Kalau yang ditemukan masih kurang banyak, saya akan mencari orang lain untuk turut mencari kelemahan karya saya. Dalam praktik ini, saya menganggap pepatah "gajah di depan mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak" adalah sesuatu yang penting.
Apalagi, kalau memang sebenarnya semut di seberang laut adalah gajah. Maka, perlu dideteksi juga dari seberang.
Memang, saya terkadang dapat memberikan alasan atas hal-hal yang menjadi nilai kekurangan karya saya. Namun, saya tetap menangkap poin-poin kekurangan yang diungkap oleh orang lain sebagai kemungkinan yang juga dipertimbangkan oleh dewan juri.
Dari situ, prediksi akan kalah makin muncul dan lebih besar. Tetapi, mau bagaimana lagi? Karyanya sudah dikirim.
Artinya, memprediksi kekalahan tidak selamanya menggambarkan pesimistis. Memprediksi kekalahan juga bisa dialami oleh orang-orang yang optimistis, termasuk yang optimis nekat.
Orang-orang yang optimistis juga terkadang kurang memperhatikan apa yang mungkin bisa dilakukan orang lain, atau rivalnya. Orang yang optimis cenderung hanya fokus dan yakin terhadap kemampuannya, tanpa mempertimbangkan bahwa orang lain masih sangat bisa untuk lebih baik darinya.
Termasuk, lebih baik juga dalam hal taktik. Taktik bukan hanya ada di olahraga. Dalam aktivitas keseharian, taktik juga ada dan diperlukan.
Orang yang ingin terlihat prima, perlu taktik. Seperti, tidur lebih cepat dan otomatis bangun lebih pagi.
Lalu, bisa sarapan dan mandi tanpa terburu-buru. Hingga, bisa berdandan lebih rapi tanpa ada yang terlihat tertinggal.
Meski begitu, istilah taktik memang sangat akrab dengan olahraga. Karena, olahraga mempertontonkan taktik dengan lebih jelas lewat permainan atau performa.
Semua yang terjun dalam arena olahraga selalu berupaya keras menerapkan taktik yang tepat untuk mengalahkan lawan. Tidak ada yang sudah ingin kalah sebelum laga dimulai.