Lalu, apakah penting kita tahu kalau orang lain juga memikirkan hal yang sama dan/atau sebaliknya?
Dalam urusan literasi, itu penting. Karena, apa yang tersampaikan dalam sebuah informasi, idealnya bisa mewadahi fakta di luar dan di dalam, sekalipun berbeda persentasenya.
Memang, yang mengabadikan informasi itu adalah satu orang yang biasanya ada di satu posisi, tetapi di balik itu, bisa saja ada orang lain dari posisi yang berbeda dan ia membantu untuk pembangunan informasi menjadi sedemikian rupa.
Pembedahan informasi perlu dilakukan agar tidak sekadar menerima dan menyebarkan suatu informasi. Berasumsi memang bukan kesalahan, karena itulah pekerjaan otak kita. Tetapi, kalau apa yang kita asumsikan akan kita sampaikan di forum besar maupun kecil, maka seyogyanya ada pertemuan terlebih dahulu antara asumsi dengan fakta.
Fakta itu bisa disebut secara luas dengan nama literasi, juga bisa disebut secara spesifik dengan nama referensi. Referensi kita apa sampai dapat menghasilkan asumsi sedemikian rupa.
Proses inilah yang kemudian perlu menjadi bagian dari apa yang akan kita lakukan sehari-hari, termasuk dalam hal berkarya. Karya juga salah satu wujud dari informasi yang ingin disampaikan si pembuat ke publik atau penikmat.
Makin luas jangkauannya, maka makin besar pula keharusan kita untuk memproduksi karya yang dapat dipertanggungjawabkan secara benar. Makin luas jangkauan, juga makin perlu kita mencari referensi-referensi yang relevan dan berdasarkan zona jangkauan dari karya kita.
Sederhananya, dua orang yang lama menongkrong bareng pasti sudah hafal dan paham dengan candaan yang saling mereka lontarkan. Tetapi, ketika masuk satu orang yang jarang menongkrong bersama mereka, maka cara dan bentuk candaannya tidak bisa hanya berkutat pada dua orang itu.
Artinya, yang satunya juga perlu dilibatkan. Kalau tidak begitu, orang yang baru menimbrung pasti belum paham dengan candaan khas dua orang tersebut.
Pola dasar itu juga berlaku dalam pertukaran informasi lewat karya, terutama karya seni. Baik itu lukisan, animasi, film, novel, hingga puisi.
Karya-karya tersebut juga perlu adanya proses literasi dan terutama punya dasar referensi yang tepat. Kalau tidak, maka karya seni kita bisa saja menjadi kurang inovasi dan minim kreativitas.