"Oh, ternyata olay juga tuh orang!"
Padahal, kita seharusnya ingat bahwa masing-masing pasti punya "zona teritorial" tersendiri. Masing-masing pasti punya rumah sendiri.
Memang, media sosial adalah bagian dari keterbukaan. Tetapi, media sosial terkadang bisa menjadi rumah bagi penggunanya.
Rumah itu terkadang bisa berfungsi sebagai ruang tamu, bisa pula berfungsi sebagai tempat makan, tempat tidur, dan sebagainya. Artinya, rumah bisa menjadi tempat bepersona, maupun menjadi tempat berekspresi apa adanya.
Hal itu juga bisa diberlakukan di akun media sosial masing-masing. Ada orang-orang yang tetap ingin menjalin interaksi, namun dibatasi. Ada pula yang ingin membuka interaksi seluasnya.
Tinggal pilih.
Mengenai sifat, ada orang-orang yang sebenarnya punya sifat yang terbuka. Namun, keterbukaan itu terkadang perlu ruang dan waktu tertentu. Ada pula yang keterbukaannya bisa kapan saja dan di mana saja.
Kemudian, kita juga perlu mengingat tentang ekspresi. Hampir semua orang punya ekspresi. Hampir semua orang punya keinginan untuk becerita. Namun, tidak semua orang merasa menemukan media yang sama untuk berekspresi dan becerita.
Ada orang-orang yang cenderung sukanya becerita kepada banyak orang, ada yang ke sedikit orang. Ada pula orang yang suka membuka ekspresinya atau ceritanya dengan menyasar ke lingkup umum, yang artinya bisa menjebak ketersinggungan bagi orang lain yang mengetahui apa yang dibagikan orang tersebut.
"Siapa yang tersinggung, itu urusanmu. Bukan urusanku." Ibaratnya begitu.