tulis tersebut ke panitia. Kalau saat menyelesaikan dan mengirim karyanya, biasanya saya masih berpikir positif.

Biasanya, saya akan berpikir bahwa, "ini mungkin yang terbaik dari yang bisa saya lakukan". Dengan begitu, saya masih punya kepercayaan diri sekaligus kenekatan untuk ikut berkompetisi.

Pemikiran seperti itu perlu untuk memunculkan keberanian dalam bersaing. Tetapi, setelah itu, saya mulai menganalisis hasil pekerjaan saya untuk mencari kelemahannya di mana.

Kalau yang ditemukan masih kurang banyak, saya akan mencari orang lain untuk turut mencari kelemahan karya saya. Dalam praktik ini, saya menganggap pepatah "gajah di depan mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak" adalah sesuatu yang penting.

Apalagi, kalau memang sebenarnya semut di seberang laut adalah gajah. Maka, perlu dideteksi juga dari seberang.

Memang, saya terkadang dapat memberikan alasan atas hal-hal yang menjadi nilai kekurangan karya saya. Namun, saya tetap menangkap poin-poin kekurangan yang diungkap oleh orang lain sebagai kemungkinan yang juga dipertimbangkan oleh dewan juri.

Dari situ, prediksi akan kalah makin muncul dan lebih besar. Tetapi, mau bagaimana lagi? Karyanya sudah dikirim.

Artinya, memprediksi kekalahan tidak selamanya menggambarkan pesimistis. Memprediksi kekalahan juga bisa dialami oleh orang-orang yang optimistis, termasuk yang optimis nekat.

Orang-orang yang optimistis juga terkadang kurang memperhatikan apa yang mungkin bisa dilakukan orang lain, atau rivalnya. Orang yang optimis cenderung hanya fokus dan yakin terhadap kemampuannya, tanpa mempertimbangkan bahwa orang lain masih sangat bisa untuk lebih baik darinya.

Termasuk, lebih baik juga dalam hal taktik. Taktik bukan hanya ada di olahraga. Dalam aktivitas keseharian, taktik juga ada dan diperlukan.

Orang yang ingin terlihat prima, perlu taktik. Seperti, tidur lebih cepat dan otomatis bangun lebih pagi.

Lalu, bisa sarapan dan mandi tanpa terburu-buru. Hingga, bisa berdandan lebih rapi tanpa ada yang terlihat tertinggal.

Meski begitu, istilah taktik memang sangat akrab dengan olahraga. Karena, olahraga mempertontonkan taktik dengan lebih jelas lewat permainan atau performa.

Semua yang terjun dalam arena olahraga selalu berupaya keras menerapkan taktik yang tepat untuk mengalahkan lawan. Tidak ada yang sudah ingin kalah sebelum laga dimulai.

Itu pula yang pasti terjadi pada Augsburg. Sebuah klub di Bundesliga Jerman yang menjadi lawan Bayern Munchen di lanjutan liga pasca-jeda internasional.

Berlaga di kandang (20/11), Augsburg makin punya motivasi untuk tidak dipermalukan di depan banyak pendukungnya. Itulah kenapa, sangat dibutuhkan taktik yang tepat untuk bisa mencegah mereka kalah dari tim pemuncak klasemen sementara musim 2021/22.

Pertandanya pun sudah mulai muncul ketika mereka mampu mencetak gol terlebih dahulu. Artinya, mereka punya tendensi untuk berani menyerang, meski mereka tidak bisa sepenuhnya menguasai permainan.

Tentu, kendali permainan dipegang Bayern, mengingat mereka punya kualitas untuk melakukan itu. Tetapi, Augsburg tidak panik dan berusaha menahan Bayern dan mencegah Bayern untuk dapat mencetak gol lebih dulu.

Justru, Augsburg-lah yang bisa mencetak gol dan menggandakannya di menit 35. Hanya saja, Bayern bisa segera menipiskan jarak lewat gol Robert Lewandowski pada menit 38.

Augsburg mampu menjegal Bayern Munchen di lanjutan Bundesliga 2021/22. Sumber: Getty Images/Sebastian Widmann/via Bavarianfootballworks.com.
Augsburg mampu menjegal Bayern Munchen di lanjutan Bundesliga 2021/22. Sumber: Getty Images/Sebastian Widmann/via Bavarianfootballworks.com.

Permainan makin dikuasai Bayern, dan dilanjutkan di babak kedua. Mereka terlihat jelas ingin comeback, dan itu diperlihatkan dengan pergantian pemain yang lebih dulu dilakukan Julian Nagelsmann.

Sayangnya, upaya Nagelsmann untuk mencegah kekalahan dari Augsburg yang sedang ada di papan bawah, gagal. Skor 2-1 tetap bertahan sampai pertandingan berakhir.

Gol Lewandowski tidak mampu menyelamatkan Bayern Munchen. Sumber: via Goal.com.
Gol Lewandowski tidak mampu menyelamatkan Bayern Munchen. Sumber: via Goal.com.

Lalu, mengapa hal itu bisa terjadi?

Faktor pertama, sudah jelas bahwa Augsburg punya banyak motivasi untuk menang. Mereka ingin keluar dari jerat degradasi, dan mereka bermain di kandang.

Bermain di kandang selalu krusial bagi setiap tim, apalagi tim yang cenderung inferior. Mengalahkan Bayern Munchen adalah tantangan yang sangat sulit, apalagi kalau di laga tandang.

Maka dari itu, mumpung berlaga di kandang, tim seperti Augsburg perlu tampil habis-habisan.

Faktor kedua, Augsburg punya contoh taktik dari tim lain yang telah dapat mengalahkan Bayern Munchen. Mereka adalah Eintracht Frankfurt yang memberikan kekalahan pertama Bayern di Bundesliga, dan Borussia Monchengladbach di DFB Pokal.

Maka, Augsburg punya tendensi untuk mempelajari taktik dua tim tersebut untuk mengalahkan Bayern Munchen.

Faktor ketiga, Bayern Munchen punya pemain-pemain yang membela tim nasional saat jeda internasional. Sebagian besar juga mereka merupakan pemain timnas Jerman dan timnas-timnas kuat yang membutuhkan hasil maksimal terutama untuk lolos ke Piala Dunia 2022.

Bisa saja, mereka masih kelelahan karena faktor perjalanan dan perbedaan taktik. Meskipun, di level klub ada pertandingan yang berlangsung berdekatan, tetapi para pemain punya arahan taktik yang tidak akan berbeda jauh dari pelatih.

Hal itu dikarenakan, pelatihnya masih sama. Maka, taktik besarnya bisa saja masih sama, hanya detail-detailnya yang diubah dari satu pertandingan ke pertandingan selanjutnya.

Itu yang kemungkinan besar tidak berlaku kalau si pemain bermain di klub dan timnas dalam kurun waktu berdekatan. Pelatih di klub dengan di timnas punya kecenderungan taktik yang berbeda.

Bahkan, bisa saja sangat berbeda. Karena, di level timnas, motivasinya juga berbeda. Kemenangan yang diraih di level klub masih kalah penting dengan kemenangan yang diraih di timnas.

Itulah kenapa, tidak akan mengherankan kalau pemain sangat totalitas di timnas, sampai tidak sedikit pemain yang harus cedera akibat membela timnas.

Augsburg memang juga punya pemain berlabel timnas. Tetapi, jika dibandingkan level timnasnya dengan para pemain berlabel timnas yang dipunya Bayern, mereka cenderung berbeda.

Tuntutannya pun berbeda. Jika sebuah tim berada di standar tinggi, maka kemenangan itu harga mati.

Tetapi, kalau tim tersebut tidak berada di standar tinggi, kemenangan adalah bonus. Artinya, kalau ada, disyukuri, kalau tidak ada, ya sudah. Dicari lagi di lain kesempatan.

Augsburg hanya punya dua pemain berlabel pemain timnas senior. Sumber: diolah penulis dari Google/Augsburg dan Wikipedia.org
Augsburg hanya punya dua pemain berlabel pemain timnas senior. Sumber: diolah penulis dari Google/Augsburg dan Wikipedia.org

Skuad Bayern Munchen sangat melimpah dengan label pemain timnas. Sumber: diolah penulis dari Google/Bayern Munchen dan Wikipedia.org
Skuad Bayern Munchen sangat melimpah dengan label pemain timnas. Sumber: diolah penulis dari Google/Bayern Munchen dan Wikipedia.org

Lalu, apa pokok permasalahannya di faktor ketiga ini?

Tentu saja, kelelahan. Kelelahan terhadap tekanan yang diemban di timnas bisa membayangi performa para pemain Bayern.

Itu bisa dilihat dari progresi permainan Bayern yang cenderung masih "kalem" di separuh babak pertama. Mereka baru terbangun setelah Augsburg mencetak dua gol.

Di babak kedua, mereka baru gencar memulihkan jati diri mereka sebagai tim yang seharusnya keluar dari stadion dengan tiga poin di genggaman. Hanya saja, upaya itu sudah diantisipasi oleh Augsburg yang sudah lebih dulu menyalakan mesin untuk berlari kencang.

Selain itu, ada faktor tambahan yang bisa menjadi alasan dari kekalahan Bayern di laga ini. Kewaspadaan yang hilang.

Mereka seperti sudah terlalu yakin akan dapat memenangkan laga tanpa mempertimbangkan kemungkinan tentang keberadaan modal motivasi yang kuat dari lawan untuk mengalahkan mereka.

Seolah-olah, taktik mereka sudah pasti ampuh untuk menang. Hingga, itu bisa menutup kewaspadaan mereka terhadap kemungkinan bagi lawan untuk menjungkalkan mereka.

Meski begitu, di sisi lain, kekalahan Bayern bisa menjadi modal penting bagi Thomas Muller dkk untuk kembali bergairah dalam mengejar kemenangan. Mereka harus kembali kejam dalam mengintimidasi lawan, dan mencegah adanya perasaan sudah pasti menang di tiap laga.

Optimistis memang hal yang bagus dan perlu dimiliki. Tetapi, kewaspadaan juga perlu dipunya dalam rangka mencegah hal-hal buruk yang mungkin akan terjadi.

Maka dari itu, saya pikir, Bayern justru mendapatkan modal penting untuk kembali menemukan jati diri mereka sebagai tim pemenang dan tim juara dari kekalahan ini. Dan saya yakin, pemikiran ini juga ada di mereka yang notabene sudah sangat akrab dengan atmosfer berkompetisi.

Jadi, kenapa tidak untuk sedikit merayakan kekalahan?

Malang, 20 November 2021

Deddy Husein S.

***

Tersemat: Bolanet.

Terkait: Kompas.com, Bavarianfootballworks.com, DW.com.

Baca juga: Arsenal Hampir Dikalahkan Crystal Palace, Kok Bisa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun