Mereka harus berada satu grup dengan Chile, Uruguay, dan Paraguay yang bertindak sebagai kuda hitam di grup A. Dua laga awal terlihat sangat berat, karena Argentina langsung berhadapan dengan Chile dan Uruguay.
Beruntung, Lionel Messi dkk. berhasil mengantongi 4 poin dari dua laga tersebut. Itu dapat menjadi modal penting untuk menghadapi Paraguay dan Bolivia.
Setidaknya, mereka sudah menemukan penempaan mentalitas sejak awal. Dari situlah, mereka seperti bisa mengatasi keadaan di laga-laga selanjutnya. Termasuk ketika harus menghadapi perlawanan ulet dari Ekuador di perempat final.
Mereka berhasil mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan cukup ketenangan dan strategi yang bisa dikatakan tepat.
Scalone memasukkan pemain penyeimbang di lini tengah, dan memasukkan pemain berpengalaman, yaitu Angel Di Maria.
Keberadaan Di Maria seperti memudahkan pekerjaan Lionel Messi untuk mengobrak-abrik pertahanan Ekuador yang bisa dikatakan cukup kokoh. Namun, masuknya Di Maria, perlahan nan pasti mengudar kelemahan koordinasi pertahanan Ekuador, terutama pada transisi dari menyerang ke bertahan.
Bola-bola diagonal dan bola lambung jarak jauh seperti menjadi momok bagi pertahanan Ekuador. Akhirnya, dari situlah peluang dan gol-gol Argentina tercipta.
Suatu pemandangan menarik dari Argentina adalah pendekatan taktik. Mereka yang dalam fase grup terlihat mengandalkan lini tengah sebagai pengontrol jalannya pertandingan, di laga ini seperti mencoba "melupakan" peran lini tengahnya sebagai pengontrol permainan.
Argentina justru bermain lebih praktis dalam membangun serangan. Ini artinya, Argentina mampu mengubah gaya bermain dan memaksimalkan kualitas pemainnya.
Beruntung, Scalone dapat memaksimalkan peran Di Maria, yang membuat efektivitas serangan Argentina meningkat. Pengalaman Di Maria terbukti ampuh untuk mengobrak-abrik konsentrasi Ekuador yang perlahan nan pasti juga mulai goyah saat waktu mendekati akhir pertandingan.