Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Benarkah Kasus di Old Trafford Murni ESL dan Glazers? (Bagian 3)

29 Mei 2021   18:30 Diperbarui: 29 Mei 2021   18:42 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jarak yang sangat jauh antara Bayern Munchen dengan klub lain. Sumber: diolah dari Wikipedia.org

Jangan lupa dengan pepatah klasik ini, "ada harga ada barang". Itu adalah logika sederhana yang harus dicermati oleh semua orang, terutama pihak di dalam klub dan kelompok suporter.

Praktik politik yang kedua adalah UBM. Ujung-ujungnya Bayern Munchen. Tidak hanya pemain yang kemudian menjadikan Bayern Munchen sebagai tolok-ukur menaikkan standar kualitas, para pelatih pun melakukannya.

Julian Nagelsmann adalah contoh teraktual. Dia adalah pelatih yang sangat potensial, namun belum bisa juara. Hingga kemudian, langkahnya adalah merapat ke Bayern Munchen.

UBM ini juga berlaku dalam hal fasilitas. Fasilitas sepak bola terbaik di Jerman masih bisa disebut puncaknya ada di kandangnya Bayern Munchen. Allianz Arena di Munich adalah sebuah representasi bahwa mereka masih menjadi kiblatnya kemajuan sepak bola di Jerman.

Dan, jangan lupa, pembangunan itu juga tidak lepas dari sponsor besar. Allianz. Artinya, dalam hal membangun fasilitas sepak bola perlu keberanian mengambil risiko bisnis dan visi ke depan dari pihak investor dan sponsor.

Hal itu yang kemudian seharusnya menjadi cermin wawas diri terkait keberadaan kebijakan 50+1. Harmoni komunal dalam sepak bola memang penting, tetapi jangan naif dengan peningkatan standar kehidupan.

Kita harus ingat bahwa kemajuan fasilitas dewasa ini dan ke depan pasti butuh uang yang sangat banyak. Kelompok suporter memang punya uang, tetapi apakah uang tersebut dapat dialokasikan semua untuk klub?

Selain itu, kekurangan terkait kebijakan 50+1 adalah ketika ada pandemi Covid-19. Saat pandemi terjadi, dan sektor ekonomi massal terdampak, bagaimana keadaan kelompok suporter? Apakah baik-baik saja?

Kalau kelompok suporternya saja tidak baik-baik saja, apalagi klubnya. Pasti sangat tidak baik.

Artinya, dalam kebijakan ini ketika ada masalah, satu jatuh maka semua akan jatuh. Seperti ketika pandemi, klub-klub di Jerman (maaf) sekarat finansialnya. Mereka juga yang kemudian berupaya segera melanjutkan kompetisi 2019/20.

Tidak hanya karena mereka bisa cepat mengatasi pandemi, tetapi juga karena mereka sangat butuh kompetisi dapat berlanjut agar dana dari hak siar tidak hangus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun