Bertambahnya bisa secara per individu yang memberi atau secara keseluruhan. Ini yang membuat saya belum bisa berpikir logis tentang keterkaitan antara puasa yang saya lakukan dengan THR yang saya dapatkan.
Apakah ada CCTV di rumah saya? Atau, apakah saya selalu dikuntit orang untuk melihat saya apakah sering mokel (membatalkan puasa secara sengaja) atau tidak?
Namun, seiring berjalannya waktu, saya mulai mengetahui korelasi antara bertambahnya nominal THR yang diberikan seseorang kepada saya dengan puasa saya.
Pertama, mereka tahu kalau saya sudah sepatutnya berpuasa penuh. Puasa penuh ini bisa diartikan dengan puasa sampai magrib. Levelnya sudah ke sana. Soal apakah saya bolong beberapa hari, mungkin itu bukan takarannya.
Kedua, mereka tahu bahwa saya sudah bertambah usia dalam jenjang sebagai pelajar. Maka, mereka tahu kalau saya juga punya kebutuhan meningkat, khususnya dalam hal pendidikan.
Mungkin, mereka memberi THR lebih tinggi dari sebelumnya karena tahu saya juga kadang membutuhkan hal-hal tertentu yang terkadang tidak bisa dicari titik temu dialognya dengan orang tua. Anak merasa suatu hal penting, belum tentu orang tua berpikir demikian.
Ketiga, mungkin mereka juga ingin mengenalkan dan menguji kemampuan saya dalam mengatur uang. Karena, seiring berjalannya waktu, saya pasti akan mengenal uang yang lebih tinggi dari apa yang sebelumnya dan biasanya saya lihat, pegang, dan simpan.
Ibaratnya, melihat nominal THR yang tinggi seperti mulai mengenal nominal yang akan sering saya lihat ketika sudah dewasa. Tolok-ukurnya adalah puasa sama dengan bekerja.
Semakin lancar puasanya sama seperti semakin lancar bekerjanya. Ketika seorang anak lancar berpuasa, itu seperti seseorang yang bekerja dan ia lancar melakukannya.
Kalau sudah demikian, tidak mengherankan kalau anak yang berpuasa lancar akan dapat THR yang lebih tinggi dari sebelumnya. Karena, itu juga mirip dengan orang yang lancar bekerja. Gajinya juga (insyaallah) lancar.
Melihat logikanya sedemikian rupa, maka puasa lancar sama dengan THR lancar bisa terjadi pada anak. Tetapi, logika ini tidak sepenuhnya manjur pada orang usia dewasa.