Ini adalah tulisan yang sebenarnya sengaja disimpan setelah tulisan sebelumnya hadir dengan judul "MASTER dan Membeli Secangkir Kopi". Dalam ulasan sederhana itu saya sempat menyinggung tentang istilah 'Perkosa Estetika' yang muncul dalam pementasan "1944 atau Lubang Gelap yang Menelan Segalanya".
Istilah itu muncul dalam bentuk tulisan besar di dinding panggung pementasan, yang kemudian terus meneror pikiran saya tentang apa yang ada di balik tulisan tersebut. Apakah ini ada kaitannya dengan isi pementasan tersebut, atau malah "menunggangi" pementasan tersebut?
Kemudian, saya mencoba menangkap pemikiran sederhana yang mungkin berkaitan dengan istilah tersebut. Dimulai dari arti per kata, 'perkosa' dan 'estetika'.
Perkosa dalam terjemahan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti paksa. Sebenarnya, ada kata 'keras', 'gagah', dan 'kuat', tetapi itu lebih merujuk pada istilah 'perkasa', alih-alih 'perkosa'.
Istilah 'perkosa' kemudian "memanjang" dengan istilah 'memerkosa', yang berarti menundukkan dengan kekerasan, memaksa dengan kekerasan. Bahkan, juga berarti melanggar (menyerang dan sebagainya) dengan kekerasan.
Kemudian, estetika dalam terjemahan KBBI berarti "cabang filsafat yang menelaah dan membahas tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya". Arti lainnya, kepekaan terhadap seni dan keindahan.
Jika digambarkan secara runut, maka 'perkosa estetika' bisa berarti memaksa nilai-nilai keindahan terhadap dunia seni. Mengapa harus seni?
Karena, seni dan/atau kesenian sangat identik dengan nilai-nilai keindahan, dan itu juga ada di KBBI. Salah satunya dapat ditemukan dalam penjelasan pertama, yaitu "keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya, dan sebagainya)".
Inilah yang kemudian saya pikir, bahwa pesan yang ada di balik istilah 'perkosa estetika' ada kaitannya dengan dunia kesenian, yang kemudian saya tangkap ada di Malang, Jawa Timur. Alasannya sederhana, pementasan ini ada di Kota Malang, maka sang penyaji pasti ingin memuat pesan yang terkait (related) dengan kehidupan seni di Malang.
Pemahaman sederhana saya adalah tentang bagaimana kesenian di Malang mungkin ditangkap sang penyaji mempunyai kecenderungan memaksa nilai-nilai tertentu ke dalam praktik perwujudan seni. Jika kemudian dikaitkan dengan jenis pertunjukan tersebut, mungkin pula ada kaitannya dengan keadaan seni teater di Malang.
Namun, di sisi lain, saya juga berpikir bahwa istilah ini sebenarnya tidak hanya terkait dengan apa yang terjadi di Malang, namun juga di daerah lain. Hal ini saya dasari dengan pengamatan sekilas saya ketika ada pementasan teater daring yang dilakukan Teater Pribumi beberapa waktu lalu.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!