"Aku sudah memberikan ini".
"Aku juga sudah memberikan itu."
"Tapi, kami yang masih bertahan."
Ada yang familier dengan dialog-dialog semacam itu? Secara pribadi, saya pernah mendengar perkataan semacam itu, meskipun secara implisit (tidak sama persis). Biasanya, mereka akan muncul ketika ada situasi perpisahan.
Dialog-dialog semacam itu muncul untuk mengungkapkan bukti apa yang telah diberikan kepada tempat yang pernah ditempati. Ini juga bisa muncul karena terkadang ada perlakuan yang kurang baik dan tidak baik terhadap mereka yang akan pergi.
Ingat, tidak selamanya orang yang datang akan terus bertahan. Orang itu juga bisa pergi, bahkan juga harus pergi.
Tidak sedikit, mereka yang pergi tanpa meninggalkan jejak. Bahkan, ada yang pergi dengan banyak jejak di tempat yang pernah menaunginya.
Inilah yang kemudian, membuat orang seperti itu cenderung berusaha dipertahankan. Tetapi, mau sampai kapan?
Semua orang pasti akan ada masanya untuk pergi. Ada yang terasa lebih cepat, ada yang terasa lebih lama, ada juga yang memang sudah waktunya.
Tetapi, kemudian permasalahan lain muncul, yaitu tentang perlakuan terhadap mereka yang akan pergi. Biasanya, ini disebabkan oleh anggapan tentang mereka yang akan pergi adalah orang yang sudah tidak baik lagi terhadap tempat itu. Ini juga berlaku kepada mereka yang pergi.
Tentu ada bedanya antara orang yang akan pergi dengan orang yang pergi. Perbedaannya ada pada tanda-tanda.
Orang yang akan pergi punya petanda sebelum ia pergi. Sedangkan, orang yang pergi bisa merujuk pada orang yang tiba-tiba pergi (tanpa tanda-tanda) maupun orang yang sudah pergi (mungkin sebelumnya ada tanda-tanda).
Orang yang akan pergi biasanya akan sangat berat untuk dilepas, kalau orang itu memang sangat dibutuhkan. Tapi, sekali lagi, mau sampai kapan orang itu harus ada di situ?
Ketika orang itu tetap akan pergi, meski sudah dibujuk untuk bertahan, akhirnya membuat orang-orang di sekitarnya menjadi kecewa. Kekecewaan ini yang kemudian memunculkan perlakuan yang kurang baik dan tidak baik.