Hal semacam itu bisa terjadi, karena sebelum menilai orang lain, seseorang perlu "menjelajahi" orang lain. Zaman sekarang, menjelajahi orang lain bisa dilakukan dengan membuka media sosial dan mencari akun media sosial orang lain.
Kita bisa melihat semua unggahannya dan mulai mencoba menerka-nerka bagaimana sifat orang tersebut. Apakah itu valid?
Pada kenyataannya, kita juga perlu berinteraksi dengan orang tersebut, untuk mulai selangkah lebih pasti dalam menilainya. Hanya saja, berinteraksi juga tidak gampang.
Kalau orangnya jauh, kita hanya bisa berinteraksi lewat media sosial. Kalau orangnya dekat, kita bisa mengajak bertemu, walau belum tentu dapat terjadi.
Menilai orang lain di media sosial juga bisa dilakukan kepada orang-orang yang sudah dikenal di kehidupan nyata. Bedanya, menilai orang yang sudah dikenal lewat aktivitasnya di media sosial juga bisa menjadi permasalahan.
Dua diantaranya adalah keterkejutan dan tidak menerima "pertunjukan" yang berbeda antara di kehidupan nyata dengan di kehidupan maya. Ada orang-orang yang cenderung pasif di kehidupan nyata, tapi aktif dan sangat aktif di kehidupan maya.
Ada yang terlihat aktif di kehidupan nyata, namun pasif di media sosialnya. Tapi, ada juga yang aktif di dua sisi kehidupan tersebut.
Hal semacam itu kemudian tidak jarang menimbulkan ketidakterimaan bagi orang yang melihatnya. Langkah yang terjadi selanjutnya, bisa dengan terwujudnya komentar di media sosial, maupun di pertemuan langsung.
Komentar itu menjadi bagian dari upaya menilai, termasuk mengungkapkan rasa tidak suka terhadap aktivitas yang kontras antara di kehidupan nyata dengan maya. Apakah itu boleh?
Sebenarnya boleh, kalau berdasarkan kebutuhan bersama dan berdasarkan tingkat mengenal antarindividu. Kalau berdasarkan kepentingan yang berat sebelah, itu tidak baik. Begitu juga kalau dilakukan dengan kondisi belum sepenuhnya saling mengenal.
Belum kenal saja sudah saling menilai dan mengomentari, apalagi kalau sudah kenal. Bisa makin runyam.