Karena, mereka juga seolah naif terkait bagaimana mereka bisa (masih) dipandang hebat oleh sekitarnya. Bukankah akan terlihat konyol ketika mereka memilih diam saat pandemi, tetapi mereka masih dianggap hebat sebagai seniman teater?
Cara pandang itu yang gagal merasuk ke pikiran saya yang hanya sebagai penonton, ketika melihat adanya perdebatan tentang kemunculan teater daring, yang dipicu oleh faktor upaya mempertahankan pakem teater yang dianggap lebih benar.
Padahal, saat ini bukan untuk memikirkan teater yang seperti apa yang benar, melainkan bagaimana membangunkan lagi teater di masa pandemi.
Selain itu, perdebatan tentang teater juga merujuk pada bagaimana upaya pertunjukan teater dapat memuaskan penonton. Ini bisa dilihat dari fakta yang ada di Parade Teater Saling Kunjung dengan tajuk "Udara Segar" yang diadakan oleh Dewan Kesenian Malang (DKM).
Daya tawar itu masih bisa diterima selama penonton juga mau bertahan sampai akhir. Kenapa demikian?
Karena, ini untuk mencegah adanya kesimpulan prematur terhadap pertunjukan tersebut. Kalau bayi prematur saja disangsikan peluang hidupnya, maka kesimpulan yang muncul secara prematur juga disangsikan kebenarannya.
Ini yang hampir sering saya temukan ketika menonton teater, yang kemudian membuat saya terheran-heran. Apakah menjadi orang hebat akan seperti itu? Jika begitu, saya akan mencabut angan saya menjadi orang hebat, agar tidak suka membuat kesimpulan prematur.
Saya tidak mengkritik orang yang tidak menonton secara penuh, tetapi saya mengkritik orang yang gemar membuat kesimpulan prematur. Menurut saya, orang yang tidak menonton secara penuh itu lazim terjadi, tetapi mereka seharusnya tidak membuat kesimpulan.
Alasan saya tidak mau membahas pementasan "1944 atau Lubang Gelap yang Menelan Segalanya" secara detail di artikel sebelumnya, karena untuk menghindari hal itu. Saya yang hanya menonton separuh akhir pementasan tersebut merasa belum tepat untuk membahas dampak pementasan itu.
Namun, ketika saya sudah berbincang dengan pihak penyajinya, saya menemukan pengertian bahwa tidak semua pementasan bersifat 'harus disimak dari awal hingga akhir'. Ada jenis-jenis pementasan yang dapat diambil intisarinya sesuai dengan apa yang penonton pahami.