Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Balik Keindahan Seni untuk Mengkritik

1 September 2021   15:11 Diperbarui: 1 September 2021   15:49 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi karya satir. Sumber: Pexels/Cottonbro

Menurut saya, kunci dari kreatif dan inovatif adalah keberadaan pengetahuan dan pengalaman. Kalau kita sudah punya keduanya, maka kita punya potensi untuk kreatif dan inovatif.

Makin tinggi pengetahuan dan pengalaman, kreativitas dan inovasi juga akan meningkat. Itu logikanya.

Lalu, bukankah karya seni perlu imajinasi?

Betul. Tetapi, imajinasi kita sebenarnya kalau disadari betul maka hulunya adalah pengetahuan dan pengalaman. Bahkan, mimpi yang kita punya saat tidur pun hulunya adalah informasi-informasi dan pemikiran-pemikiran yang ada saat kita sadar.

Atau, contoh sederhananya adalah ketika kita merasa bahwa kita sudah mampu makan sendiri tanpa perlu disuapi. Di situ kita kadang lupa tentang terjadinya proses transfer pengetahuan tentang cara makan yang benar dari orang tua kita.

Akibatnya, kita seolah-olah merasa memang secara naluriah akan menggunakan tangan untuk makan. Padahal, kalau kita tidak pernah melihat orang tua kita makan dengan menggunakan tangan, apakah kita akan menggunakan tangan untuk makan?

Ilustrasi ini tentu tidak bermaksud untuk merujuk pada difabilitas, melainkan tentang keberadaan transfer pengetahuan dan pengalaman dari satu orang ke orang lain. Inilah yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang terkadang seperti tidak (ingin) disadari.


Ketidaksadaran ini yang kemudian bisa menimbulkan pemikiran bahwa kita bisa melakukan apa saja karena kita bisa, bukan karena kita tahu terlebih dahulu. Alur ini seperti sudah tidak dipikirkan lagi, karena seolah-olah kita sudah menganggap itu sudah paten di dalam diri kita.

Imbasnya, tidak jarang kita mulai merasa bahwa diri kita adalah empu dari segala pemikiran yang ada di dalam pikiran kita. Kita seperti tidak lagi memperhatikan bagaimana kita bisa memikirkan enaknya bakso tanpa memikirkan kejadian tentang bertemunya kita dengan penjual bakso.

Itu yang kemudian membuat kita berpikir bahwa kitalah yang sedang memikirkan itu. Kitalah yang punya sumber informasi itu. Padahal, bisa saja tetangga kita juga sedang memikirkan enaknya bakso yang sama, karena penjual baksonya memang berkeliling di sekitar komplek itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun