Kita bisa melihat bukti pembalap juara dunia sebagai petarung terbaik ada di Alex Marquez. Sekalipun dia kalah mentereng dengan kakaknya, Marc Marquez, tetap saja, Alex terlihat cukup mampu mengatasi carut-marut performanya dari lintasan ke lintasan.
Termasuk ketika dia debut di musim 2020. Musim yang carut-marut bagi Repsol Honda, namun Alex mampu memperlihatkan progres yang masih bisa dikatakan bagus bagi seorang rookie di akhir musim.
Dia juga terlihat mulai kembali menunjukkan daya juangnya di musim 2021, meski harus "diasingkan" ke tim satelit, yaitu LCR Honda. Di sana, performa Alex tidak terlalu jauh dengan Takaaki Nakagami yang sudah lama di MotoGP (2018).
Bahkan, di Algarve, ketika Marc Marquez absen, Alex-lah pembawa panji Honda terdepan. Artinya, apa yang dialami Alex berbeda dengan apa yang dialami Luca Marini, yang juga bernasib "nahas" karena punya kakak superstar, yaitu Valentino Rossi.
Berada di bayang-bayang nama super besar Rossi, Marini seperti "tidak ada apa-apanya". Bahkan, sebagai sesama pembalap debutan di MotoGP 2021, dia kalah dengan Enea Bastianini yang memang punya modal krusial, yaitu juara dunia Moto2 2020.
Dari sini, kita bisa melihat betapa pentingnya titel juara dunia, terlebih bagi seorang adik dari pembalap hebat. Karena dengan status seperti itu--adik pembalap hebat, urusan mereka sudah bukan lagi "sekadar" keterampilan (skill), melainkan mental.
Kalau mentalnya sudah terseok-seok akibat beban prestasi saudara, maka sulit untuk membuat seorang pembalap menjadi tangguh tanpa memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya. Menurut saya, Darryn seharusnya diberikan waktu lagi untuk memperbaiki dirinya dan menjauhkannya dari bayang-bayang kakaknya.
Kita bisa melihat contoh dari Alex Marquez. Ketika dia tidak melihat kakaknya ada di balapan, dia cenderung bisa tampil lepas.
Berbeda kalau Marc Marquez ada di lintasan, dia cenderung seperti angin-anginan. Kalau tidak finis di belakang, maka dia akan jatuh karena memacu motornya melebihi batas.