Ketika membaca daftar isinya, terlihat seperti daftar isi buku kumpulan puisi. Banyak sekali judulnya. Itu pula yang membuat saya semakin semangat untuk membacanya.
Niat saya untuk membaca tuntas pada hari yang sama pun terpenuhi, karena saya hanya butuh waktu sekitar 1 jam untuk membaca buku itu. Satu jam pula saya tidak bisa menahan diri untuk tidak terkekeh-kekeh.
Pembawaan ceritanya yang tidak didramatisir, membuat saya mudah menangkap perasaan dan pemikiran dari kejadian nyata yang dialami penulisnya (Mas Agus) bersama kekasihnya yang bernama Kalis (Mbak Kalis). Saya juga merasa terkait dalam beberapa topik yang dialami oleh Mas Agus atau Mbak Kalis.
Namun, dari beberapa topik itu saya hanya membagikan dua hal yang menurut saya penting untuk saya tulis di sini. 'Deadpool' dan 'Makian Kolektif'. Dua topik itu sama-sama berlatarbelakang kejadian di bioskop yang kemudian menurut saya menjadi gambaran betapa "nganunya" orang Indonesia dalam menikmati hiburan.
Ada yang salah memaknai atau menyikapi apa yang ada di dalam bentuk hiburan tersebut. Ada pula yang masih tidak tahu ruang dan waktu dalam menikmati keberadaan media hiburan.
Di dalam 'Deadpool', ceritanya tentang penonton yang (menurut saya) gagal dalam memahami calon film yang akan ditonton. Seharusnya, penonton itu membaca dulu informasi tentang "Deadpool".
Salah satu informasi yang penting adalah label usia penonton. Itu adalah kunci awal kita sebagai penonton film untuk dapat bersikap sesuai dengan label tersebut.
Jika penonton membawa anak kecil yang sudah jelas dibawah usia 17 tahun untuk menonton "Deadpool", itu jelas salah. Kecuali, kalau penonton tersebut mampu menjelaskan secara gamblang apa yang ada di dalam film "Deadpool". Kalau tidak?
Tidak usah bawa anak kecil!
Emosi saya kemudian juga ikut tersulut ketika membaca tentang 'Makian Kolektif'. Memang, saya teramat jarang menonton film di bioskop. Ini nyaris mirip dengan kebiasaan saya saat membeli makanan dengan selalu bilang, "Buk/Pak, dibungkus, ya!"
Namun, dalam hal mengalami gangguan cahaya ponsel ketika sedang berada di situasi bergelap-gelapan juga saya alami ketika menonton pertunjukan teater. Saat menonton teater, bagian yang terang hanya panggung.