Aprilia Gresini adalah salah satu tim balap sekaligus tim pabrikan yang kembali pentas di kelas MotoGP pada musim 2015 bersama tim pabrikan lain, Suzuki Ecstar. Menariknya, seperti Suzuki, Aprilia juga sampai musim 2021, masih belum mempunyai tim satelit.
Sebenarnya, Suzuki bisa menjadi contoh sebagai tim pabrikan yang berhasil meraih kesuksesan meski tanpa mempunyai tim satelit. Namun, tim-tim pabrikan yang kompetitif akan makin kompetitif jika mereka mempunyai tim satelit.
Meski begitu, menjadi tim pabrikan yang mempunyai tim satelit juga perlu persiapan yang besar. Selain karena rekam jejak bagus di kelas utama seperti Honda, Yamaha, dan Ducati, sebuah tim pabrikan juga perlu disokong finansial besar seperti KTM yang mempunyai latar belakang finansial besar karena bekerja sama dengan Red Bull.
Bagaimana dengan Aprilia?
Untuk ukuran kompetitif, Aprilia masih baru terlihat kompetitif pada musim 2021. Itu pun belum sepenuhnya konsisten. Maka, bisa saja harapan mempunyai tim satelit sulit terwujudkan.
Mungkin, Aprilia harus berjuang mendekati mantan pembentuk tim satelit, seperti MarcVDS, untuk kembali pentas di kelas utama. Atau, merayu Avintia Esponsorama untuk bersedia bertahan di MotoGP.
Dua sponsor besar ini bisa dikatakan lebih kooperatif, mengingat mereka mau menjadi tim satelit kedua dari sebuah tim pabrikan. MarcVDS pernah menjadi tim satelit kedua di Honda. Avintia Esponsorama Racing menjadi tim satelit kedua di Ducati.
Namun, sebelum hal itu terjadi, Aprilia harus melakukan sesuatu yang nyata saat ini, yaitu membuat motornya kompetitif. Dan, sampai musim 2021 tinggal beberapa seri lagi, Aprilia bisa dikatakan sudah mulai kompetitif.
Itu bisa dilihat dari konsistensi Aleix Espargaro yang lebih baik dibanding musim 2020. Dan, makin dibuktikan dengan keberhasilannya menjejakkan kaki di podium ketiga di GP Silverstone (29/8).
Baca juga: Hasil MotoGP Inggris 2021
Lalu, apa yang membuat Aprilia menjadi lebih kompetitif?
Secara garis besar, Aprilia bisa terlihat lebih kompetitif, karena mereka mulai mau melupakan idealis kuatnya. Salah satu bukti dari berkurangnya idealisme pada Aprilia adalah konon kabarnya, mereka telah menggunakan konfigurasi mesin V4 yang bersudut 90 derajat seperti yang digunakan Ducati.
Dengan sudut sedemikian rupa, maka Aprilia mulai kompetitif dan hampir mirip seperti Ducati. Meskipun, sebenarnya mereka sudah terlihat seperti Ducati sejak awal berkompetisi lagi di kelas utama.
Kemiripannya bukan di kecepatan, melainkan di rangka badan motornya. Bahkan, saat motor MotoGP mulai menerapkan fairing aerodinamika, bentuk aero-fairing motor Aprilia bisa dikatakan 11-12 dengan motor Ducati.
Namun, yang membuat Aprilia seperti sulit mengikuti jejak Ducati yang kian kompetitif sejak 2016 adalah ketidaksinkronan antara bentuk konfigurasi mesin dengan rangka motor. Secara tampilan luar motor, motor Aprilia seperti Ducati, tetapi secara bentuk mesin, mereka seperti Honda dan KTM--yang meniru Honda.
Artinya, Aprilia seperti ingin mengombinasikan ciri khas Honda dengan Ducati. Di satu sisi, ini memang patut diacungi jempol, karena ada upaya berinovasi.
Namun, di sisi lain, ini seperti siswa yang asal melakukan salin-tempel dalam pembuatan makalah yang esok pagi harus disetorkan ke guru. Salin-tempel memang bukan hal yang sepenuhnya salah, jika dapat dilakukan dengan benar.
Tetapi, salin-tempel yang seringkali terjadi adalah ketidaksinkronan antara apa yang disalin-tempel dengan apa yang sebenarnya digagas atau yang ditargetkan. Artinya, upaya salin-tempel itu seperti bervisi pada, "yang penting jadi dan ada".
Itu yang kemudian seperti terjadi di Aprilia. Pembedanya, mereka seperti ingin membuat cara salin-tempel adalah sebagai inovasi dan suatu penawaran ciri yang berbeda.
Namun, upaya itu seperti sulit untuk menjadikan mereka kompetitif. Imbasnya tentu adalah penurunan daya tarik mereka bagi pembalap lain, termasuk pembalap muda yang akan pentas ke MotoGP.
Melihat kesulitan itu, mereka mulai berupaya memperbaiki motornya dan mengurangi idealisme dalam upaya berinovasi dan ingin segera tampil beda. Mereka kini dikabarkan sudah mulai mempertimbangkan untuk menggunakan pendekatan Ducati dalam menyinkronkan antara rangka badan motor dengan bentuk konfigurasi motor.
Jika melihat rangka badan--tempat tangki dan mesin--yang panjang, maka idealnya pembagian ruangnya juga tepat. Inilah yang membuat Ducati terlihat kompetitif. Karena, dengan ruang yang panjang pada badan utamanya, akan lebih tepat jika bentuk mesinnya bisa mengisi ruang yang disediakan.
Itulah yang membuat mesin V4 Ducati kemudian dikenal juga dengan istilah L4, karena sudutnya sudah bukan lagi 72 derajat, seperti Honda. Berbeda dengan Honda, juga KTM, yang masih bisa kompetitif dengan V4 72 derajat, karena rangka badan mereka tidak panjang.
Hanya saja, itu juga bisa menjadi petaka bagi pembalap yang berpostur tinggi seperti Danilo Petrucci. Saat ia memperkuat KTM Tech 3 terlihat sangat kesulitan dibanding saat di Ducati. Karena, pembalap berpostur tinggi perlu ruang yang lebih panjang, agar saat berakselerasi di lintasan lurus, tubuh bisa menunduk sempurna.
Itulah kenapa, bentuk konfigurasi mesin dengan rangka motor sangat penting untuk diperhitungkan. Karena selain akan berpengaruh pada keseimbangan motor, juga akan sangat berpengaruh bagi pembalap.
Jika motornya terdapat masalah, pembalap pun akan mendapatkan imbasnya. Bahkan, pembalap yang bisa mengatasi permasalahan atau kekurangan pada motornya sampai sejauh ini hanyalah Marc Marquez--setelah Valentino Rossi di masa lalu.
Itu pun masih dengan catatan, Marc Marquez yang sebelum kecelakaan parah pada 2020 lalu. Pada musim 2021, Marc Marquez yang sudah kembali balapan sejak GP Portimao juga terlihat seperti pembalap kebanyakan, yang akhirnya merasakan dampak besar dari permasalahan motornya dan mengakibatkan dia sering terjatuh--selain karena faktor dirinya sendiri.
Dari sinilah kita bisa melihat pula, bahwa keinginan untuk tampil beda juga bisa berakibat fatal jika tidak dipersiapkan dengan perhitungan yang matang. Inilah yang kemudian membuat Aprilia seperti mau tidak mau harus menurunkan egonya.
Mereka mulai perlu mempertimbangkan tentang kemajuan perkembangan yang dilakukan oleh Ducati, dan itu bisa diterapkan pada motor mereka yang sepertinya memang dilahirkan untuk menjadi "Ducati kedua". Seperti KTM yang menjadi "Honda kedua".
Jika sudah begitu, apakah Aprilia selamanya akan mendompleng kreativitas dan inovasi dari Ducati?
Sebenarnya, secara umum, tidak hanya Aprilia yang bisa disebut turut mendompleng Ducati. Semua motor di MotoGP bisa terlihat seperti saat ini juga karena Ducati.
Dari aero-fairing, little scoop di bawah motor atau di depan ban belakang, sampai yang saat ini banyak dibicarakan adalah 'ride height device'. Itu adalah bukti-bukti bahwa perkembangan motor saat ini sedang dipimpin oleh Ducati.
Kenapa bisa begitu?
Karena mereka ingin juara dunia setelah Casey Stoner pada 2007. Target yang sampai sejauh ini masih belum terealisasi, bahkan ketika Marc Marquez sedang tidak dalam performa terbaiknya.
Namun, yang membuat Ducati terlihat lebih matang dibandingkan Aprilia dalam upaya membuat gagasan adalah karena mereka diyakini sudah sejak lama memulai segala proyek yang akhirnya terwujudkan satu per satu seperti saat ini.
Minimal, sejak Andrea Dovizioso ada di Ducati (2013) dan kemudian "meledak"--dalam arti positif--ketika Dovi terpancing untuk unjuk gigi, karena kedatangan juara dunia tiga kali kelas MotoGP, Jorge Lorenzo.
Artinya, Ducati juga perlu waktu lama untuk seperti sekarang. Dan, inilah yang sebenarnya perlu dicermati dalam menilai apa yang dilakukan Aprilia.
Aprilia memang boleh berusaha tampil beda, tetapi kalau itu tidak disiapkan sebagai proyek jangka panjang, maka apa yang mereka lakukan akan terkesan terburu-buru. Inilah mengapa, jika mereka ingin cepat kompetitif, langkah paling tepat adalah meniru pengembangan motor pabrikan terbaik.
Tentu, kesannya seperti kurang kreatif. Tetapi, jika melihat mereka ingin segera kompetitif, bahkan mereka sudah menargetkan tahun 2023 sebagai musim kompetitif mereka, maka mereka harus realistis.
Lagipula, segala upaya meniru pada akhirnya juga tidak akan sepenuhnya sama. Karena, dalam upaya peniruan pasti butuh yang namanya kesamaan pondasi, dalam hal ini adalah finansial.
Sampai sejauh ini, Aprilia dikabarkan sebagai tim pabrikan yang tidak mempunyai dana sebanyak tim pabrikan lain, terutama Ducati. Artinya, apa yang mereka hasilkan belum tentu akan sama seperti yang dihasilkan Ducati.Ini belum lagi berbicara hal lain, misalnya pembalap. Namun, ini nanti bisa dibahas di lain kesempatan.
Jadi, dari apa yang terjadi pada Aprilia, kita belajar satu hal yang mungkin bisa kita terapkan juga dalam aktivitas di bidang masing-masing, yaitu tidak harus terburu-buru untuk ingin terlihat berbeda saat belum waktunya. Artinya, sebelum kita mempunyai kreativitas dan inovasi, kita perlu merangsangnya dengan cara meniru, dan tentunya meniru sesuatu yang tepat.
Malang, 6-12 September 2021
Deddy Husein S.
Terkait: Motorplus-online.com, Blogotive.com, Otomania.gridoto.com, Kumparan.com, The-race.com 1, The-race.com 2, Onlinelibrary.wiley.com.
Tersemat: Kompas.com,Rungansport.com, Â Cycleworld.com, Motorplus-online.com.
Baca juga: Usaha Aprilia agar Tidak Makin Ketinggalan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H