Namun, ketika ada pergerakan dan penempatan NYONYA di kunjungan kedua dari KAWAN, saya melihat fungsi titik gelap itu menjadi "titik mati" tokoh. Tokoh di situ menjadi pasif, padahal jika melihat TUAN dan KAWAN menyadari kedatangan NYONYA, maka titik itu seharusnya hidup.
Saya sebenarnya awam terhadap hal ini jika merujuk pada teori dan teknis. Namun, saya menangkap kejanggalan ini karena saya sebelumnya memperhatikan alur perpindahan dan penempatan dari tokoh JONGOS. Menurut saya, tokoh ini bisa menjadi patokan sadar ruang, bahkan ketika harus beradegan di dalam ruang kerja TUAN yang sempit.
Kedua poin unek-unek itu menurut saya hanya sedikit dari rasa senang saya menonton pementasan ini. Sebagai penonton awam, saya merasa tiket 20.000 rupiah tidak sayang untuk menonton pertunjukan ini.
Bahkan, saya berharap dengan keberadaan pementasan ini dapat mendorong para penggiat teater untuk kembali bangkit. Pementasan teater tidak lagi kalah oleh situasi pandemi, walaupun tentu dengan upaya yang lebih keras untuk mewujudkannya.
Jadi, selamat berkarya para rekan penggiat teater Indonesia! Semoga selalu ada dukungan dan semangat untuk terus berkarya.
Deddy Husein S.
Catatan: Semua sisipan gambar sudah atas izin pemiliknya melalui narahubung pementasan.
Silakan dibaca:
6 Fungsi Naskah dalam Pertunjukan Teater,
Fungsi, Kedudukan, dan Struktur Naskah Drama/Teater,
Proses Kreatif Kupeluk Hatimu,
Teknik Blocking dalam Teater dan Mengapa Aktor Mesti Menguasainya,
Apa Itu Virtual,
Apa itu Daring,
Daring dan Luring,
Sebuah Penelitian Semiotika tentang "Cerita tentang Gunung dan Laut".
Baca tulisan saya lainnya: Sweeney Todd, dari Bioskop ke Panggung Teater
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H