Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"ENTAH" dan Teater Daring

28 Maret 2021   20:25 Diperbarui: 28 Maret 2021   20:43 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masih dipantau oleh TUAN. Gambar: Dok. Entah/Teater Pribumi/Artmedianet

Selama ada porsi yang cukup besar dimiliki oleh teater, maka pertunjukan seperti "ENTAH" masih layak disebut 'teater' bukan 'film'. Hanya saja, bagaimana cara agar dapat menilainya demikian?

Secara mudah, saya memperhatikan beberapa unsur terkuat yang dimiliki teater dalam pementasan ini. Unsur ini adalah desain panggung dan pencahayaan.

Desain panggung mempunyai pembentukan terhadap dua hal. Pertama adalah penempatan aktor dan benda (blocking). Kedua, logika ruang.

Hanya di dalam teater kita sebagai penonton berkesempatan untuk memperhatikan blocking dan logika ruang secara eksplisit maupun implisit. Di dalam film, penempatan aktor dan benda sudah diabaikan penonton, karena kamera sudah berhasil mengaturnya dengan tepat.

Sedangkan, di teater hal itu terkadang masih menjadi perdebatan di benak penonton. Inilah yang membuat pementasan teater masih menarik, karena memancing nalar untuk menduga-duga apakah penempatan aktor dan benda tepat atau tidak. Termasuk, apakah penempatan itu punya maksud tertentu atau tidak.

Selain itu, di dalam teater ada penggunaan logika ruang. Seringkali, saya menonton pementasan teater tidak sepenuhnya menggunakan properti solid untuk menunjukkan tempat adegan.

Properti solid yang saya maksud seperti pembuatan ruang berbentuk kamar yang hampir mendekati kamar sesungguhnya. Seperti ada tembok, pintu, dan sebagainya.

Jika di film, kita menemukan ini. Adegan di dalam rumah, maka gambar yang ditampilkan 100 persen rumah. Adegan di kamar, maka gambar yang ditampilkan 100 persen juga kamar.

Ini yang jarang terjadi dalam teater. Saya sebut jarang, karena sebenarnya juga ada pementasan teater yang berupaya menghadirkan segalanya tampak sesuai realita.

Namun, ketika hal itu takterjadi, maka yang dilakukan adalah penggunaan logika ruang. Logika ruang inilah yang membuat aktor dan penonton dapat berupaya masuk ke dalam pementasan dan mengimajinasikan apa yang ada di dalam panggung.

Inilah yang membuat saya masih menganggap "ENTAH" masih bisa disebut pementasan teater. Mereka masih menggunakan logika ruang, walau dengan sedikit catatan. Catatan ini akan saya sampaikan nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun