Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Keuntungan Menjadi "Anak Bawang"

19 April 2021   19:57 Diperbarui: 20 April 2021   04:58 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bekerja. Sumber: Pexels/Fauxels

Mengenal istilah "anak bawang", seperti mengingat tentang keberadaan angka 100. Sebelum ada angka itu, ia tersusun dari angka 1 sebelum berderet-deret ke angka berikutnya hingga 100. Angka 99 juga kemudian perlu angka 1 sebelum menjadi genap 100.

Atau, menengok ke secangkir kopi yang hangat dan harum khas kopi. Sebelumnya, cangkir itu kosong bahkan juga kotor. Ia perlu dicuci bersih, dilap, kemudian siap dituangkan bubuk kopi dan air hangat.

Ini juga berlaku ketika kita melihat sebuah foto atau gambar ilustrasi, di baliknya juga ada hal lain. Semisal itu adalah foto, maka di baliknya ada proses fotografi. Begitu juga jika itu adalah gambar ilustrasi, maka di baliknya ada proses penggambaran untuk dapat mengilustrasikan sesuatu.

Artinya, tidak ada yang sepenuhnya kosong, termasuk kanvas yang dijadikan sebagai media melukis. Sebelumnya, ia adalah pohon yang diproses hingga menjadi kertas sedemikian rupa.

Ini menunjukkan bahwa selalu ada awal mula. Termasuk dalam ranah pekerjaan. Di sana selalu ada awal mula.

Seperti awal mula terbentuknya lapangan pekerjaan itu, hingga keberhasilan merekrut para pekerja. Di dalam struktur pekerjanya juga kemudian ada yang sudah lama bekerja di situ, bahkan ada yang sudah bekerja sejak awal berdirinya lapangan pekerjaan tersebut, baru kemudian ada pekerja baru.

Secara mendalam, sebenarnya pekerja baru juga belum tentu baru. Ada yang sudah bekerja di bidang sama hanya beda tempat, atau memang sepenuhnya baru bekerja karena merupakan lulusan baru (fresh graduate).

Sebenarnya, lulusan baru juga belum tentu dia buta peta terhadap dunia pekerjaan. Bisa karena dia sebelumnya bekerja paruh waktu dan/atau pekerja lepas, atau juga karena dia mengikuti organisasi atau komunitas.

Organisasi atau komunitas biasanya akan mempunyai anggota yang masih merupakan mahasiswa juga siswa/pelajar. Saat mereka ada di sini dan kemudian ditarik untuk berpartisipasi lebih jauh, misalnya diajak sebagai anggota pengurus, bukan hanya sebagai anggota organisasi, maka dia akan punya peluang untuk belajar tentang pengelolaan organisasi.

Pengelolaan organisasi bisa berwujud lewat kegiatan yang dihasilkan, pemberkasan, hingga pembendaharaan. Selama mengelola kehidupan di dalam organisasi itu, pasti mereka akan mengenal struktur dan sistem.

Struktur biasanya berkaitan dengan status dan peran. Sistem biasanya berkaitan dengan peraturan dan gaya kerja. Dua hal inilah yang lekat dengan dunia profesional, yang kemudian disebut pekerjaan.

Sebenarnya, ketika masuk ke dalam organisasi lalu dapat dipercaya sebagai pengurus atau minimal anggota pengurus, maka seseorang yang minim pengalaman kerja akan mengetahui prototype dunia kerja. Bedanya, di lingkup organisasi terkadang masih ada gaya kerja gotong-royong dan kerja ganda (double jobs).

Misalnya, seorang bendahara organisasi juga menjadi humas organisasi. Kemudian, gaya kerja gotong-royong seperti kerja sama antara seorang ketua organisasi dengan sekretaris organisasi untuk menyelesaikan pemberkasan untuk akhir tahun.

Ini hampir sudah tidak ada di dunia kerja profesional, karena mereka pasti punya pekerja yang sesuai bidang yang diperlukan. Kecuali, tempat kerja yang baru terbangun dan belum dapat menarik minat masyarakat, maka banyak bidang di dalamnya masih digerakkan orang-orang yang sama.

Gotong-royong dan kerja ganda di dalam organisasi biasanya juga karena faktor kepercayaaan, keikhlasan, dan kemampuan. Tidak semua anggota organisasi dapat dipercaya mengerjakan suatu hal, entah karena kemampuannya atau karena risiko.

Kemudian dalam hal keikhlasan, anggota organisasi juga tidak semuanya hadir secara sukarela terhadap kehidupan organisasi. Tidak jarang, mereka lebih senang menjadi pengikut daripada inisiator.

Sedangkan, kemampuan biasanya baru terbuka peluangnya setelah dua hal tadi terlampaui. Butuh kepercayaan dari ketua organisasi atau ketua bagian untuk mempercayakan tugas ganda kepada anggotanya.

Kemudian, juga butuh keikhlasan dari diri sendiri untuk berjuang mengelola organisasi tersebut hingga membesarkan organisasi tersebut. Ketika dua hal itu telah tercapai, maka peluang mewadahi kemampuan hebat anggota organisasinya untuk menjadi pengurus organisasi yang berkualitas juga muncul.

Saat seperti itulah, seseorang yang bahkan awalnya terlihat "anak bawang" karena memang masih muda, bisa menjadi sosok yang patut diperhitungkan. Hal ini jika dialami oleh pelajar atau mahasiswa yang minim pengalaman kerja, akan berpengaruh positif sebagai modal untuk benar-benar sebagai pekerja di dunia profesional.

Manfaat pernah ikut organisasi juga sebenarnya setara dengan pengalaman pekerja lepas dan/atau pekerja paruh waktu. Bahkan, orang yang berawal dari ranah organisasi akan cenderung mau bekerja militan. Karena, terkadang saat berorganisasi lebih mengutamakan keikhlasan, alih-alih tuntutan dan memperjuangkan nilai tawar.

Sedangkan, orang-orang yang berawal dari pekerja lepas dan/atau pekerja paruh waktu masih sering berkutat pada tuntutan dan nilai tawar. Karena, memang mereka sudah selangkah lebih dekat dengan dunia profesional yang cenderung susah diukur dengan keikhlasan. Ada waktu maka ada uang, mudahnya begitu.

Lalu, ketika mereka menjadi "anak bawang" di dunia pekerjaan, mereka secara umum terlihat sama. Sama-sama masih banyak meraba terhadap dunia pekerjaan yang lebih nyata dari sebelumnya.

Ini yang kemudian menghasilkan beberapa poin yang disebut keuntungan sebagai "anak bawang".

Pertama, ketika menjadi "anak bawang", mereka punya kesempatan untuk masih menjadi pendengar. Semakin bertambahnya usia, menjadi pendengar yang baik terkadang lebih sulit dari sebelumnya.

Ilustrasi (pexels.com)
Ilustrasi (pexels.com)
Hal ini dikarenakan faktor pengetahuan yang mulai bertambah, termasuk faktor pengalaman yang terkadang juga sudah cukup untuk menjadi modal bekerja di bidang tersebut. Akibatnya, ada dorongan yang lebih besar untuk segera berbicara/berpendapat.

Berinisiatif dan membuat tindakan langsung juga bisa menjadi salah satu wujud adanya keinginan untuk berbicara meskipun secara nonverbal. 

Di satu sisi memang bagus, tetapi di sisi lain juga tidak jarang akan menimbulkan kesalahpahaman, baik secara horisontal (sesama pekerja) maupun vertikal (antara pekerja dengan atasannya).

Artinya, ketika masih sebagai "anak bawang", tugasnya selain bekerja adalah mendengar. Bekerja sesuai arahan juga bisa menjadi bagian dari bukti sebagai pendengar.

Semua "anak bawang" sebaiknya mempunyai kesabaran untuk menjadi pendengar terlebih dahulu. Bahkan, seorang Wishnutama yang mengawali kariernya di dunia pertelevisian juga melakukannya--bisa dicari dalam sesi wawancaranya di Youtube--sebelum kini berhasil menjadi salah seorang visioner di dunia hiburan Indonesia.

Kedua, "anak bawang" punya kesempatan memperkuat pondasi. Ada tiga pondasi yang perlu diperkuat selama menjadi pekerja baru, yaitu karakter, cara kerja, dan pengetahuan.

Setelah mau menjadi pendengar yang baik, maka "anak bawang" juga perlu memperkuat diri agar dapat bertahan dan berkembang di tempat kerjanya.

Tahap ini sangat bagus, karena kalau masih menjadi "anak bawang", seseorang masih bisa mencoba-coba cara yang tepat agar dapat bekerja sesuai dengan tempat kerjanya. Masa adaptasinya juga biasanya lebih cepat, daripada orang-orang yang sudah sarat pengalaman.

Selain itu, ketika masih menjadi "anak bawang" tanggung jawabnya masih belum sampai ke tahap harus menularkan pengetahuan dan pengalamannya ke orang lain. Itu yang membedakan dengan orang berpengalaman yang harus segera membagikan pengetahuan dan pengalamannya selain harus terus mengaktualisasi diri.

Ketiga, masih punya kesempatan untuk bertanya dan berkeluh-kesah. Mumpung masih muda, jangan ragu untuk bertanya, sekalipun seandainya sudah punya jawabannya.

Biarkan diri seperti sedang membawa cangkir kosong ketika memang ada yang bisa mengisinya. Kalau tepat, maka isinya boleh diminum sampai habis, kalau tidak tepat cukup dipegang cangkirnya dan tidak perlu sungkan untuk tidak meminumnya.

Mengeluh juga bukan hal tabu, karena orang merasa lelah itu wajar. Dan, selama masih muda, jangan terlalu merasa sok kuat.

Biarkan perasaan dan pikiran mengalir begitu saja. Kalau memang sedang merasa lelah, ungkapkan saja. Siapa tahu, dari situ ada orang-orang atau senior yang dapat memberikan tips bekerja yang efektif dan efisien.

Daripada harus menghadiri seminar motivator-motivator yang terkadang mencuri waktu libur, maka berdialog dengan senior di tempat kerja juga terkadang dapat menemukan pandangan baru dalam menghadapi realitas pekerjaan.

Ilustrasi mendapatkan arahan dari seniornya (Sumber: Pexels/Fauxels)
Ilustrasi mendapatkan arahan dari seniornya (Sumber: Pexels/Fauxels)
Keuntungan keempat sebagai "anak bawang" adalah masih punya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan. Ini sebenarnya memang sebuah paradoks usia, bahwa yang muda punya jangka waktu yang masih lebih panjang, maka ada peluang untuk memperbaiki kesalahan di masa depan.

Memangnya, siapa yang tahu rentang kerja dan rentang hidup seseorang?

Tetapi, kalau dibalas dengan sudut pandang optimisme, maka selalu ada harapan untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukan ketika masih menyandang label "anak bawang". Lewat rentang kerja yang masih panjang, maka kesalahan saat masih menjadi "anak bawang" akan diperbaiki.

Selain itu, memperbaiki kesalahan juga bukan tentang individual, melainkan komunal. Ketika ada "anak bawang", berarti ada orang baru dan generasi baru.

Terkadang lewat keberadaan mereka muncul perubahan. Tentu, perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang berdampak bagus.

Ilustrasi pekerja generasi baru yang sesuai dengan zamannya (Sumber: Pexels/Ron Lach)
Ilustrasi pekerja generasi baru yang sesuai dengan zamannya (Sumber: Pexels/Ron Lach)
Tempat kerja itu akan mengalami perbaikan, atau paling mudahnya adalah mengikuti zaman. Hampir semua hal yang ada di muka bumi ini dapat bertahan dan berkembang karena itu.

Manusia saja secara hakikat dapat seperti saat ini karena itu. Seandainya nenek moyang kita tidak mau beradaptasi dengan zaman, habislah kita.

Itulah mengapa, kalau sebuah perusahaan ingin terus bertahan dan berkembang, maka bukan hanya berusaha mempertahankan identitas, melainkan memperbaharui identitasnya. Hal ini yang biasanya akan diemban oleh para "anak bawang".

Maka dari itu, menyandang status sebagai "anak bawang" bukan suatu hal yang memalukan. Masih banyak hal yang dapat diserap sisi positifnya ketika masih begitu, salah satunya yang menjadi bonus dari ulasan ini adalah "anak bawang" tidak terlalu keras kepala.

Sebandel-bandelnya "anak bawang", mereka masih seperti besi panas yang dapat ditempa untuk menjadi bilah pedang, mata tombak, dan lainnya. Ini yang sulit dilakukan kepada orang-orang berpengalaman, yang sudah mempunyai bentuk tersendiri dan sulit untuk dibentuk ulang.

Jadi, kenapa resah kalau dicap "anak bawang"?

Malang, 17-19 April 2021
Deddy Husein S.

Catatan: Tulisan ini ditulis oleh seorang "anak bawang abadi" di mana pun dia berada.

Tersemat: Jurnalmanajemen.com (organisasi)

Baca juga: Menjadi "Anak Bawang" di Tempat Kerja (I Ketut Suweca)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun