Ini juga berlaku saat Ramadan. Malah, saat Ramadan, Youtube menjadi penolong saya untuk tetap terjaga sembari menunggu waktu berbuka.
Ketika selepas sore menjelang waktu berbuka, tidak jarang ada hari-hari tertentu yang mungkin bisa disebut nahas, karena pada hari itu sorenya sudah kehabisan tenaga. Daya tahan tubuh yang sudah sangat turun, ternyata malah tidak bagus kalau digunakan untuk tidur.
Karena, saat tidur, bukannya tubuh menghemat tenaga yang dimiliki, tetapi juga membuat rasa lapar semakin tinggi. Ini seperti hukum biologis yang dimiliki Beruang Kutub. Mereka setelah berhibernasi akan sangat galak, karena sangat lapar.
Bahkan, meskipun dia sudah menabung banyak makanan di dalam perut, tetap saja ia akan bangun dengan keadaan lapar dan ganas. Inilah yang sebenarnya juga berlaku dalam tubuh manusia, khususnya seperti yang pernah saya alami suatu hari saat berpuasa.
Saat itu, sekitar pukul 16.00 WIB--waktunya ngabuburit, saya memilih tidur karena saya pikir agar tenaga masih cukup untuk beberapa menit menjelang berbuka. Tetapi, bukannya saya bangun dengan sisa-sisa semangat, malah bangun dalam kondisi yang jauh lebih lelah daripada sebelum tidur.
Itulah mengapa, akhirnya ketika menjelang waktu berbuka, saya lebih memilih membuka Youtube, daripada tidur. Bahkan, tidak masalah kalau saya akhirnya hanya bisa berbaring, yang artinya konten yang saya mainkan akan seperti konten audio, karena hanya saya dengar.
Keberadaan Youtube juga menurut saya masih asyik, karena secara konten masih bisa disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan. Kalau kemudian ada kanal-kanal acak muncul di beranda dan tidak ingin dikepoin, tinggal klik 'Jangan Rekomendasikan Channel'. Beres!
Kalau saya, sekalipun sebenarnya masih pilih-pilih, tapi pada kenyataannya masih banyak orang lain yang lebih pilih-pilih daripada saya. Alasan saya masih mau menonton kanal yang terkadang terlihat acak adalah untuk memperkaya pengetahuan.
Sebagai milenial garis akhir, interaksi ke depan akan dipenuhi oleh generasi Z yang jauh lebih kaya pengetahuannya, karena mereka memang belum pilih-pilih informasi. Itulah kenapa, kalau sewaktu-waktu saya seperti terjebak di lingkaran tak terduga, saya masih bisa berharap tahu minimal 10% tentang lingkaran itu.
Karena, sekalipun gemar menjadi pendengar, saya juga tidak mau menjadi pendengar yang asal menerima saja informasi itu ke dalam kepala. Di dalam kepala harus ada pertemuan antara informasi "on the spot" dengan informasi "before it's happened" yang sudah saya punya.