Pertama, Arsenal bermain cepat panas di awal lalu cenderung memilih bertahan dibanding tetap menguasai bola. Hal ini dikarenakan Crystal Palace cenderung berbahaya kalau dibiarkan bermain dengan taktik pragmatis.
Biasanya, tim yang ingin bermain pragmatis cenderung akan kesulitan jika diuji lawan untuk 'pegang bola'. Ini pun terjadi pada Crystal Palace yang walaupun bisa mencetak cukup banyak peluang, mereka masih sulit menjebol gawang lawan.
Arsenal pun bisa sengaja bermain bertahan, karena pertahanan mereka sedang ada di tren positif. Mereka hanya kebobolan satu gol--saat melawan Tottenham Hotspur--dalam empat laga terakhir.
Kedua, Arsenal terlihat sadar bahwa mereka sebenarnya mampu mengkreasikan peluang. Termasuk ketika mereka sengaja bermain "pasif".
Kendalanya, mereka masih kurang efektif. Dan ini perlu diperbaiki di babak kedua.
Ketiga, Arsenal berupaya tampil tidak sesuai dugaan sederhana banyak orang. Ini bisa dilihat dari bermainnya Odegaard, Emile Smith Rowe, dan Nicolas Pepe bersamaan di babak pertama.
Kalau kita lumayan mengikuti pertandingan Arsenal di awal musim ini, kita melihat tiga pemain tersebut jarang bermain bersama. Jika Pepe bermain, salah satu dari Rowe dan Odegaard akan menepi di bangku cadangan.
Begitu juga kalau Pepe tidak bermain. Ini dikarenakan, Rowe biasanya kalau bermain dengan Odegaard, dia akan berada di sisi sayap kiri. Lalu, Bukayo Saka di kanan.
Pada pertandingan ini, Saka di kiri, Pepe di kanan, dan Rowe di gelandang serang. Odegaard pun sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa dia berada di dekat Thomas Partey.
Susunan ini jelas menunjukkan kalau Arteta punya pertimbangan, bahwa Arsenal akan memanfaatkan kecepatan transisi dari kedua sayap. Dan, di sisi lain, tetap ada gelandang kreatif pada Odegaard, meskipun dia harus sedikit mundur.
Harapannya, Odegaard bisa mengirimkan bola-bola transisi akurat kepada Pepe maupun Saka. Itulah kenapa, mereka tidak masalah kehilangan penguasaan bola di babak pertama.