Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Hunian Vertikal, antara Pengaruh Drakor dan Kenyataan Hidup

30 Oktober 2021   17:33 Diperbarui: 31 Oktober 2021   18:00 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua tokoh utama dalam My Secret Terrius. Photo by: MBC/via Layar.id
Dua tokoh utama dalam My Secret Terrius. Photo by: MBC/via Layar.id

Drakor ini bisa dikatakan underrated jika dibandingkan dengan "Penthouse" (2020). Namun, saya pikir, drakor ini mampu membawa kita sedikit paham tentang bagaimana kehidupan di apartemen.

Banyak orang boleh mengatakan, bahwa kehidupan di apartemen lebih "dingin" daripada kehidupan di pemukiman biasa. Meski begitu, lewat drakor ini--sekalipun fiksi, kita bisa tahu cara untuk tetap menjalin interaksi kuat dengan sesama penghuni apartemen.

Caranya, tentu dengan memanfaatkan gawai dan grup obrolan (chatting group). Dari situ, para penghuninya bisa saling bertukar informasi, terutama terkait dengan apa yang terjadi di sekitar apartemen tersebut.

Salah satu drakor tentang hunian vertikal, Penthouse (2020) | Photo by: SBS doc via Hancinema
Salah satu drakor tentang hunian vertikal, Penthouse (2020) | Photo by: SBS doc via Hancinema

Lalu, saya juga melihat bahwa apartemen memang bisa menjadi tempat yang tepat bagi makhluk soliter dan lajang. Biasanya, mereka hanya fokus mengisi kegiatan hariannya dengan bekerja dan tidur.

Mereka tidak perlu banyak berbasa-basi dengan orang lain, apalagi dengan orang-orang yang mudah kepo dan mudah bergosip. Buang waktu! Hehehe.

Dari sinilah, saya berpikir bahwa kehidupan di Korea Selatan kemungkinan besar juga seperti itu. Ada makhluk soliter yang tinggal di apartemen, maupun makhluk-makhluk komunal yang nyatanya tetap bisa membaur di apartemen walaupun harus dengan cara yang kekinian.

Lalu, bagaimana dengan di Indonesia? Apakah tontonan ini bisa relate?

Menurut saya, tontonan ini masih relate. Bedanya hanya di ruang lingkup. Kalau orang Indonesia, terutama yang lajang dan apalagi uangnya pas-pasan, hidup secara indekos, alias menjadi 'anak kos' sudah mirip dengan kehidupan di apartemen.

Walaupun masih bisa berinteraksi lebih banyak dengan sesama penghuni kos, nyatanya orang-orang yang ngekos juga bisa saja ada yang merupakan makhluk soliter. Makhluk yang lebih nyaman menutup pintunya sepanjang hari, dibandingkan membuka pintu untuk menunjukkan eksistensinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun