Atau, yang lebih besar, Real Madrid. Di Liga Champions, mereka adalah yang terbaik dengan koleksi juaranya yang saat itu sudah 9 kali.
Tetapi, ketika mereka belum kunjung juara, mereka tidak punya formula tepat untuk juara di musim selanjutnya. Kemudian, ketika mereka akhirnya juara di musim 2013/14, itulah yang kemudian dasar formula kedigdayaan El Real di musim-musim selanjutnya dan membuat mereka mempunyai 13 trofi "Si Kuping Besar".
Artinya, kesuksesan perlu ada pemantiknya. Jika tidak ada, maka kesuksesan itu selamanya masih menjadi harapan belaka.
Dasar itulah yang membuat Manchester City seharusnya masih memperlakukan Aguero sebagai pemain penting. Sekalipun, si pemain akhirnya tidak mempunyai opsi perpanjangan masa bakti bersama Man. City, ia tetaplah pemain yang berjasa besar untuk klub tersebut.
Saya sebenarnya memandang apa yang terjadi pada Aguero masih 50-50. Artinya, saya tidak sepenuhnya berpihak kepada si pemain.
Itu berdasarkan dua laga yang berbeda, yaitu saat laga Fulham vs Manchester City (14/3) dan laga Manchester City vs Borussia Monchengladbach (17/3). Dua laga itu mengandung persepsi yang berbeda.
Pada laga pertama, saya pikir, Aguero masih mendapatkan respek dari rekan setimnya. Itu terbukti dengan eksekusi penalti diberikan ke Aguero. Gol pada menit 60 tercipta lewat eksekusi tersebut.
Kita bisa melihatnya di Barcelona dengan Lionel Messi, di Juventus dengan Cristiano Ronaldo, Manchester United dengan Bruno Fernandes, AC Milan dengan Franck Kessie, dan sebagainya. Eksekutor penalti bisa diambil oleh penyerang, kapten, dan pemain yang ahli melakukannya.
Aguero ada di antara kategori-kategori tersebut. Ia adalah penyerang, ia juga beberapa kali sempat mengenakan ban kapten, dan merupakan pemain yang mampu mengeksekusi penalti.