Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Undangan Pernikahan Digital, di Antara Etika dan Zaman

24 Februari 2021   22:37 Diperbarui: 25 Februari 2021   13:34 1377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar awal bulan Februari, saya menemukan undangan pernikahan dari teman se-alumni di sebuah jenjang sekolah. Undangannya berupa link menuju sebuah website yang tentunya masih asing bagi saya.

Ini apaan sih?

Setelah memantau perbincangan di grup terkait undangan itu, yang intinya mengajak semua teman sekelas untuk datang, saya membuka link tersebut. Antara norak atau memang karena belum tahu, saya merasa senang melihat tampilan undangan di laman website tersebut.

Esok hari, saya menghubungi secara pribadi ke teman yang akan menikah. Selain untuk menyatakan senang mendapat undangan, saya juga mengaku senang melihat undangan tersebut.

Tentu, sekaligus saya ucapkan permintaan maaf, karena tidak bisa hadir ke pernikahan tersebut. Beruntung, teman saya cepat memahami.

Setelah itu, saya mulai bergerilya mencari informasi terkait undangan pernikahan tersebut yang kemudian saya kenal dengan sebutan 'undangan nikah digital'. Ternyata ada banyak website yang menyediakan undangan nikah digital.

Saya awali dulu dengan menyelami website yang digunakan teman saya. Setelah paham isi dan aturan mainnya, saya mencari website lain sebagai perbandingan.

Ada 6 website yang saya kunjungi, dengan dua di antaranya saya perbandingkan. Ada kelemahan, ada kelebihan.

Faktor yang paling mendasar yang saya duga dapat memengaruhinya adalah kapan website itu terbentuk. Jika sebuah website lama terbentuk, maka ia akan melakukan perkembangan dan improvisasi. Jika masih baru terbentuk, biasanya masih kaku terhadap regulasi.

Namun, keuntungan dari website yang baru terbentuk adalah mampu membuat regulasi yang berbeda dan isi yang berbeda. Hanya saja, itu akan terjadi jika mereka telah melakukan riset terlebih dahulu.

Jika berdasarkan penemuan saya yang hanya sekilas mencari tahu, terkumpul 6 website yang menyediakan undangan nikah digital. Artinya, ada lebih dari dua pilihan untuk dijadikan referensi dalam membentuk website baru yang lebih menarik.

Apa yang website baru lakukan juga bisa dilakukan oleh website lama, jika mereka mau mempelajari keadaan, ingin selalu menjadi pilihan, dan ingin terus eksis. Sedangkan untuk website baru, membuat regulasi yang ketat juga bukan suatu kesalahan, itu adalah pilihan.

Siapa tahu, di antara para calon pasangan suami-istri (pasutri) yang akan menikah, mereka ingin mencari yang lebih praktis dan hemat, sekalipun regulasinya ketat. Seperti hukum sederhana jual-beli, ada barang-ada harga, ada harga mahal-ada kualitas tinggi.

Tentu, saya tidak bermaksud menilai rendah website yang lebih baru merintis dan teramat ketat regulasinya. Justru, kehadiran mereka dapat memberikan contoh nyata kepada orang-orang masa kini tentang pentingnya menghargai jasa ahli digital.

Mereka seperti graphic designer, illustrator, blog writer, content writer, dan tentunya praktisi IT. Mereka yang biasanya memiliki andil dalam menciptakan website, termasuk website penyedia undangan nikah digital.

Setelah saya cukup memahami seluk-beluk undangan nikah digital, saya mulai memikirkan apa dampaknya terhadap interaksi sosial. Apakah dampak undangan nikah digital sama seperti undangan nikah cetak yang di Jawa biasanya disebut ulem-ulem?

Setelah saya duga-duga, ada beberapa hal yang dapat saya jadikan perbedaan antara undangan nikah digital dengan undangan nikah cetak. Oiya, ini berdasarkan sudut pandang orang yang menerima undangan, bukan pemberi undangan.

Ilustrasi undangan pernikahan. Gambar: Pexels/Olya Kobruseva
Ilustrasi undangan pernikahan. Gambar: Pexels/Olya Kobruseva
Pertama, tentang waktu. Seperti yang saya alami, undangan nikah digital dapat saya ketahui sekitar dua pekan sebelum hari pernikahan itu diselenggarakan.

Artinya, pemesanan, pembuatan, dan penyebaran undangan tersebut tidak membutuhkan waktu lama. Itu memudahkan orang-orang yang diundang untuk mempersiapkan diri, termasuk memperkirakan apakah dapat datang atau tidak.

Seperti yang saya lakukan, bahwa ketika saya memang sedang berhalangan hadir, maka saya segera dapat memberitahu sang mempelai yang saya kenal. Menurut saya, itu akan membuat sang mempelai dapat memberitahu orang-orang yang membantunya dalam mempersiapkan pernikahan, agar tidak terlalu berlebihan dalam menyediakan sajian untuk tamu undangan.

Semakin cepat undangan tersampaikan, maka semakin cepat orang yang diundang menanggapi. Jika si undangan mampu memberikan kepastian, entah hadir atau tidak, itu juga semakin bagus.

Undangan nikah cetak belum pasti demikian. Terkadang ada permasalahan teknis terkait percetakannya. Salah ketik dan permintaan revisi yang otomatis cetak ulang. Itu membuat banyak waktu dihabiskan hanya untuk memastikan undangan nikah telah jadi dan siap disebar.

Menurut pengalaman saya, biasanya undangan nikah cetak baru saya terima ketika acaranya akan digelar sepekan atau malah beberapa hari ke depan. Ini saya duga selain karena faktor-faktor yang telah disebutkan, juga karena adanya kekhawatiran gagal nikah di hari tersebut.

Makanya mepet. Kok sukanya mepet-mepet?

Kedua, tentang etika. Meski sudah di dekade 2020-an, etika juga masih perlu diperbincangkan, termasuk dalam hal memberi undangan pernikahan.

Secara pribadi, sebenarnya saya tidak terlalu mempermasalahkan bagaimana rupa undangan nikah tersebut. Lagipula, saya juga sangat jarang hadir ke pernikahan teman saya. Maaf, ya!

Namun, atas dasar itu pula, saya pernah berpikir tentang mengapa harus diundang begini, kalau ujung-ujungnya yang diundang tidak bisa datang? Sekalipun teman bisa menjawab tidak apa-apa, tapi perasaan kecewa pasti ada.

Sudah diundang, bahkan dicari-cari alamatnya, eh, tidak bisa datang. Ini rekaan pikir dari saya. Mungkin ada yang begini atau tidak beginu (begini).

Belum lagi, kalau ternyata di penamaan terhadap si undangan salah tulis. Sudah tahu nama saya Deddy, eh ditulis Dedi. Ini yang diundang Deddy atau Dedi?

Itu hanya contoh saja, jangan baper!

Artinya, undangan nikah cetak itu terlalu bertele-tele. Sudah ribet, mahal, belum tentu puas pula.

Tetapi, undangan nikah cetak itu juga punya nilai tersendiri, yaitu etika. Orang akan sangat menghargai undangan jika ditujukan secara personal, apalagi undangan tersebut sampai rumah dengan selamat.

Jarak, nilai kesopanan, dan faktor orang (kaum) tua menjadi pertimbangan dalam memberi undangan nikah. Gambar: Dok.pribadi/Deddy HS
Jarak, nilai kesopanan, dan faktor orang (kaum) tua menjadi pertimbangan dalam memberi undangan nikah. Gambar: Dok.pribadi/Deddy HS
Berdasarkan pengalaman saya dulu di rumah lama, orang yang mendapatkan undangan nikah itu berarti dihargai keberadaannya. Bahkan, tidak jarang ada orang yang merasa kecewa ketika tidak mendapat undangan.

Termasuk ketika undangannya diberlakukan berbeda. Misalnya, si Anu diberi undangan secara tertulis (cetak), sedangkan si Benu diberi undangan secara lisan.

"Ben, besok datang ya ke nikahan si Cenu. Nikahnya di situ."

Esok hari, Benu datang dengan waktu yang salah, karena tidak mendapatkan waktu yang tepat seperti si Anu yang tahu pukul berapa pernikahan si Cenu dimulai. Sekali lagi, ini hanya contoh, dengan salah satu akibat dari perbedaan cara mengundang.

Beruntungnya, kehadiran undangan nikah digital bisa dikatakan jauh lebih baik. Mereka tidak seperti undangan lisan, dan juga selangkah lebih menarik daripada undangan cetak.

Hanya saja, faktor etika masih saya renungkan. Bagaimana kalau ada yang tidak terima dengan model undangan tersebut?

Sebenarnya, saya setuju dengan sistem mengundang anonim, tanpa nama. Misalnya, disebut "kepada teman TK-ku".

Melihat tujuan undangannya bisa dikatakan tidak per satu orang, maka undangan itu bisa disebar tanpa perlu membuat duplikasi khusus dengan nama undangan. Namun, apakah itu sopan?

Sekilas, saya berpikir demikian. Namun, saya kemudian berpikir tentang adanya rasa pertemanan di masa lalu yang kemudian dapat menentukan apakah saya merasa terpanggil sebagai temannya pada jenjang itu atau tidak.

Saya yang merasa terpanggil sebagai temannya di masa lalu, akhirnya menghapus nilai "etika" terhadap model undangan tersebut. Karena, si mempelai adalah teman saya, saya anggap undangan semacam itu sudah lebih dari cukup.

Bahkan, seandainya saya adalah guru dan dia adalah murid. Lalu, ia mengirim undangan dengan tujuan "kepada guru TK saya", maka saya tetap akan menghargai undangan itu. Karena, saya masih berpikir bahwa saya memang guru TK-nya.

Artinya, semakin lekat ikatan sosial antara si mempelai dengan si penerima undangan, maka semakin tidak perlu memusingkan faktor etika. Kecuali, kalau Anda ingin mengundang presiden ke acara pernikahan Anda. Itu beda cerita, sekalipun presiden tersebut adalah teman kuliah Anda.

"Kepada temanku, H. Ir. Denu Hehehe di Istana Kepresidenan"

Kenapa harus sedetail itu? Karena, yang menerima kedatangan undangan tersebut belum tentu orang yang diundang. Bisa saja ajudannya, dan semacamnya.

Terkadang, norma kesopanan dan unsur etika di dalam undangan nikah berkaitan pada persepsi siapa yang menerima. Kalau yang menerima orang lebay, undangan tersebut akan ditanggapi dengan lebay.

Itulah mengapa, soal undangan nikah digital ini juga masih perlu dikaji terkait nilai etikanya. Karena, masih sangat erat terkait subjektivitas bagi si penerima undangan.

Kita beralih ke faktor ketiga tentang perbedaan dampak undangan nikah digital dengan undangan nikah cetak.

Faktor ketiga, alias yang terakhir adalah tentang zaman. Zaman generasi orang tua saya menikah dengan zaman generasi saya menikah pasti berbeda.

Itulah mengapa, keberadaan undangan nikah digital seharusnya sudah dimaklumi. Bahkan, ini belum berbicara tentang keadaan bumi yang terserang virus Corona, yang mendorong banyak orang melakukan improvisasi secara digital ke dalam sendi-sendi hidupnya.

Artinya, seiring berjalannya waktu kita perlu menyesuaikan keadaan, berdasarkan zaman. Jika orang dulu berpacaran harus saling mengirim surat, maka sekarang orang berpacaran bisa saling chat, untuk melepas kangen.

Orang dulu yang terpisah oleh jarak yang jauh dan sesekali baru bisa bertemu, harus membuat janji untuk bertemu lagi di tempat yang sama. Artinya, orang zaman dulu perlu mengingat dan bisa saja ada salah satu pihak yang lupa dan janji teringkari.

Sedangkan, orang zaman sekarang bisa lebih mudah membuat janji pertemuan, dan tidak membutuhkan waktu lama untuk membuat janji pertemuan kembali. Hal ini juga seperti dalam memberikan undangan pernikahan.

Jika hari ini undangannya sudah jadi, mengapa harus menunggu besok untuk disebarkan?

Orang zaman dulu yang ternyata juga mengapresiasi undangan nikah digital. Gambar: Dok.pribadi/Deddy HS
Orang zaman dulu yang ternyata juga mengapresiasi undangan nikah digital. Gambar: Dok.pribadi/Deddy HS
Berdasarkan kemudahan itu dan perbedaan zaman, maka keberadaan undangan nikah digital sudah bisa disebut lazim untuk digunakan. Kalau kemudian ada yang mengaku gagap teknologi, bagaimana bisa memperbarui status di akun media sosialnya?

Padahal, memperbarui status di akun media sosial terkadang tidak sepenting membuat undangan nikah digital. Bahkan, kalau tidak mau ribet, bisa membayar jasa orang lain untuk membuatkan, persis saat membuat undangan nikah cetak. Hanya saja, hasilnya berbeda.

Tulisan ini tentu tidak mendorong paksa para calon mempelai untuk membuat undangan nikah digital, karena saya juga bukan sales website undangan nikah digital. Saya hanya memperkenalkan apa yang saya tahu, dan siapa tahu ada yang tertarik dengan inovasi tersebut.

Sebagai akhir dari tulisan, saya memberikan enam daftar website undangan nikah digital, yang tidak saya berikan rekomendasi secara khusus. Silakan pembaca memilih sendiri untuk menggunakan jasa website yang mana untuk menjadi tempat menyediakan undangan pernikahannya nanti.

Berikut daftarnya:
Nikah.co.id, Akanmenikah.com, Creatzy.id, Terhubung.id, Sebarundangan.id, Bmkstudio.id, dan masih banyak pilihan lain.

Selamat mempersiapkan pernikahan! Semoga, langgeng sampai akhir hayat.

Malang, 24 Februari 2021
Deddy Husein S.

Terkait: Kompasiana.com dan Popbela.com.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun