Namun, melihat Agus Mulyadi sudah berstatus redaktur sebuah media bernama Mojok*, maka saya sudah meletakkan satu nilai saya terhadapnya sebagai orang bukan kaleng-kaleng. Kalau sudah demikian, maka langkah tepatnya adalah membaca bukunya.
Walaupun saya generasi milenial yang masih berusia 20-an tahun, pola saya menilai seorang penulis tidak bisa hanya mengandalkan aktivitas di media sosial. Maka dari itu, sebelum membaca karya tulis dari orang yang sudah dipanggil penulis, saya harus membaca tulisannya.
Beruntung, pada momen yang masih hangat aroma 'Kasih Sayang', saya mendapat kesempatan membaca buku Agus Mulyadi. Kebetulan pula buku tersebut mengandung unsur kuat yang berkaitan dengan 'Kasih Sayang', yaitu cinta.
Buku yang cetakan pertamanya terbit pada 2019 ini berjudul "Sebuah Seni untuk Memahami Kekasih". Adapun subjudulnya adalah "Memaklumi Kekonyolan Kekasihku adalah Jalan Ninjaku".
Saya menyebut humor secara eksplisit, karena bisa dilihat pada subjudulnya. Ada istilah 'kekonyolan', maka ada harapan bagi calon pembaca untuk menemukan kekonyolan yang memang benar konyol.
Status humor juga diperkuat lewat label di atas kode ISBN, Komedi dan U15+. Semakin jelas, bahwa unsur cinta yang akan tersaji di sini akan menjadi unik. Setidaknya, bagi saya.
Saya juga menyebut humor secara implisit, karena ilustrasi di sampul depannya. Sekilas, saya kurang ngeh kalau itu adalah taplak meja yang digunakan si tokoh laki-laki untuk menyeka mata si tokoh perempuan yang berekspresi sedih.
Setelah saya memegang buku itu lebih lama di dalam 'goa persembunyian' saya, dan hendak membacanya, saya mulai tahu bahwa humor secara implisit juga ada di dalam ilustrasi tersebut. Mungkin, bagi orang yang daya tangkap visualnya lebih tinggi dari saya bisa menangkap pesan itu lebih dulu, dan akan menganggap itu juga termasuk eksplisit.
Lalu, saya melangkah ke isi buku. Saya disambut dengan 4 kalimat yang mengombinasikan unsur romansa dan humor.