Indonesia, 2, Australia, 3. Meski akhirnya gagal menambah gol, skor akhir 2-3 cukup menggambarkan bahwa kualitas Indonesia tidak terlalu jauh dari Australia.
Hanya saja, kita tentu akan melihat bahwa timnas kita kalah karena ada faktor-faktor tertentu yang menjadi penyebabnya. Apa saja?
Pertama, kekalahan kita berawal dari dominasi permainan timnas Australia. Sepertinya, Australia tahu bahwa jika bola dibiarkan untuk dikuasai Indonesia, itu artinya bahaya besar bagi pertahanan mereka.
Tentu, faktor ini bukan bualan, karena pada kenyataannya, Indonesia bisa mencetak dua gol ke gawang Nicholas  Suman. Artinya, kunci untuk mengalahkan Indonesia adalah membatasi ruang kreasi para pemain Indonesia. Itulah yang dilakukan anak asuh Trevor Morgan.
Kedua, kualitas permainan kolektif Australia menjadi kunci dalam mengobrak-abrik pertahanan Indonesia. Pertahanan Indonesia masih terlihat kurang rapat dan kurang bagus kerja samanya. Terutama, dalam melakukan penjagaan pemain tanpa bola.
Permasalahan klasik pada pertahanan Indonesia dalam hal "bengong" saat terjadi bola lambung di dalam kotak penalti pun sempat terjadi. Dan nahasnya, langsung berbuah gol pertama bagi Australia.
Beruntung, setelah itu, pemain Indonesia mulai terlihat bisa mengantisipasi duel bola atas, terutama yang dilakukan Rizky Ridho. Sebenarnya, tanpa memenangkan duel bola atas namun diganti dengan ketatnya pengawalan tanpa bola dan sama-sama melompat di udara, itu bisa membuat lawan tidak bisa leluasa dan bisa fokus mengarahkan bola ke gawang.
Jika pola bertahannya begitu, maka Ernando tidak harus mengambil tanggung jawab berduel di udara dengan segera keluar dari bawah mistar untuk menjemput bola. Karena, keputusan krusial itu harus dilakukan kiper dengan garansi, bahwa dia dapat memenangkan duel dan tepat dalam menebak arah bola.
Apakah kemudian kita menyayangkan ketiadaan Elkan Baggot?
Bisa jadi.
Tetapi, tim yang tidak punya banyak pemain tinggi seperti Barcelona di era Pep Guardiola, nyatanya tidak terdengar di Eropa sebagai tim yang mudah dibobol lewat bola lambung. Justru, tim yang selalu 'keder' dengan situasi bola mati adalah Arsenal, yang padahal tidak punya kekurangan jumlah pemain berpostur tinggi.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!